"Ba-baiklah Tuan Adharma, ka-kami akan segera me-melaksanakannya." Orang dihadapanku kini sudah merasa terpojok oleh tawaranku. Hem, tapi sebenarnya ini tidak bisa dikatakan tawaran, melainkan perintah.
Semua orang yang berada di hadapanku kini terdiam. Mereka menunduk dan terlihat saling melirik satu sama lain.
Tiba-tiba seorang dari mereka maju ke hadapanku dan berlutut.
"Cukup berani juga si tua bangka ini!" Gumamku dalam hati.
"Tuan ... tolong ... jangan lakukan ini pada kami, kami punya anak istri yang perlu diberi makan," dia mengais pertolongan dariku.
Tak ada ampun! Aku bukanlah orang yang pengasih. Kutarik pelatuk dari pistol ditanganku.
'Dor'
"Aku benci pembangkang!" Aku langsung berlalu dari hadapan mereka.
Jangan kalian pikir kini aku sedang diiringi bersama para bodyguard. Aku tidak seperti mereka, terlihat punya jabatan tinggi, diiringi para pengawal yang siap membuntuti kemanapun pergi. Mereka hanya orang lemah, yang bersembunyi dibalik harta dan jabatan.
Aku berjalan sendiri, melindungi diriku sendiri, memenuhi kebutuhan hidupku sendiri. Hanya satu tujuan dalam hidupku, membesarkan nama geng mafia Blue Fire dan melindungi bos Javid sekaligus ayah angkatku.
Mereka tadi adalah para pejabat korup. Atau lebih mulia lagi jika disebut sebagai tikus saja? Bahkan pekerjaan mafia ini lebih baik daripada mencuri uang rakyat menurutku.
Mereka berani mengusik salah satu anggota kami yang menjabat di parlemen. Mereka memang mencari mati. Tetua memerintahku mengurus mereka. Dan kini mereka semua terdiam dan terpaksa menuruti perintahku. Karena aku, Adharma, Sang Pembeku Lidah.
Siapapun berani mengusikku, kau akan tunduk seumur hidupmu. Siapapun berani mendebatku, kau akan pulang dengan setengah lidahmu. Siapapun berani melawanku, hanya akan pulang namamu.
Sebut saja namaku di depan siapapun pejabat negeri ini, akan kelu lidah mereka, karena takut akan kebusukan yang terbongkar.
***
'Suara telpon berdering'
Kuangkat telpon itu dengan segera. "Halo?"
Tidak ada jawaban di seberang hanya ada suara orang yang berteriak seperti sedang disekap dan baru saja dibukakan mulutnya.
"b******k!" Aku menggebrak meja begitu tahu siapa yang menelepon.
"Lepaskan bos Javid!" Perintahku dengan geram.
Aku tidak punya pilihan yang lain lagi, aku harus memeriksa keberadaannya. Karena kami geng Blue Fire, telah menanam chip pada leher masing-masing, dan di leher itu terdapat signal pengirim lokasi yang selalu berhubungan dengan markas pusat.
"Sial! Tempat seperti apa ini?" Umpatku begitu aku menyadari tempat dimana mereka menyekap bos Javid.
"Ada yang mau ikut denganku menyelamatkan tetua?" Aku bertanya pada semua bawahan yang ada.
Mereka semua menunduk dan memundurkan langkah.
"Tidak berguna!" umpatku dalam hati.
"Bagaimana bisa mereka terdiam melihat tetua sedang disandera?" Aku memicingkan mata pada para pecundang itu.
Jika aku sedang emosi, mereka semua pasti akan menjadi bangkai dan akan kuberikan mayat mereka pada burung pemakan bangkai. "Mengesalkan!"
Memang chip yang terpasang pada leher milik tetua menunjukkan lokasi di pedalaman di atas gunung. Angin dan kabut disana tampak begitu tebal. Lebih parah lagi, suhu disana adalah mendekati nol derajat celcius. Sementara aku yakin pasti bos Javid tidak diberi pakaian yang layak oleh para b*****h itu.
Aku mengambil jaket kulitku dan membawa senjata yang diperlukan. Pada misi penyelamatan seperti ini, stunt gun akan cukup berguna. Aku isi peluru pada pistolku. Aku mencari tahu struktur gedung tempat tetua disekap dan menghitung semua kemungkinan letak musuh, aku benar-benar memperkirakan jumlah peluru yang kubutuhkan. Menyusun strategi adalah keahlianku.
'Nada dering pesan elektronik'
Aku langsung membuka ponselku begitu melihat ada sebuah e-mail datang. Kulihat alamat yang mengirimnya. Aku menyeringai begitu aku membuka video.
Bagi orang biasa, mereka hanya akan melihat sebuah ruang gelap dan berisi seseorang yang sedikit diikat tangannya. Namun bagiku, ada puluhan petunjuk yang dapat kutemukan. Bagaimana bisa orang-orang itu begitu bodoh membeberkan hal ini padaku, ini hanya akan memudahkan misi penyelamatanku.
***
Pergerakan angin, suhu dan tekanan udara sudah kuperhitungkan semua. Rute udara yang akan kutempuh kali ini merupakan rute dengan rintangan termudah yang sudah kususun menjadi bagian dari strategiku.
Dengan mudah aku dapat menemukan sebuah mansion dengan gaya arsitektur kuno di atas pegunungan berkabut itu. Jet yang kunaiki segera kuturunkan di tempat yang tidak terlalu menarik perhatian.
Aku segera mematikan mesin jet tersebut dan turun di tempat ini.
Sedikit informasi, bahwa tempat yang kutuju kali ini merupakan tempat yang tidak tercatat di peta negara kita. Kami sebagai geng mafia berskala internasional memiliki peta bumi tersendiri yang berbeda dengan peta milik anak sekolah maupun peta digital dari mesin pencari manapun.
Sesuai dengan perhitunganku, letak-letak penjaga itu dapat dengan mudah ditebak. Dan mereka begitu mudah sekali dilumpuhkan menggunakan tangan tanpa aku harus menghabiskan peluru.
Aku masih mengingat bagaimana struktur bangunan ini. Dan aku benar-benar sudah menandai letak tetua di kepalaku.
Aku mencari tangga menuju ke lantai atas. Dan dengan mudah aku menemukan sebuah tuas tersembunyi yang kupikir itu adalah tuas yang akan berguna bila kuputar. Benar saja!
'Suara bangunan bergetar'
Sebuah dinding tergeser tepat dihadapanku setelah tuas itu kuputar. Tampak sebuah tangga dari balik dinding yang baru saja terbuka. Tanpa membuang waktu aku langsung memasukinya.
Perjalananku dihadang oleh beberapa orang bertubuh besar berkulit hitam. Aku memastikan mereka adalah musuh. Ya, mana mungkin ada kawan di tempat ini.
Mereka dengan brutal menyerangku dengan senjata tumpul.
Dengan mudah kuhindari tongkat kayu yang hendak menyerang kepalaku kubalas dengan sengatan stunt gun diperutnya. Kakiku bergerak refleks menendang seseorang di belakangku. Aku memelintir kepalanya dengan kakiku, lalu mendaratkan pukulan pada rahang seseorang lainnya.
Mereka ini memang terlatih sebagai tukang pukul. Namun bukan penyerang yang baik. Aku berfirasat bahwa penculik tetua kali ini memang sengaja membuat aku datang ke tempat tetua disekap.
Karena hanya orang berkemampuan tinggi yang bisa melumpuhkan tetua. Melihat tetua disekap tak berdaya, mereka pasti bukanlah sembarang orang.
Namun yang kuamati saat ini hanya ada tukang pukul level bawah yang tidak memiliki kemampuan petarung, mereka hanya memiliki tenaga yang besar untuk memukul. Dapat kupastikan mereka pasti sudah menyiapkan semua ini agar aku merasa mudah datang kemari. Aku harus lebih berhati-hati.
Setelah selesai membereskan cecunguk berotot tersebut. Aku pun berjalan mengendap menyusuri lorong dan menaiki tangga lagi.
'Prok ... prok ... prok'
Itu suara tepukan tangan yang menggaung.
"Adharma, hanya kamu memang bawahan yang paling setia!"
Seseorang dengan usia yang sekiranya sama denganku memberi sambutannya padaku. Dia berdiri dibelakang tetua disekap. Tampak mata sayu tetua yang membuatku tak tega dan ingin segera melepasnya.
Sekilas aku dapat melihat tetua menggelengkan kepalanya, seakan melarangku untuk datang kemari.
"Lepaskan tetua!" Aku menodongkan pistolku.
"Wow!" Si b******k di hadapanku ini tertawa sambil mengangkat kedua tangannya. Dia pikir aku main-main.
Aku pun bersiap menarik pelatukku.
'Dor'
Bukan pistolku. Aku melihat darah mengalir dari kaki tetua. Sebuah senapan laras panjang tiba-tiba muncul dari sisi dinding dan mengarahkan pelurunya ke kaki tetua. Senapan ini dikendalikan oleh auto sniper, cukup hebat juga teknologi mereka.
"Jika kau berani mengacungkan pistolmu padaku, maka si tua ini yang akan menanggung akibatnya!" Dia tertawa seakan begitu puas membuatku ingin sekali merontokkan semua giginya.
"Apalagi yang kau tunggu! Turunkan senjatamu!" Aku benci gaya bicaranya. Sangat benci.
Dia tahu bahwa kelemahanku adalah tetua. Apapun yang berkaitan dengan tetua akan membuatku menyerahkan segalanya, termasuk nyawa. Itu sudah menjadi sumpahku sejak dulu. Maka dari itu aku segera menyimpan pistolku.
"Apa maumu?" Aku mengangkat tanganku.
"Keinginanku sederhana!" Dia mengeluarkan senyum liciknya. "Serahkan seluruh kekuasaan Blue Fire pada kami!"
Bedebah! Siapa dia berani meminta seperti itu padaku. Melihat logo yang tergambar pada pedang mansion di gerbang, sepertinya ini mansion milik geng Kuro Kaze, geng mafia terbesar di Asia Timur yang bermarkas di Jepang.
Namun baik pria di hadapanku ini maupun para pengawal berkulit hitam tadi sama sekali tidak menunjukkan jika mereka berasal dari negeri sakura itu. Atau jangan-jangan ini adalah salah satu markas rahasia milik geng Kuro Kaze yang berhasil mereka kuasai. Jika ya! Maka level mereka tidak dapat kuremehkan.
"Atau cukup dengan black diamond yang kini berada di sakumu!" Senyum liciknya ia keluarkan lagi. Bagaimana dia bisa tahu jika black diamond kini sudah berada di tanganku. Bahkan tetua pun belum sempat kuberi tahu.
"Aku tidak memilikinya!" Elakku.
"Kau pikir, kau punya kesempatan berbohong padaku? Sungguh kau tidak bisa melihat situasi!" Dia berkata dengan angkuh membuatku benar-benar membencinya.
"Berikan atau nyawa tetuamu sebagai gantinya!"
Aku melihat tetua yang menggelengkan kepala. Namun aku tak punya pilihan. Kurogoh sakuku dan kukeluarkan sebuah benda kecil berwarna hitam berkilauan.
Aku melemparkan benda tersebut padanya, namun bukan benar-benar ke arahnya. Melainkan pada kaca di belakangnya.
Dengan cepat aku patahkan tuas otomatis dari senjata laras panjang tersebut. Dan aku membawa tetua beserta kursi yang terikat padanya. Aku menendang si b******k pemilik senyum licik itu. Kali ini aku cukup puas dengan apa yang kulakukan pada rahangnya.
Tak sampai satu detik aku menuju ke arah black diamond yang tertancap di kaca tersebut dan segera memukulnya. Seluruh kaca itu retak dan membuatku dengan mudah meloloskan diri. Aku menabrak kaca tersebut dan langsung melompat dari lantai keempat milik bangunan ini.
Aku dan tetua berhasil mendarat dengan selamat. Mungkin hanya beberapa cedera yang dialami tetua akibat lompatan tadi selain luka peluru di kakinya.
Dengan segera kulepaskan seluruh pengikat yang di tubuhnya. Dia tampak meringis menahan sakit di kakinya, namun hal ini kecil baginya.
Aku kemudian berdiri dan mengajaknya berlari. Karena kuyakin mereka pasti akan mengetahui keberadaan kita dan mengejar kita.
Aku membawa tetua menuju tempat pesawat jet mendarat. Aku meminta tetua untuk segera masuk ke dalam jet, setelah tetua masuk aku pun mengikutinya dari belakang.
'Dor'
Aku merasakan ada timah panas bersarang di kepalaku. Perlahan penglihatanku berkabut. Aku melihat tetua menyeretku masuk ke dalam jet dengan segera, untuk terakhir kalinya aku melihat tetua merebut pistolku dan menarik pelatuknya kepada seseorang yang bersembunyi disana.
'Dor'