Lydia POV
Aku menggeliat merasakan teriknya matahari menembus jendela kamar ku. Aku meregangkan ototku kesamping hingga sebuah pekikan menyadarkanku. Aku menoleh dan tersenyum kecut. Melupakan fakta jika aku tak lagi sendiri di ranjang ini, melainkan ditemani dengan seseorang disampingku.
"Maaf" Ucapku parau khas orang bangun tidur. Daniel mengabaikan permintaan maafku justru sibuk mengucek matanya dan menatapku dengan tatapan sulit diartikan.
"Jam berapa sekarang?" Aku menunjuk kearah jam dinding berada. Daniel mengikuti jari telunjukkku dan detik kemudian terduduk dengan cepat.
"Ada apa?"
"Jam enam harus ke restoran seperti biasa" Dia menyingkap selimut dan turun dari ranjang. Sedangkan aku memilih menyandarkan punggungku pada kepala ranjang.
"Mas aku boleh ikut nggak?"
"Mau ngapain?"
"Aku kan belum pernah kesana"
"Oh"
"Boleh nggak?" Ulangku lagi.
"Boleh, tapi mau ngapain?" Aku mendengus, pertanyaannya sukses membuat moodku anjlok dipagi hari.
"Tidur ! ya lihat-lihat atau bantuin gitu !" Jawabku dengan nada sedikit meninggi.
"Lain kali aja deh" Balas nya cepat dan masuk kedalam kamar mandi.
"Ishhh"
***
Aku hampir melupakan luka pada kakiku jika saja rasa nyeri tidak terasa beberapa detik yang lalu. Sudah sedikit membaik dari pada semalam namun jika dipakai berjalan rasa nyeri masih mendominasi.
Daniel sudah pergi satu jam yang lalu bedanya dia berpamitan denganku tidak seperti kemarin main tinggal begitu saja. Dia menyuruhku untuk dirumah saja padahal aku sangat ingin ikut bersamanya, mau tidak mau aku menurutinya.
Tapi apa yang ku dapat setelah melihat Hamid- papa tersayangku menatapku dengan tajam lagi dan lagi.
"Kenapa nggak ikut?"
"Lydia lagi sakit"
"Sakit? Baik - baik aja padahal"
"Nih" Aku menunjukkan kakiku yang diplester dengan kesal.
"Halah manja nya kambuh lagi" Aku mengerucutkan bibirku.
"Sana gih susul suamimu" Setelah mengucapkan kalimat yang sulit untuk dibantah papa langsung pergi dari hadapanku.
***
Aku tiba di restoran Daniel menggunakan aplikasi GPS. Hampir satu jam perjalanan yang dibutuhkan karena aku membagi waktuku dengan melihat GPS dan jalanan.
"Maaf mbak, tolong parkir yang rapi" Seorang security menyadarkan lamunanku. Aku menoleh sekilas.
"Bisa tolong diparkirkan pak"
"Maaf ya mbak, kerjaan saya banyak bukan ngurus parkiran saja" Jawaban Security didepanku ini membuatku jengah. Lagaknya seperti orang penting saja, padahal sejak tadi aku melihat dia sibuk bermain handphone di pos jaga.
"Lalu apa gunanya disediakan security disini?"
"Untuk menjaga keamanan"
"Okay bapak menang" Aku turun dari motor ku dan mencabut kunci dengan cepat. Aku berjalan cepat kedalam tanpa menata motor ku seperti yang security perintahkan.
"Mbak woi balik mbak, ini motornya gimana woi" Teriakannya hanya aku anggap seperti angin lalu dan melanjutkan langkah ku masuk kedalam restoran. Aku terdiam berdecak kagum dengan interior restoran milik keluarga Daniel. Mengusung warna putih pada dindingnya dan warna hitam pada setiap dekorasi dan lukisan yang tertata apik disana.
Setiap sudut dihiasi bunga berdiameter sekitar 60 cm. Dan tepat didepanku terpampang pigora warna hitam dengan foto Daniel bersama keluarganya tersenyum bahagia. Tanpa sadar akupun ikut tersenyum.
"Lydia" Suara seorang lelaki menyadarkanku.
"Papa" Jawabku ketika papa Daniel mulai mendekatiku.
"Daniel ada didalam" Aku mengangguk
"Kenapa tidak berangkat sama Daniel saja?"
"Enggak pa, tadi masih ada kerjaan dirumah" Dustaku, tidak mungkin aku menjawab jika Daniel tidak mengijinkanku.
"Oh begitu, papa sudah menunggu kamu dari kemarin sebenarnya"
"Maaf pa, kemarin Lydia kerumah nenek"
"Iya tidak apa - apa, toh kemarin kita sibuk mengurus masalah yang ada" Aku mengerutkan keningku bingung.
"Masalah?"
________
Vote dan komentar ya