1. Ditalak Setelah Malam Pertama
"Malam ini saya talak kamu, Sekar!"
Sekar Anjani yang baru saja mengenakan pakaian setelah beberapa menit mereka berdua lalui penuh dengan keringat dan degupan jantung yang menggila. Dan sebagai pengantin baru, Sekar tentu saja merasa bahagia. "Maksud Mas?" Kedua tangannya terasa gemetar. Ia sungguh berharap ini hanyalah sebuah frank. Saka memakai kimono dengan tatapan datar padanya. "Saya talak kamu, dan mulai malam ini kamu bukan istriku lagi!" Kalimat laknat itu itu cukup membuat Sekar mematung dengan mulutnya yang menganga.
"Ta-tapi apa salahku, Mas?" Sekar tentu saja tidak bisa menerima itu. Pernikahan mereka baru saja berjalan tiga hari. Sebuah pesta yang megah, juga sebuah akad yang begitu mengharukan. Seorang pria tampan dan sukses seperti Saka Adijaya Kusuma telah melamarnya. Dan Sekar menerima tanpa bertanya, karena ia tahu apa yang diberikan kedua orang tuanya adalah yang terbaik. "Aku enggak punya salah, Mas. Aku telah melakukan tugasku dengan baik!" Getir Sekar. Kedua matanya perlahan memerah basah. Setelah malam pertama yang mereka lalui. Setelah Saka berhasil mereguk manisnya madu bunga perawan yang dimiliki Sekar. Bagaimana bisa Saka kini memperlakukan Sekar layaknya sampah yang berbau, lalu Saka membuangnya begitu saja. "Aku udah jadi milik kamu, Mas!" Suara Sekar tercekat. Hatinya sesak luar biasa. "Aku udah ...," dia menangis pilu.
"Kamu jangan bersandiwara!" Teriak Saka, membuat hati Sekar semakin hancur. Ia sungguh tidak berdaya, dan tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Saka.
"Aku sandiwar apa?" Sekar mengusap kedua matanya, dan mencoba menguatkan dirinya. "Aku melayani kamu dengan segenap hati aku!" Histeris Sekar getir. "Aku berikan semua sama kamu! Hanya kamu!"
"Dan kamu pikir aku enggak gitu?" Saka terdengar seolah meledeknya. "Saya juga pertamakalinya sama kamu. Meski kamu bukanlah perempuan yang saya inginkan! Kamu telah buat saya meninggalkan perempuan yang sangat saya cinta, karena perjodohan bodoh ini!" Saka terpaksa menikah dengan Sekar. Ia melakukan itu demi Mamahnya. Saka meninggalkan Bening, sang kekasih yang tiga tahun ia pacari, hanya untuk menikahi gadis yang tidak menarik seperti Sekar. Saka sama sekali tidak pernah mencintai Sekar. Saka sangat membenci Sekar. Karena perempuan itu telah membuat kedua orang tuanya memaksa dirinya untuk menikah. "Dan kamu telah berhasil memiliki saya. Jadi kalau kamu sekarang saya ceraikan, kamu tidak akan rugi. Karena kamu telah mendapatkan saya, iyakan?!"
Tidak rugi?
Sekar sudah kehilangan mahkotanya. Dan mungkin saja ia bisa hamil. Saka tidak perjaka lagi, dia tidak akan rugi. Dia tidak akan hamil, dia juga tidak akan berbeda seperti dirinya. Perempuan akan tetap saja menganggapnya seperti seorang perjaka. Tidak sepertinya dirinya. Lelaki mana pun akan memandangnya berbeda karena Sekar seorang janda. Apalagi kalau seandainya Sekar hamil. Bagaimana nasib Sekar? Apa yang akan ia katakan pada kedua orang tuanya. Apa yang akan ia katakan pada para tetangga yang mungkin akan bertanya padanya nanti. Lalu sekarang talak sudah turun, Sekar sudah bukan lagi istrinya Saka. Dan itu artinya Sekar sudah tidak punya hak untuk tinggal bersama lelaki itu. "Tunggu!" Langkah Saka yang hendak meninggalkan ruangan itu pun terhenti. Sekar menghela napas dalam menahan semua rasa sakit di d**a. "Bukan kamu yang akan pergi! Tapi aku!" Ucap Sekar dengan senyuman getir dan tangis yang ia tahan. Membuat Saka terdiam di tempatnya, menatap Sekar dengan tatapan yang tidak terbaca.
Dua Tahun Kemudian
"Jadi bagaimana Sekar?" tanya seorang lelaki tampan yang sudah hampir dua tahun ini sudah menjadi Bosnya Sekar. Dia adalah Ishak Anugrah. Dia menyuruh Sekar untuk membuat sebuah desaign hotel yang di pinta oleh kliennya Ishak sebulan yang lalu. Dan hari ini adalah hari terakhir Sekar untuk melaporkan hasil kerjanya itu.
Sekar terlihat gugup, karena ia benar benar tidak yakin dengan kerjanya. "Begini, Pak. Desaignnya--"
"Desainnya kenapa?" Ishak menempas kesal.
Sekar menunduk dalam. "Saya tidak percaya diri," cicitnya pelan.
Ishak terlihat sangat geram. Padahal ia pun sudah merasa tidak enak hati, karena terus ditanya oleh kliennya itu. "Ah, kamu ini! mana coba saya lihat dulu?" Ishak mengambil map yang ada di atas mejanya Sekar. Membuat perempuan itu berwajah pias dengan hatinya yang deg degan. Ia sepertinya harus siap siap di depak oleh Bos nya tersebut, karena tidak suka dengan karyanya hari ini. Sekar semakin kacau, kala melihat wajahnya Pak Ishak yang berkerut dan terlihat melebarkan kedua mata. Sepertinya laki laki itu memang marah setelah melihat karyanya. Sekar memejamkan kedua matanya, dengan begitu takut. Dalam hati terus merapalkan doa agar ia bisa terbebas dari semuanya.
"Sekar!" panggilan Ishak membuatnya kembali menegang dan pasrah.
"I-iya Pak," jawabnya gagap.
"Coba kamu liat!" Ishak memberikan map itu pada Sekar. "Kamu lihat sekali lagi," tambahnya.
"Sayakan sudah bilang, kalau saya memang tidak bisa membuat desaign untuk hotel. Saya bisanya cuma bikin desain taman aj--"
"Dengarkan saya dulu!" kesal Ishak untuk kesekian kalinya, dan itu berhasil membuat Sekar menggigit bibirnya. Seharusnya ia tidak lancang seperti itu.
"Siapa kamu yang punya kuasa untuk menilai karya seseorang! Terlebih itu adalah karya kamu sendiri!"
"Maaf, Pak,"
"Bukan permintaan maaf, yang saya mau."
"Te--terus bagaimana Pak?" Sekar bingung. Dan Ishak dibuatnya semakin greget. Ia merasa geram pada karyawannya itu. Dia begitu tidak percaya diri, dan tidak menghargai dirinya sendiri. Dia mengambil kasar maf itu dari tangannya Sekar.
"Kamu tahu, apa alasan saya memilih kamu untuk menjadi desaign utama di sini?"
Sekar menggeleng.
"Karena saya tahu kamu bisa! Tapi sayangnya kamu malah membuat saya sangat kecewa!"
"Pak ...,"
"Jam tiga sore kita meeting di ruangan saya. Dan kamu harus ke sana, karena klien itu akan datang langsung ke ruangan saya. Dan kamu jangan pernah kecewakan saya!" Sekar ingin mengejar Bosnya itu, untuk mengambil maf tersebut. Namun Pak Ishak malah berhasil keluar dari ruangannya dengan pintu yang ia banting kuat. Membuat Sekar hanya bisa berdiri dengan bingung.
Lalu pada jam tiga sore yang dijanjikan, Sekar pun datang keruangannya Pak Ishak. "Permisi Pak!" Sekar berada di depan pintu. "Masuk, Sekar!" kemudian perempuan itu pun masuk dengan sungkan. Ia melihat seorang lelaki berperawakan tinggi berisi yang tengah mengenakan jas berwarna hitam membelakangi. Mungkin itu adalah kliennya Pak Ishak, begitu pikirannya Sekar.
Sekar berjalan mendekat ke arah mejanya Pak Ishak.
"Oh, ya. Sekar. Kenalkan ini Pak Adijaya!" ucapnya, membuat seseorang itu memutar diri dan memeperlihatkan wajah tampannya. Namun hal itu malah membuat Sekar mematung dan gemetar.
Saka? dia hampir ingin menjabat tangannya mantan suaminya itu. Malah berakhir dengan diam dan berkeringat dingin. Sekar masih sangat sakit, dan Sekar masih belum bisa melupakannya. Lebih tepatnya melupakan bagaimana perlakuan laki laki itu pada malam terakhir mereka bertemu.
"Sekar!" tegur Pak Ishak, membuat perempuan itu mencoba menguasai dirinya. Dia begitu shok dan kelabakan, sangat kontradiktif dengan sikap yang Saka perlihatkan. Dia tenang seolah mereka tidak kenal sebelumnya. Ah, tentu saja. Karena sejak dahulu Saka tidak punya hati dan tidak punya perasaan. Dia lelaki biadab! Sekar sungguh mengutuknya.
"Eh, iya Pak."
"Kamu tidak menjabat tangan klien saya?" pertanyaan Pak Ishak, membuat Sekar menatap tangan Saka yang berada diudara yang mengajaknya bersalaman.
"Sekar," perempuan itu menjabatnya, kemudian menariknya secepat mungkin. Ia sungguh merasa haram bersentuhan dengan lelaki biadab itu. Sekar sungguh membencinya seumur hidupnya. Ia tidak pernah lupa bagaimana malam malam buta ia pergi dari rumah mewah itu. Ia tidak pernah lupa bagaimana ia menyembunyikan kehamilannya dari keluarganya dan memilih pergi ke luar kota dan tinggal di kosan kecil. Lalu ia tidak pernah lupa bagaimana menderitanya diawal awal kehamilan yang menyedihkan, namun ia harus tetap bekerja karena tabungannya sudah semakin sedikit. Ia tidak mau menghubungi Saka, juga tidak mau menghubungi keluarganya. Sekar melalui itu sendirian dengan dibantu oleh seorang perawat, hingga saat ini putrinya sudah berumur setahun dan sangat menggemaskan. Dan selama itu juga Sekar belum berani pulang ke rumahnya. Dengan alasan, Sekar ingin move on pada Saka.
"Ayolah Sekar! jangan melamun terus!" Teguran Pak Ishak, membuat sesuatu jatuh tanpa bisa ditahan dari kedua sudut matanya. "Maaf, Pak." Sekar segera berpaling dan mengusap kedua matanya cepat. Aku pastikan kamu tidak menemui Starlaku! bisik batin Sekar penuh dendam.