Bunyi alat ventilator di ruang yang sunyi terdengar jelas oleh indra pendengaran manusia. Detik jam yang terus berputar ikut bergantian menemani kesunyian ruangan itu. Setangkai bunga mawar merah yang harum berada di atas nakas, dengan dihiasi vas kaca yang tampak indah. Gadis yang tergolek lemah dengan berbagai alat medis itu masih setia dalam tidurnya. Tak heran jika ia masih betah di alam mimpi karena perjuangan untuk bertahan hidup. Tak lama kemudian, seorang dokter muda yang tak lain adalah Alex membuka pintu ruangan tersebut. Pria itu berjalan mendekati Varizen, dan memasang wajah tersenyum yang sangat tulus. “Selamat malam, Varizen. Bagaimana kabarmu?” Ia langsung duduk di kursi, tepat di bagian samping kanan brankar. “Pria yang paling aku benci sebentar lagi akan datang. Kau