BAB 7. Persiapan Zara

1018 Words
Zara meneguk salivanya dengan berat. Tatapan Vince yang dalam sungguh membuatnya sedikit bergetar. Vince mengerti. Dia menarik napas dalam, lalu berusaha merubah sikapnya menjadi terlihat lebih santai. “Apa, Zara? Katakanlah,” ulang Vince lagi tapi kali ini dengan nada suara rendah. “Apa yang harus kukatakan pada Glenn? Aku pergi satu minggu. Itu berarti dia juga akan ditinggalkan oleh istri pura-puranya selama satu minggu. Apa itu tidak masalah?” Andai saja Vince tidak sedang berusaha menekan emosinya sendiri. Dia pasti sudah akan membentak Zara lagi. Entah kenapa Vince menjadi sangat sensitif jika sudah bersangkutan dengan pernikahan palsu kakaknya itu. “Kan hanya pura-pura. Jadi tidak akan ada masalah. Kalaupun Glenn mempermasalakan itu, aku yang akan hadapi dia. Jadi kamu tenang saja, Zara. Tugas utamamu adalah sebagai sekertaris.” Suara bariton Vince selalu memberi kesan semua ucapannya adalah suatu keputusan akhir, jadi tidak akan bisa diganggu gugat. “Baik, Pak Vince.” “Ya sudah, lanjutkan saja pekerjaanmu.” Vince juga langsung beralih menatap pada layar laptop di hadapannya. Dia tampak sangat serius. Zara tidak bertanya apa-apa lagi. Segera dia membuat rencana perjalanan dinas luar kota untuk senin depan. Lengkap berikut dengan anggaran biayanya untuk diberikan pada bagian keuangan. Tepat pukul enam sore, Zara sudah terlihat cemas. Berulang kali dia melirik pada jam di pergelangam tangan, atau yang tergantung pada dinding. Zara cemas karena belum ada tanda-tanda Vince akan pulang, sedangkan dia sebagai sekertarisnya tidak boleh pulang mendahului sang bos. Jam enam lewat lima belas menit, Zara tidak bisa menunggu lagi. Sebab dia harus bersiap dulu di rumah sebelum nanti pergi dengan Glenn. Zara berdeham pelan. “Umm … Pak Vince.” “Ya?” Vince masih tetap fokus pada layar laptop. Dia menjawab tapi tidak menoleh pada Zara sama sekali. “Pak … bolehkah aku izin pulang sekarang?” Vince mendongak, keningnya mnegernyit. Lalu dia melirik pada jam di dinding dan menghela napas dalam. Barulah dia teringat kalau Zara ada janji dengan Glenn jam delapan nanti. “Oke. Kita pulang sekarang.” Vince langsung mematikan laptop. “Ohh tapi … kalau Bapak masih ada pekerjaan, saya akan pulang sendiri saja,” tukas Zara cepat. Vince mengedikkan kedua bahu. “Laptopnya sudah terlanjur aku matikan. Ayo aku antar ke mansion Glenn.” Tidak bisa dibantah. Vince selalu begitu. Zara lekas bersiap dan menarik tas nya dari atas meja. Segera dia mengekor di belakang Vince yang sudah berjalan dengan langkah lebar-lebar, seperti biasa. Dalam perjalanan, Zara tidak banyak bicara. Sebab setiap kali dia memulai obrolan, Vince hanya menjawabnya dengan singkat saja. Sampai Zara mendengkus malas dengan pelan. “Zara.” “Eh, iya Pak?” Zara cukup kaget karena kali ini Vince yang memanggilnya lebih dulu. “Nanti kalau kamu pergi dengan Glenn, ingat satu hal. Kamu jangan sampai mabuk, oke?” “Hah?!” Kedua bola mata Zara membulat. “Glenn suka mabuk-mabukan?” Vince mengangguk. “Dan kalau dia yang mabuk, kamu harus menjauh darinya.” Zara mengangguk. “Iya, Pak.” “Glenn itu pacarnya banyak, kamu jangan kaget. Dia memang selalu tebar pesona. Dan dia tidak pernah puas dengan apa yang sudah dia punya. Jadi, kamu juga harus selalu hati-hati. Jangan termakan rayuannya.” “I—iya, Pak.” Mobil telah sampai di depan gerbang mansion mewah milik Glenn. Pintu gerbang langsung terbuka dan seorang pelayan wanita tampak sudah menunggu. Saat Zara turun dari mobil. Pelayan itu langsung menghampiri. Zara cukup kaget karena dikiranya ada sesuatu yang penting atau bagaimana. “Ada apa?” tanya Zara dengan wajah kebingungan. “Waktu Nyonya Zara untuk bersiap hanya tinggal tiga puluh menit lagi.” “Hah?!” “Ayo cepatlah, Nyonya. Tuan Glenn juga sedang bersiap,” tukas pelayan itu lagi dengan raut wajah tak sabar. Zara melirik pada Vince yang membuka kaca mobil sejak tadi. Vince mengangguk sekali. Dan Zara langsung megikuti pelayan itu masuk ke dalam mansion. Pintu gerbang besar tertutup kembali. Pelayan yang berjalan di depan Zara cukup cepat langkahnya, membuat Zara yang bertubuh lebih mungil harus beberapa kali agak berlari kecil untuk bisa mensejajari langkah. Mereka naik ke lantai dua. Sempat diliriknya pintu kamar Glenn yang tertutup rapat. Dan Zara kembali kaget bercampur bingung ketika dilihatnya ada dua pelayan wanita lainnya yang sedang berdri di depan pintu kamarnya. Mereka berdua membawa sebuah gaun dengan hanger, serta satu kotak besar yang entah berisi apa. “Kalian berdua mau apa?” tanya Zara sebelum membuka pintu kamar. “Kami akan membantu Nyonya Zara bersiap. Sebab waktunya hanya tinggal dua puluh lima menit lagi,” jawab salah seorang di antara mereka seraya tersenyum ramah. Zara menghela napas dalam. Dia tidak mau bertanya lagi apalagi berdebat. Dibukanya pintu kamar. Ketiga pelayan itu segera mengekor di belakangnya. Bagaikan dikomando, begitu Zara meletakkan tas kerjanya. Ketiga pelayan itu serempak bergerak dengan cepat dan sangat cekatan. Satu pelayan membersihkan wajah Zara lalu meriasnya dengan begitu profesional. Satu pelayan lainnya meminta izin untuk melepaskan pakaian kerja Zara lalu membersihkan tubuhnya dengan kain basah hangat, kemudian memakaikan gaun yang katanya sudah disiapkan oleh Glenn. “Stop! Aku tidak mau memakai gaun ini!” Tentu saja menolak. Karena mini dress itu memang terlalu mini menurut Zara. Bagian rok-nya memang masih oke, satu jengkal di atas lutut. Namun dress tanpa lengan itu begitu rendah pada bagian atasnya. “Tenang Nyonya, ada blazer semi formal yang akan menjadi luaran dress-nya.” “Ohh … baiklah.” Zara pasrah. Sebab dia sedang diburu waktu. Pelayan yang ketiga menyiapkan sepatu, baguette bag, dan berbagai aksesoris yang senada dengan dress serta riasan Zara. Jam delapan kurang tiga puluh lima menit, Zara melangkah turun pada anak tangga dengan sebelah tangannya dipegangi oleh seorang pelayan. Sebab Zara memakai high heels lima senti. Glenn ternyata menunggu di ruang tamu, dia sedang fokus pada layar handphone ketika Zara melihatnya. “Wahh!” desis Zara tanpa dia sadari. Kedua bola matanya tidak berkedip melihat Glenn yang begitu tampan dengan memakai blazer slim fit suit berwarna navy, yang ternyata senada dengan warna mini dress Zara. Glenn benar-benar terlihat berbeda dari biasanya. Zara bahkan sampai menahan napas ketika berjalan mendekati pria itu. Yang selalu diingatkan oleh Vince untuk menjaga jarak dengannya. “Glenn.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD