BAB 3: BUAH NAGA DARI NDORO KARSO

1267 Words
SELAMAT MEMBACA *** Sekar menghela nafasnya dengan bosan. Biasa bekerja dan tiba-tiba menganggur tentu saja Sekar hampir mati kebosanan. Apalagi dia tidak memiki teman disana, dia merasa benar-benar bosan. Ingin melakukan sesuatu tapi bingung melakukan apa. Tiba-tiba dia melihat buliknya pulang dengan mengendarai sepeda. Entah sepeda dari mana dia tidak tau. “Ngapain di luar Kar?” tanya Harti saat menurunan belanjaan di keranjang depan sepedanya. Dia melihat Sekar duduk termenung di depan rumah. “Bulik pulang belanja?” tanya Sekar lagi. “Iya ini.” Jawab Harti sambil menunjukkan belanjaan di tangannya. “Paklik kemana?” “Tadi katanya mau keluar ada urusan.” “Ini sepeda siapa Bulik?” tanya Sekar lagi sambil menunjuk sepeda yang tadi dinaiki oleh Harti. “Punya tetangga, kemarin ada tetangga yang nawarin soalnya nganggur. Lumayan bisa di pinjam, dari pada jalan kaki kemana-mana.” Jawab Harti lagi. “Aku pinjam buat jalan-jalan ya Bulik?” Ucap sekar dengan semangatnya. “Yo wes pakai saja. Tapi jangan jauh-jauh, nanti nyasar.” “Iya Bulik,” jawab Sekar lalu mulai menaiki sepeda yang tadi dipakai buliknya dan meninggalkan rumah untuk jalan-jalan di sekitar. Sekar berkeliling melihat perkebunan dan pemandangan di desa. Tiga belas tahun tidak pulang, bahkan Sekar hampir tidak punya ingatan apapun tentang tempat itu. Kecuali suasana, Sekar tidak mengingat yang lainnya. Sekar memang tidak tinggal di desa, sejak kecil dia lahir dan tumbuh di kota. Namun saat ayah dan ibunya dulu bercerai, ayahnya memutuskan untuk tinggal di desa itu dan ibunya pergi entah kemana. Sejak saat itu Sekar tinggal dan di sekolahkan oleh bulik dan pakliknya di Jakarta. Sesekali dalam setahun saat libur sekolah tiba Sekar selalu datang mengunjungi sang ayah namun tidak tinggal lama disana. Sekar sampai di sebuah perkebunan buah naga yang buahnya besar-besar dan bisa dilihat dengan jelas dari jalan. Beberapa orang keluar dari kebun itu dengan membawa keranjang-keranjang berisi buah naga penuh yang segar-segar. Kemungkinan mereka baru saja memanen buah naga tersebut dan akan menjualnya. Ingin sekali rasanya, Sekar membeli beberapa kilo karena dia memang menyukai buah naga. Tapi apa berani, dia sama sekali tidak mengenal siapapun disana. Atau besok saja dia akan mengajak buliknya untuk minta tolong dibelikan buah naga itu. Iya lebih baik begitu saja. “Kenapa hanya diam disini?” Sekar langsung menoleh saat mendengar suara seseorang bertanya. Ketika ditoleh ternyata sudah ada seorang laki-laki yang tengah berdiri dengan sebuah tongkat di tangannya. Kapan datangnya, kenapa dia tidak sadar. Apa karena terlalu asik memperhatikan buah naga sampai tidak menyadari jika seseorang datang. “Maaf Pak, kalau saya mengganggu. Saya hanya lihat-lihat,” ucap Sekar dengan gugupnya. Dia takut dicurigai atau apa. Karena berdiri lama di depan kebun seseorang. Namun, yang awalnya Sekar fikir laki-laki itu menghampirinya karena ingin memarahinya ternyata dia salah. Laki-laki itu justru tersenyum tipis. “Kamu mau buah naga?” tanyanya lagi sambil menunjuk tumpukan keranjang buah naga yang sudah ada di depan mereka dan siap diangkut. Tanpa ditanya dua kali, tentu saja Sekar mengangguk. Ditawari sesuatu yang dia inginkan kenapa tidak, batin Sekar. “Itu sudah dibeli orang. Kalau kamu mau buah naga, kamu bisa memetiknya sendiri di dalam.” Ucap laki-laki itu pada Sekar. “Apa boleh begitu Pak?” tanya Sekar ragu. “Boleh, silahkan saja.” Jawabnya lagi. Sekar masih ragu, dia sama sekali tidak mengenal laki-laki di hadapannya itu. Kenapa tiba-tiba menawari dirinya untuk masuk kekebun buah naga itu. Memangnya dia siapa, bagaimana kalau pemiliki kebun tersebut tidak berkenan dengan kedatangannya. Memikirkan itu, Sekar langsung menggeleng pelan. Lebih baik besok saja, dia datang lagi bersama buliknya. “Saya tidak berani Pak, nanti kalau pemiliknya marah. Saya datang lagi besok sama bulik saya saja untuk beli.” Ucap Sekar yang lagi dijawab sebuah tawa pelan oleh laki-laki di hadapannya itu. “Saya pemilik perkebunan ini, kalau kamu mau buah naganya boleh ambil sekarang tidak perlu menunggu besok. Ayo saya antarkan memilih buan naga yang kamu inginkan,” ucap sang laki-laki sambil berjalan lebih dulu meninggalkan Sekar yang masih menimbang apakah harus pergi atau mengikuti laki-laki asing itu. Namun, akhirnya Sekar memilih mengikuti laki-laki itu. Dia meninggalkan sepedanya begitu saja di depan kebun lalu kakinya berjalan dengan pelan memasuki area kebun. Sekar terus saja mengamati laki-laki di hadapannya, berfikir berusaha menebak-nebak berapa kira-kira usianya. Di bilang tua tidak tua, di bilang muda tidak muda. Tapi kenapa sudah membawa tongkat, apa laki-laki itu memiliki kelainan. “Kamu mau buah naga merah atau putih?” Sekar tersadar saat di tanya seperti itu. Dia langsung menjawabnya dengan cepat. “Merah.” “Lan …” laki-laki itu memanggil seorang pemuda yang kebetulan lewat di dekat mereka. “Nggih Ndoro ada apa?” tanya pemuda itu dengan sopan. “Tolong petikkan buah naga yang merah yang sudah matang untuk dia.” “Nggih Ndoro.” Jawab pemuda itu dengan sopan lalu berlalu dari hadapan mereka dan mulai memetikan buah naga seperti perintah majikannya. “Duduk dulu sambil menunggu buah naganya dipetikkan,” laki-laki itu menunjuk sebuah pondok kecil di tengah kebun mengajak Sekar untuk duduk. Sekar pun hanya menurut dan mengikuti kemana laki-laki asing itu membawanya. Mereka duduk di pondok sambil menunggu buah naga yang di inginkan Sekar. “Siapa namamu?” Sekar lalu menoleh, apa laki-laki bertanya padanya. Tapi jika bukan padanya lalu pada siapa di sana hanya ada mereka berdua. “Saya Sekar Pak,” jawab Sekar pelan. “Sekar berarti bunga, nama yang cantik secantik orangnya.” Komentar laki-laki itu hanya di jawab dengan senyuman oleh Sekar karena terlalu bingung harus menjawab apa. Dari kejauhan Sekar melihat pemuda yang tadi diminta mengambilkan buah naga itu datang dengan tergopoh-gopoh membawa bungkusan besar di tangannya. “Monggo (silahkan) Ndoro,” ucap pemuda itu sambil mengulurkan bungkusan yang dia bawa. Laki-laki yang di panggil Ndoro itu langsung mengambil bungkusan dari tangan pekerjanya dan menyerahkannya pada Sekar. Menerima itu, Sekar merogoh uang di saku celananya lalu menyerahkan pada laki-laki itu sebagai p********n untuk buah naganya itu. Namun bukannya menerima uang pemberian Sekar, laki-laki itu hanya menggeleng pelan. “Tidak usah, saya memberikan buah naga ini gratis. Bukan menjualnya,” ucap laki-laki itu dengan ramahnya pada Sekar. Meski dengan ragu, Sekar pun merima buah naga itu dan tidak lupa mengucapkan terimakasih. “Terimakasih ya Pak kalau begitu. Maaf kalau saya merepotkan,” ucap Sekar dengan sungkan. “Sama-sama, kalau kamu suka buah naga boleh kesini ambil sesukamu. Datang langsung kesini,” ucap laki-laki itu tanpa ragu sedikitpun. Sekar hanya mengangguk, setelahnya pamit untuk pulang. Takut jika buliknya mencarinya karena pergi terlalu lama. “Tolong antarkan Sekar sampai depan Lan,” ucapnya lagi pada pekerjanya. “Nggih (iya) Ndoro. Monggo (mari) Mbak,” ucap pemuda itu dengan sopan pada Sekar. Sekar pun mengangguk dan mulai berjalan dengan pelan sebelum pergi Sekar kembali pamit sekali lagi dengan pemilik perkebunan buah naga itu terutama karena dia sudah diberi buah naga yang lumayan banyak dan secara gratis. “Terimakasih ya Mas, terimakasih buah naganya juga.” Ucap Sekar pada pemuda yang mengantarkan dirinya sampai pagar depan perkebunan. “Sama-sama Mbak. Saya tidak pantas menerima ucapan sampeyan, wong (kamu, orang) kebun ini milik Ndoro Karso bukan milik saya.” Jawab pemuda itu dengan sopan. “Ndoro Karso?” ucap Sekar dengan bingungnya. “Tadi yang di dalam itu Ndoro Karso. Mbak Sekar orang baru ya?” “Iya Mas,” jawab Sekar lirih. “Ooo pantas tidak mengenal Ndoro Karso.” “Iya Mas, yasudah kalau begiu saya pamit dulu ya.” “Nggih Mbak, silahkan. Hati-hati.” Ucap pemuda itu lagi pada Sekar. Sekar lalu berjalan kearah sepedanya dan mulai mengayuhnya pulang dengan seplastik besar buah naga pemberian laki-laki yang katanya bernama Ndoro Karso itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD