Pemilik Global Grup telah mewariskan semua asetnya pada satu satunya putranya. Yaitu Saka Hadijaya Kusuma!
Berita itu sontak saja membuat semua penghuni Buan Grup menganga dengan kedua matanya yang membulat. Termasuk Pak Ishak yang merupakan pemimpin satu satunya Buana Grup. Sedangkan Sekar hanya terdiam dengan menghela napas pelan. Ia tentu saja sudah tahu siapa Saka sebenarnya. Ah, kejadian yang di kantor lelaki itu tadi benar benar membuatnya marah dan kesal. Sekar sampai mencuci bibirnya dengan sabun mukanya berkali kali, saking ia kesalnya pada sang mantan sialan itu.
Brengsek! Saka!
Serapah Sekar di dalam hatinya. Ingin rasanya Sekar menampar atau memukul lelaki itu dengan gelas tebal yang ada di depannya saat ini.
"Waw! Pak Saka itu, udah ganteng! Dia juga orang kaya raya. Aduh, penasaran siapa ya pendampingnya kelak?" decak kagum Rea, dia salah satu karyawan Buana. Saat ini anak Buana dan pemimpinnya memang sedang berada di ruangan santai. Mereka akan berada di sana kalau sedang beristirahat. Ishak sengaja membuat ruangan besar itu agar semua penghuni Buana menjadi akrab seperti keluarga.
"Kamu harus segera menyetujui kerjasama dengan Pak Saka, Sekar." Ishak sungguh merasa beruntung, karena Saka memilih Sekar sebagai desain utama pembangunan hotel barunya. Jika kerja sama antara Saka dan Sekar benar benar sukses dan berjangka panjang. Maka tidak bisa dipungkiri kalau Buana akan menjelma menjadi perusahaan yang kuat dan besar, seperti Global.
Sekar bukannya menjawab pertanyaan sang BOS, ia malah memijit keningnya pelan.
"Kenapa?" tanya Rea, "Kamu beneran enggak tertarik kerja sama dengan Pak Saka? aku denger, kamu bersikap kurang ramah padanya?" Ini pasti Pak Ishak yang mengatakan semuanya. Dia pasti mengatakan pada karyawannya yang lain, agar selalu bersikap ramah pada semua klien, jangan seperti dirinya yang terkena kritikan oleh Pak Saka. Benar benar bos yang tidak punya hati. Dan sayangnya, Sekar hanya bisa menggerutu di dalam hatinya saja.
"Enggak, sih. Biasa aja." jawab Sekar datar.
"Biasa gimana? aku kalau jadi kamu, bakal berusaha jadi satu satunya desain yang disukai Pak Saka. Coba deh, kamu pikirin. Selain dia anaknya pemilik Global. Dia juga ganteng banget. Enggak rugi kita berjam jam sama dia!" Rea meracau, dan membuat Pak Ishak menggeleng tidak habis pikir.
"Iya, Rea. Untungnya yang di pilih Pak Saka bukan kamu. Malu maluin aja, kalau Pak Saka milih kamu!" ledek Pak Ishak. Membuat semua yang hadir terbahak. Sedangkan Sekar masih saja terdiam. Ia harus berpikir kuat, bagaimana caranya bisa kerja sama dengan laki laki itu. Sementara ia sudah menampar laki laki itu, kemarin.
"Jadi bagaimana Sekar? Kamu mau kan kembali menemui Pak Saka?" maksa banget sih, keluh Sekar di dalam hatinya sungguh tidak berdaya.
"Iya, Pak. Nanti akan saya coba."
"Bersikap lah baik baik, Sekar. Tidak usah terlalu sensitif. Pak Saka itu masih muda. Jadi wajar kalau dia sedikit suka godain kamu. Maklum lah, kamu kan cantik. Jadi Saka mungkin suka sama kamu." Bahkan kalau seandainya Saka menyukai Sekar. Sekar tidak akan pernah mau padanya. Sekar tidak akan pernah mau menerimanya, apapun alasannya.
Sekar hanya terdiam dengan berpikir keras, bagaimana caranya ia bisa bertemu kembali dengan Saka tanpa harus canggung, setelah insiden ciuman itu.
Ah, sialan!'
***
Sekar sudah datang dua puluh menit yang lalu. Dan Saka pun ada di ruangan itu. Mereka duduk berhadapan. Namun entah kenapa keduanya sama sama terdiam. Hanya saja Saka terus menatap perempuan itu dengan begitu lekat. Sehingga Sekar sangat sulit sekali untuk berekspresi. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan saat seseorang dimasa lalunya berada di depannya dengan tatapan selekat dan sedalam itu.
Saka berdeham pelan. "Aku minta maaf untuk kejadian kemarin," ucapnya. Dan karena itulah Sekar menyesal karena harus menatap kedua mata gelap yang menawan itu. Percayalah kalau kedua mata indah itu sangat menawan namun sekaligus menyakitkan.
"Aku sudah melupakannya!" bohong Sekar. Tentu saja ia masih belum bisa melupakan semua itu. Ia bahkan sudah mencuci bibirnya beberapa kali. Tapi tetap saja ia masih merasakan semua sentuhan Saka. Karena sebenarnya yang harus melupakan itu bukan hanya raganya. Tapi jiwa dan hatinya. Sekar harus benar benat membersihkan lelaki itu di dalam benaknya.
"Tapi aku tidak bisa!"
Apa maksudnya? Apa yang akan dikatakan laki laki biadab itu. Sekar sungguh mengutuknya. Ia sungguh berharap Saka tidak harus membahas semua kejadian itu. Dan alangkah baiknya kalau Saka membicarakan pekerjaan saja. Dibanding mengingatkan kejadian yang menurutnya sangat memalukan.
"Aku masih ingat bagaimana saat mendekapmu!"
Sekar mengalihkan tatapannya kearah lain. Sepertinya Saka benar benar sedang mempermainkan dirinya. "Aku tidak mengerti, Pak Saka. Anda itu adalah seorang yang sangat sibuk. Anda adalah pemilik Global. Tapi anda masih saja punya waktu untuk membahas hal yang tidak penting itu!" Kesal Sekar, membuat Saka tersenyum tipis.
"Baiklah, karena kamu marah. Mari kita mulai kerjanya. Mari kita pergi kelapangan yang kamu mau!"
Kamu?
Rasanya panggilan itu tidak cocok untuk Sekar. Perempuan itu tersenyum sinis, lalu mengikuti si lelaki berpunggung lebar itu dari belakang. Dan percayalah punggung lebar itu seharusnya menyimpan banyak kenyamanan untuk Sekar. Bukan malah sebuah siksaa dan dendam karena masa lalu.
Sayang sekali!
Mereka saat ini berada di dalam lift, yang lagi lagi hanya berdua saja. Membuat Sekar harus lagi lagi menghela napas rakus.
"Apakah dekat denganku membuat oksigenmu berkurang?" pertanyaan sialan Saka, disaat ruangan itu hening dan hanya berdua saja. Membuat Sekar harus menggigit bibirnya sendiri karena kesal. Dan lagi, karena ia menggigit bibirnya itu, kembali mengingatkan bagaimana Saka menyerangnya beberapa hari yang lalu.
"Anda enggak perlu bertanya apa apa deh," ketus Sekar.
Dan Saka tersenyum dibuatnya. "Baiklah, ini kali pertama saya bertemu seorang partner yang begitu angkuh."
"Dan itu gara gara anda!"
"Oh, saya hanya lelaki normal. Dan saya juga mantan suami kamu. Lalu saya pun merasa terjolimi. Itu sebabnya saya menyerang kamu waktu itu."
"Anda tidak sopan ya? Seperti tidak berpendidikan saja. Yang terjolimi itu saya, bukan anda!"
Dan sepertinya percakapan mereka tidak akan pernah berakhir di sini. Saka merasa mereka berdua memang harus segera menyelesaikan semuanya. Dibandingkan pekerjaan yang akan menjadi projek mereka. Karena ia merasa selalu emosi bertemu perempuan itu, begitu juga sebaliknya. Maka Saka kali ini menekan lift ke arah rooftop. Sehingga Sekar terlihat semakin marah. "Apa yang kamu lakuin Saka? Kita mau ke mana?" teriak Sekar emosi. Saka terdiam, kedua rahangnya terlihat mengetat.
"SAKA!"
Lelaki itu hanya terdiam. Kala lift yang mereka tumpangi sampai di lantai bawah, kemudian pintu terbuka. Saka menahan Sekar yang hendak keluar, bersamaan dengan kedua pintu baja itu tertutup sehingga Sekar tidak bisa keluar.
"Saka ...," Sekar berusaha menarik lengannya yang dicengkram kuat.
Dan Saka masih saja terdiam, kedua mata gelap itu begitu menghunusnya. Membuat Sekar gemetar, antara kesal dan takut. Dia tidak bisa membaca sorot kedua mata gelap yang menawan namun terlihat marah itu.
Saka masih terdiam, tangannya mengusap pipi Sekar lembut. "Kita akan menyelesaikan masalah kita!"