Bab 6

1180 Words
Malam berganti pagi. Suara burung yang saling menyahut membangunkan gadis yang tengah menikmati indahnya surga tidur. Kalau boleh memilih, ia akan tidur selamanya agar tidak bertemu dengan Berto. Tapi, gadis itu tidak punya pilihan lain selain bangun dan melakukan aktivitasnya kembali. Varizen bangun dan langsung membuka gorden jendela miliknya. Mulai hari ini, ia akan membentengi dirinya dengan perisai yang tebal dan sekuat baja. Karena tak mau terus-terusan berada di bawah kekejaman Berto. Dengan senyum yang cerah, gadis itu membalikkan badannya menuju kamar mandi untuk melakukan aktivitas mandi. Sementara itu, Berto bangun dengan sedikit tersentak. Karena Sonara membangunkannya. Ia menatap tajam ke arah Sonara. "Kau mengganggu tidurku, Sonara," ucap Berto dengan nada dingin. Sonara menunduk takut. "Maaf Tuan. Tapi, waktunya Tuan bekerja," ucap Sonara sambil menahan rasa takut. Berto mendengus kesal. "Cih… menyebalkan. Kalau bukan karena janjiku pada kakek. Aku akan mengusirmu," ucap Berto sambil meninggalkan wanita itu sendirian. Sonara memegang dadanya kuat. Ia ingin menangis. Namun, ditahan. Meskipun perkataan Berto sangat tajam, tapi dia adalah orang baik. Wanita itu menghela nafas panjang. Andai saja Varizen mengerti perasaan cinta Berto padanya, pasti pria itu akan berubah menjadi lembut dan penyayang. Sonara langsung bergegas menuju ruang makan untuk menyiapkan semuanya. Ia berjalan tergesa-gesa sampai menabrak Varizen yang tengah keluar dari kamarnya. "Maafkan aku, Nona," ucap Sonara. Gadis itu menatap dengan senyum yang memukau. "Tidak apa-apa. Kau pasti terburu-buru," ucapnya lembut sambil membenahi diri. Jonathan melihat interaksi mereka dari jauh. Ia melihat senyum manis milik Varizen. Hatinya bergetar hebat, detak jantungnya tak beraturan, dan darahnya mendidih. Pria itu memegang jantungnya dan bergumam, "Berhentilah berdetak, bodoh." Ia kemudian pergi menuju jalur lain. Lantaran tak mau bertatapan langsung dengan gadisnya. Sementara itu, Berto dan Felisia menunggu kedatangan kedua anak itu di ruang makan. Wanita itu menggerutu kesal karena hari sudah beranjak siang. Dirinya harus bergegas menuju ke kantor. Sedangkan pria yang ada di hadapannya hanya menatap dingin. Felisia bangkit dari kursi, "Aku akan pergi dulu, Sayang," pamitnya sambil mencium kening Berto. pria itu tak menjawab perkataan Felisia. Diam adalah pilihan yang terbaik untuknya. Ia akan membalas perbuatan wanita tersebut karena telah seenaknya menyentuh tubuh berharga tanpa ijin. Ia akan melakukan hal itu setelah tujuan tercapai. Tidak lama kemudian, Varizen dan Sonara masuk ke ruang makan. Berto tersenyum saat menghirup aroma tubuh gadis itu, "Kemarilah!" perintahnya. Gadis itu membeku di tempat karena tidak tahu keberadaan Berto. Sonara langsung menepuk pelan bahunya dan berbisik, "Nona harus kesana. Saya pergi dulu." Berto menghela nafas panjang. Ia berniat menghampiri Varizen yang tengah berdiri dengan tatapan kosong. Namun, niat itu diurungkan. "Sampai kapan kau akan berdiri di sana?" tanyanya sedikit berteriak. Gadis itu langsung berjalan cepat menuju meja makan dan duduk dengan menunduk. Berto langsung menghampiri dan menyuapi gadis itu. "Buka mulutmu!" perintahnya. Varizen menoleh, "Aku bisa makan sendiri, Ayah. Pria itu geram dan memegang dagu gadis itu kuat. "Sudah aku katakan, kau harus menurut padaku, Varizen!" ucap Berto penuh penekanan. Varizen meringis kesakitan dan menutup rapat kedua matanya. Bekas luka yang mulai membaik, kini menjadi sakit kembali. Berto melepas tangannya, "Kau selalu melawanku," ucapnya sambil mengelus pipi Varizen. "Aku tunggu di mobil," imbuhnya sambil pergi. Varizen meneteskan mata di kedua pipi miliknya. Ia kemudian mengusap kasar dan makan dengan lahap. Setelah itu, ia pergi lewat pintu belakang. Dirinya tak mau berangkat dengan Berto. Sebisa mungkin harus menghindar dan mencari alternatif lain. Usaha yang dilakukan Varizen ternyata tak membuahkan hasil. Anak buah Berto sudah berada di pintu belakang. Gadis itu langsung kembali dan bersandar di tembok. Jantungnya berdetak kencang saat hampir ketahuan. Ia langsung merosot kebawah untuk menetralkan bunyi jantung yang keras. Setelah membaik, Varizen berdiri dan menghela nafas panjang. Sepertinya, ia harus menuruti keinginan Berto untuk berangkat bersama. Dengan langkah berat, seakan kakinya menyeret ribuan ton pasir. Gadis tersebut terus berjalan. Pria yang menanti kehadirannya sudah bersandar di mobil. Wanita lain pasti akan memuja ketampanan Berto. Namun, tidak dengan gadis itu. Pria tampan berhati iblis itu pembawa malapetaka dalam kehidupanya. Meski status ayah sekalipun tak akan ada artinya di mata Varizen Berto mendengus kesal saat melihat Varizen yang begitu lama berjalan ke arahnya. Ia langsung menghampiri dan menarik paksa ke dalam mobil bersamanya. "Jalan, Jonny!" perintahnya. Tanpa Jawaban, Jonny langsung menyalakan mesin mobil itu. Tidak ada suara yang menghiasi suasana perjalanan. Yang ada hanya hawa dingin mencekam. Aura seperti ini membuat Varizen tak tahan. Ia bergeser sedikit ke kanan untuk menghibur dirinya dengan melihat indahnya lalu lalang kendaraan. Berto menoleh, "Kau akan pindah sekolah." Varizen melotot kaget dan menunduk, "Kenapa pindah? Aku sudah nyaman di sana, Ayah." Pria itu menggeserkan badannya ke arah gadis itu. "Aku tak ingin ada pria yang dekat denganmu. Kau akan kupindahkan di sekolah Jonathan." Jantung Varizen seakan berhenti. Neraka baginya kalau harus satu sekolah dengan Jonathan. Meski statusnya adalah seorang guru, pasti dirinya tak akan bebas. Apalagi, pria itu selalu menebar kebencian di mana-mana. Gadis tersebut menggelengkan kepala kuat. Ia tak mau masuk ke neraka dua kali. "Aku mohon, Ayah.... biarkan aku kembali ke sekolah lamaku," ucap Varizen sambil menyatukan kedua telapak tangannya. Gadis itu menahan air mata yang akan jatuh. Dirinya terus menatap Berto agar mau mengabulkan permintaannya. Wajah pria itu hanya dingin dan acuh. Bahkan tak menanggapi permohonan Varizen. Mungkin rasa belas kasihan sudah sirna di hatinya. Atau hanya berpura-pura untuk tidak memperdulikannya. Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di lokasi. Dengan angkuhnya Berto keluar dari mobil. Sedangkan Varizen masih setia menemani sopir. Jujur, dirinya tidak ingin dipaksa seperti ini. "Apa yang harus aku lakukan?" tanya Varizen pada dirinya sendiri. Jari lentiknya meremas rok seragam sekolah yang dikenakan. Rasa cemas menjalar di seluruh tubuh. Namun, tiba-tiba Berto menyeretnya keluar mobil dengan paksa. Ingin rasanya dirinya berteriak keras memanggil semua orang. Tapi suaranya seperti ditelan bumi ketika melihat aura hitam yang menyelimuti tubuh Berto. Mereka masuk dan berjalan melewati koridor sekolah yang tampak sepi. Tangan Berto masih memegang tangan Varizen dengan kuat hingga dirinya meringis kesakitan. "Ayah… bisakah berhenti dulu." Berto kemudian berhenti dan menoleh kebelakang. Ia melepas tangan Varizen. "Alasan apa lagi yang akan kau buat?" tanya Berto sambil berapi-api. Varizen langsung mundur satu langkah dan menunduk. Ia melirik sekeliling sekolah. Kemudian menatap Berto. "Kak Jonathan," ucap Varizen. Seketika Berto menoleh ke belakang mencari keberadaan Jonathan. Hal itu digunakan Varizen untuk melarikan diri. Berto geram karena dibohongi. "Kau berani membohongiku, Varize-," ucapnya sambil menoleh kearah Varizen. Mata Berto langsung melotot saat Varizen lepas dari pandangannya. "Sial!" teriak sambil menghubungi seseorang sambil berlari menuju keluar sekolah. Para siswa yang mendengar teriakan itu hanya diam saja. Mereka tahu kalau hanya ada satu pria yang berteriak bebas di dalam lingkungan sekolah, yaitu Berto. Pria itu masih sibuk menghubungi seseorang yang tak kunjung dijawab. Ia kemudian membanting ponselnya dan berteriak, "Varizen! Aku akan menemukanmu!" Dengan emosi meledak. Mata semerah darah. Tangan mengepal. Tiba-tiba, seseorang menghampirinya. "Apa yang sedang terjadi, Tuan?" tanya Jonny sambil tergesa-gesa. Pria yang diselimuti amarah itu langsung menatap tajam sang penanya. Dengan sigap langsung memukulnya sampai berdarah. "Darimana saja kau, Jonny? Hah!" teriaknya berapi-api. Jonny mengusap sudut bibirnya yang berdarah. "Maaf Tuan, saya dari kamar mandi." "Sialan… masuk mobil! kita harus mencari Varizen!" perintah Berto sambil menahan gejolak emosi. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD