Dalam hidup Varizen, perasaan cinta belum pernah singgah sama sekali. Gadis itu belum mengerti tentang arti perasaan yang berbumbu pink, cerah, dan berkilauan. Selama ia hidup, hanya sebuah goresan luka yang di dapat. Rasa sayangnya kepada keluarga aalah kekuatan yang sangat besar dan mampu membuut gadis itu bertahan.
Di pagi menjelang, mentari yang bersinar cerah-menerobos jendela sampai ke kulit Varizen yang berdiri di depan jendela. Rasa hangat itu, tidak sinkron dengan perasaan dingin yang ada di dalam hatinya.
“Aku harus pergi sekarang,” tekad Varizen penuh dengan keyakinan. Gadis itu sudah memutuskan untuk melawan Berto. Sudah cukup semua penderitaan yang dirrasakan saat ini.
Sebagai ayah sambung, seharusnya Berto mampu menjaga keluarga, termasuk Varizen. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Pria itu berbuat sesuka hati sampai menyiksanya.
“Jika aku lapor polisi, ibu pasti akan dalam posisi bahaya.” Varizen tahu kalau felisia sangat mencintai Berto. Seandainya mengambil resiko itu, pasti yang didapat sebuah siksaan yang lebih kejam lagi.
Varizen membalikkan badan, kemudian berjalan menuju pintu keluar. Untung saja kondisinya sudah membaik dan tidak diinfus lagi. Dokter mengatakan, bahwa ia dapat pulang nanti sore. Sebelum Berto kemari menjemputnya, gadis itu harus berabjak pergi meninggalkan gedung.
“Aman,” gumam Varizen lirih setelah menengok ke kanan dan ke kiri. Ia mengambil nafas dengan panjang, dan bersiap hendak berjalan perlahan. Saat ada petugas keamanan dari jalan yang sama, gadis itu belok ke gang koridor. Ia kemudian lari dengan cepat, kemudian belok lagi.
Seingat Varizen, ia berada di lantai dua. Dibandingkan dengan naik lift, lebih aman menaiki tangga meskipun membuang tenaga. Gadis itu pun menuju ke pintu darurat dan masuk-menutup pintu perlahan.
“Aku seperti pencuri saja,” kekeh Varizen sambil menggelengkan kepala dengan keras. Ia tertawa dengan tingkahnya sendiri yang mengendap-endap layaknya pencuri.
Tanpa pikir panjang, Varizen melangkahkan kaki menuruni tangga. Ia membuka pintu sambil memasang wajah waspada. Baju pasien yang digunakan sangat mencolok untuknya. Sepertinya, ia harsu mengganti baju terlebih dahulu.
Tidak hilang akal, Varizen berjalan mencari sebuah ruangan yang digunakan staf untuk berganti pakaian. Tuhan sangat baik karena berpihak padanya, terbukti bahwa tidak jauh ia berjalan ada sebuah ruangan khusus untuk staf rumah ssakit.
Tanpa pikir panjang, Varizen masuk ke dalam ruangan itu. Ia bernafas lega, sebab tidak ada satu orang pun di dalam. Lagi-lagi, gadis itu bersyukur kepada Tuhan atas semua rencana yang berjalan dengan mulus.
“Baju itu sepertinya pas buatku.” Varizen melihat sebuah dres yang di gantung tidak jauh dari loker. Ia langsung menghampiri lalu memakainya, “Sangat pas....” Gadis itu melanjutkan aksinya kembali berjalan keluar ruangan tanpa mengendap-endap. Ia berjalan santai layaknya seorang pengunjung.
Varizen terus berjalan menuju ke lobi rumah sakit. Dari jauh, ia melihat pintu keluar terbuka lebar seakan menyambut dan mendukungnya untuk segera meninggalkan gedung tersebut.
“Akhirnya... aku bisa keluar.” Varizen tersenyum senang dan terus berjalan dengan riang karena sudah keluar dari gedung. Ia merasa bebas tanpa Berto, Jonny, dan Jonathan. Pasokan udara yang masuk ke dalam paru-paru pun terasa sejuk dan menyegarkan.
Di waktu yang sama, Berto mendapat kabar dari rumah sakit bahwa Varizen telah pergi meninggalkan ruangan tanpa kabar alias kabur. Pria itu tambah murka dan meminta seluruh anak buahnya untuk menemukan gadis itu.
Jonathan yang mendengar adanya keributan keluar dari kamar lalu bertanya pada Berto, “Apa yang terjadi, Ayah?” tanyanya dengan rasa penasaran yang tinggi. Pria itu menoleh tajam, “Apakah kau mau membantuku jika aku memberitahumu.”
Jonathan berpikir keras mengenai tawaran Berto. Pria tua itu seperti curiga padanya. Jika ia tidak memihak, pasti rasa curiga itu akan berakhibat fatal.
“Katakan,” jawab Jonathan dengan mantab. Berto tersenyum menyeringai, “Temukan Varizen, bawa dia kehadapanku segera.” Seperti singa yang mengaung, Berto bagaikan seorang hewan buas yang tengah kelaparan. Emosinya sudah menguasai tubuh dan hati sampai ke tulang.
Setelah mendengar titah Berto, tubuh Jonathan membeku di tempat. Rasa penyesalan timbul di dalam hatinya. Aku terlalu gegabah dalam bertindak, pikir pria itu dengan lemas.
Tidak ada pilihan lain, selain mencari keberadaan Varizen untuk saat ini. padahal, ia berharap gadis itu bertindak memberontak seperti saat ini. Namun, pembelotan pertama harus digagalkan demi mendapatkan kepercayaan dari Berto kembali.
Akhirnya, Jonathan memutuskan untuk mengikuti perintah Berto. Ia melangkahkan kaki dengan lemas sampai menabrak Sonara yang sedang membawa cucian kotor.
“Hati-hati, Tuan Jo. Jangan melamun,” peringat Sonara sambil mengambil pakaian yang berserakan di lantai. Jonathan masih dalam kondisi linglung tak berdaya. Wanita itu kemudian bangkit, “Apa yang terjadi, Tuan Jo?”
Jonathan menatap sendu Sonara, “Varizen kabur, aku harus mencarinya untuk ayah.” Kata-kata yang keluar dari pria muda itu datar sesuai dengan ekspresinya. Sonara hanya mampu menutup mulutnya tak percaya.
“Jika Anda membawanya kembali, Tuan Berto akan menghukumnya. Tolong... bertimbangkan kembali.” Mengingat banyak hal yang dilalui Varizen, Sonara tak kuasa jika gadis itu harus menjalani hukuman yang sangat menyakitkan.
“Tidak ada cara lain lagi.” Jonathan pergi meninggalkan Sonara yang masih diam mematung sendirian. ia harus mencari Varizen secepatnya. Semoga saja, gadis itu tidak pergi terlalu jauh.
Jonathan masuk ke dalam mobil lalu pergi dengan cepat. Ia tak ingin membuang waktu terlalu lama. Tujuan saat ini adalah mendapatkan sisi baik di mata Berto untuk menghancurkan pria itu sampai ke akar agar tak mampu lagi berdiri.
“Kemana kau pergi?” Jonathan melihat ke sepanjang jalan mencari siluit Varizen hingga sampai ke ruamah sakit. Di sana, ia disambut oleh dokter dan beberapa anak buah Berto.
Pria muda itu pun keluar dari mobil, “Pukul berapa dia pergi?” tanyanya pada sang dokter.
“Kami sudah melihat kamera pengawas. Nona Varizen memang sudah keluar dari gedung dan berganti pakaian, Tuan.” Rasa bangga datang dari dalam diri Jonathan karena kepintaran Varizen. ia tidak menyangka, dibalik gadis yang lemah tersembunyi tekad yang kuat.
“Berikan aku obat penenang.” Jonathan meminta obat kepada dokter. Namun, pria itu enggan memberikannya. “Ini perintah! Ayah yang meminta aku membawa Varizen kembali.”
Dokter itu akhirnya memberikan obat penenag berupa suntikan kepada Jonathan. “Berikan separuh saja karena dosisinya sangat tinggi.”
Jonathan meraih dengan tangan kasar, lalu meninggalkan rumah sakit begitu saja. Ia tahu, kemana harus pergi mencari gadis itu.
Taman Kota
Tanpa terasa, Varizen berjalan jauh sampai ke Taman Kota, tempat pertama kali bertemu dengan Berto. Ia berhenti tepat di depan air mancur untuk mengingat kenangan terakhir kebahagiannya bersama Felisia sebelum ayah tirinya datang.
“Saat itu aku hanya berpikir, ibu pasti bahagia menekah dengan Ayah.” Varizen tahu, bahwa Berto sangat kaya, berbeda dengan tiga suami yang dinikahi Felisia. Namun siapa sangka, ketiga pria itu mati mengenaskan. Dan untuk Berto, malah bertahan hidup sampai sekarang.
Kini, Varizen tahu bahwa kekuatan uang sangatlah penting diatas segalanya. Dengan uang, mereka mampu membeli apa saja, termasuk kebahagian. Namun, arti kebahagiannya sendiri menurut gadis itu tidak sebanding dengan uang.
“Aku rindu saat bersama dengan keluarga kecil kita, Ibu.” Varizen meneteskan air mata, lalu jongkok menangis tersedu-sedu. Gadis itu meluapkan segala penderitaanya yang ditahan lewat tangisannya.
Sebenarnya, Varizen tidak tahan hidup seperti ini. ia ingin sekali lari pergi meninggalkan dunia untuk selamanya. Akan tetapi, solusi itu bukanlah akhir yang baik. Jika ia bertindak demikian, pasti Tuhan akan murka padanya.
“Masih ada orang yang lebih menderita dariku di luar sana.” Gadis tersebut menyemangati dirinya sendiri untuk berjuang hidup. Ia mengusap kasar air matanya lalu berbalik arah. Bola matanya melotot sempurna karena mendapati Jonathan yang berdiri tegak dihadapannya.
Kenapa? Kenapa harus kakaknya? Di saat varizen ingin bebas seperti burung, pasti ada saja yang mematahkan sayapnya.
“Varizen,” panggil Jonathan lirih. Pria itu melangkahkan kaki perlahan, membuat Varizen mundur ke belakang sambil menggelengkan kepala.
“Biarkan aku pergi, Kak,” pinta gadis itu sambil memohon-menyatukan tangan. Jonathan terus saja melangkah perlahan, “Apa imbalanku jika aku membiarkanmu pergi?” melihat kodisi varizen, pria itu dilema dengan apa yang ada dihadapannya saat ini.
“Aku tidak bisa memberikan apapun. Nanti, jika aku bebas, aku akan memberi kakak uang yang banyak.” Varizen mengira, bahwa Jonathan sangat mencintai uang.
“Kau salah besar, Varizen. aku tak ingin uangmu.” Jonathan terus melangkahkan kaki-menepis jarak diantara mereka.
Varizen pun langsung lari dengan cepat, meninggalkan tempat itu karena negoisasi dengan Jonathan yang tidak membuahkan hasil.
“Varizen!” teriak Jonathan murka. Gadis itu semakin mengencangkan laju larinya. Pikiran yang tertuju saat ini adalah tidak tertangkap oleh kakaknya. “Aku harus lari, secepat mungkin.”
Bersambung