BAB 9. Satu Tinju Untuk Glenn

1072 Words
Zara menoleh ke belakang dan sontak kedua bola matanya melotot lebar-lebar karena saat itu juga dia melihat tubuh tinggi Vince yang berlari menerjang ke arahnya. “Pak Vi—ahh!” Zara tersentak saat itu juga karena tubuh rampingnya terangkat di udara lalu mendarat dengan manis di tepian tempat tidur lainnya. Setelah itu dilihatnya Vince meninju wajah tampan Glenn. Benar-benar menggantikan posisi Zara. “Argh!” Glenn mengerang kesakitan. Kedua tangannya langsung refleks melindungi bagian wajah supaya tidak menerima serangan berikutnya. Zara sempat melihat di tangan Glenn ada darah. Rupanya itu dari sudut bibirnya yang sobek. Vince menghela napas dalam, lalu dia berdiri tegak di lantai. Kedua tangannya berkacak pinggang. Kelihatan sekali kalau dia sedang berusaha keras untuk menurunkan emosi. Detik kemudian Vince menunjuk ke arah muka Glenn. “b******k kau, Glenn! Kau boleh tidur dengan wanita manapun yang kau mau tapi … jangan melecehkan sekertarisku! Zara hanya istri bohonganmu, ingat itu!” Perlahan Glenn mencoba bangkit lalu duduk di tepian tempat tidur. Dia mengerjap-ngerjapkan mata. Sepertinya akibat tinju itu membuat Glenn sudah lebih sadar sekarang. Berulang kali Glenn menatap antara Vince dengan Zara. Lalu dia menggelengkan kepala pelan. “Sungguh aku tidak bermaksud melecehkan Zara. Aku hanya sedang mabuk dan—” “Kalau begitu jangan mabuk ketika bersama Zara!” teriak Vince kencang membuat beberapa pelayan yang berkerumun di bawah tangga saling berbisik dengan khawatir. Mereka cemas akan terjadi perkelahian antara adik kakak yang sama tangguhnya itu, sedangkan mereka ragu untuk naik ke atas dan melerai, sebab Glenn melarang mereka naik ke lantai dua tanpa izin. “Oke. Oke,” jawab Glenn masih dengan suara yang lemah. Dia tahu betul kalau sedang dalam posisi salah, meskipun pengaruh alkohol masih terasa. Vince kelihatan mulai semakin tenang. Dia beralih menatap Zara. Kemudian berjalan dan menggamit tangan kiri Zara. Menarik dengan lembut, keluar dari kamar Glenn. Tidak lupa Vince juga menutup pintu kamar Glenn, tapi dengan sedikit membantingnya. Zara menurut saja, dia terus berjalan mengikuti Vince dengan wajah tegang. Sibuk menerka apakah Vince akan marah juga padanya? “Itu kamarmu, kan?” Zara mengangguk. “Iya.” Vince terus memegang tangan Zara sampai mereka berdua berdiri di depan sebuah pintu kamar yang letaknya tepat di samping pintu menuju kolam renang. Mereka berdiri saling berhadapan. Tatapan mata Vince yang coklat dan dalam selalu bisa menembus perasaan Zara. Seperti ada suatu yang lain pada tatapan itu tapi Zara tidak mengerti. Begitu coklat dan mampu membius, sehingga Zara selalu suka membalas tatapan mata itu. “Zara, kamu nggak apa-apa? Umm … apa Glenn sempat … sempat menyakitimu?” Vince memandang Zara dari ujung rambut sampai ujung kaki. Zara menggeleng. “Nggak, Pak Vince. Glenn hanya sempat menarikku saja tadi, makanya posisiku ada di atas badan Pak Glenn, tapi tidak lebih dari itu, sungguh.” Zara seperti sedang mengadu pada pembelanya. Vince menghela napas dalam. “Lain kali kamu boleh berteriak kencang saat dalam posisi seperti tadi, mengerti? Kamu harus melawannya, Zara. Kalau kamu tidak kuat, kamu harus berusaha lari. Tendang saja selangkangannya lalu kamu lari ke lantai bawah, mengerti?” Zara mengangguk beberapa kali. “Yaa tadi juga aku sudah melawan, Pak Vince. Bahkan aku hampir meninju wajah Glenn sebelum akhirnya justru Pak Vince yang melakukannya. Huffttt! Jangan pikir tinjuku tidak bisa membuat bibir Glenn sobek juga!” sungut Zara dalam hatinya. Dia sibuk membatin sambil terus membalas tatapan Vince. Vince kembali memindai keadaan Zara, tapi kali ini tatapannya berhenti pada d**a Zara. Keningnya mengernyit. “Kenapa kamu mau pakai baju seseksi ini padahal selama ini di kantor bajumu selalu tertutup?” Sontak Zara juga melihat ke arah dadanya sendiri. “Oh, ya ampun!” Sontak Zara merapatkan blazernya yang ternyata sudah terbuka seluruh kancingnya. Padahal tadi kancing bagian teratas sengaja dia kaitkan untuk menutupi bagian dadanya itu. Sebab dress yang dia pakai memang memiliki potongan bagian atas yang sangat rendah. Jelas sekali Vince telah melihat setengah dari dadanya yang menyembul begitu padat. Untuk ukuran tubuh yang ramping, Zara memang cukup proporsional, karena beberapa bagian tubuhnya seperti d**a dan pinggul justru padat berisi. Itu bisa jadi terbentuk karena latihan fisik yang ketat yang selalu dijalani Zara selama hidupnya dalam pengasingan. “Ta—tadi nggak begini kok, Pak Vince. Tadi blazer ini dikancing, sumpah!” Tangan kiri Zara masih memegang blazernya erat-erat, sedangkan tangan Zara terangkat dan kedua jarinya membentuk huruf V. Untuk memperkuat bahwa dia sedang tidak berbohong. Vince tersenyum tipis. Meskipun tipis sekali itu sungguh bisa membuat wajah tampannya menjadi terlihat jauh lebih bersahabat, tidak terlalu sadis lagi. Dalam hati Vince merasa lucu mendengar kalimat Zara, yang seperti ketakutan jika berbohong padanya. “Baiklah kalau begitu. Kamu harus langsung beristirahat, Zara. Dan besok datang pagi-pagi, oke?! Karena besok pagi kita ada meeting.” “Dengan divisi keuangan, Pak?” Vince menggeleng. “Tidak jadi. Kita berdua saja.” “Hmm?” Kening Zara mengernyit. Dia sudah ingin protes lagi tapi tangan Vince terulur melewati tubuhnya lalu membuka pintu kamar. “Masuklah, Zara. Kamu jangan sampai kurang istirahat supaya tidak sakit. Dan … kunci pintu kamarmu, oke?!” “Baik, Pak.” Mereka terdiam beberapa saat. Masih berdiri dengan saling berhadapan. Zara mengangkat kedua alisnya dan memasang raut wajah yang lucu. “Bapak nggak pergi? Atau mau menginap di sini malam ini? Eh! Maksudku … menginap di mansion ini, tapi tentu saja tidak di kamarku.” Vince tidak dapat lagi menahan tawanya. Dia terkekeh kecil seraya menggelengkan kepala. “Kamu masuklah, kunci pintunya. Baru aku akan pergi.” “Ohh.” Zara menurut. Dia masuk ke dalam kamar, lalu segera menutup kembali pintu dan menguncinya. Vince tersenyum. Lalu dia berjalan menuju tangga ke lantai satu. Dia sempat melirik pintu kamar Glenn yang masih tertutup rapat. Kemudian menuruni anak tangga. Beberapa pelayan masih berdiri di sana dengan wajah tegang. Mereka bergerak serempak ke pinggir saat Vince lewat di depan mereka. Vince menghentikan langkahnya lalu menoleh pada pelayan itu. “Kalau kalian mendengar teriakan Zara dari atas, saya perintahkan kalian untuk segera naik ke atas dan menolongnya. Dan kalau kalian dipecat karena hal itu, maka kalian bisa langsung bekerja di perusahaan saya besoknya. Mengerti?” Semua yang ada di sana langsung mengangguk dengan cepat. Kemudian Vince melanjutkan langkahnya menuju pintu utama depan. Mobilnya diparkir dengan sembarangan saja di depan. Tadi dia menyetir seperti orang kesetanan saat menuju ke mansion Glenn ini. Entah kenapa perasaannya selalu tertuju pada Zara dan mengkhawatirkannya. Sampai akhirnya dia menemukan Zara di dalam kamar Glenn dan dalam posisi yang sontak membuatnya naik darah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD