Lydia POV
Satu minggu berjalan begitu cepat layaknya 24 jam, dan sekarang aku sudah cantik dengan gaun putih gading pilihan Daniel tempo hari. Ternyata tidak buruk juga di tubuhku, Daniel ternyata pandai dalam hal memilih pakaian.
"Ya ampun anak Mama udah cantik, sampe pangling." Aku menoleh kearah sumber suara dan tersenyum kaku.
"Mama aku takut." Ucapku dengan tangan gemetar diatas pangkuanku.
"Nggak usah takut sayang."
Beberapa saat lalu Daniel mengucapkan ijab kabul dan kini aku sudah sah menjadi istrinya. Semua tanggung jawabku ada padanya, surgaku kini beralih pada Daniel bukan lagi pada Mama wanita yang melahirkanku. Tetapi tetap saja Mama adalah surga kedua bagiku.
Aku sempat meneteskan air mata saking terharunya ketika Daniel mengucapkan ijab kabul dengan lantang dan tanpa salah kata sedikitpun. Apalagi ketika Daniel menyamatkan cincin perak pada jari manisku, begitu juga aku. Kucium punggung tangannya dan dia mencium keningku begitu dalam. Debaran jantungku sudah tidak karuan.
Sekarang aku dengan Daniel berdiri berdampingan seraya menyalami rekan kerja
Papa Daniel, kenalan Papa serta beberapa teman SMK ku. Tak lupa Brian, lelaki itu datang bersama kekasihnya.
"Selamat ya Lyd, gue kira lo nggak jadi nikah sama ni orang." Ucapan Brian membuat Daniel menoleh ke arahku dengan tatapan bingung.
"Dia temen aku Mas." Daniel manggut-manggut paham dan segera menyalami Brian dan kekasihnya.
Resepsi yang kita laksanakan di Ballrom hotel benar-benar membuat tubuhku pegal.
"Capek Ly?" Aku menoleh kearah Daniel yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya sudah begitu segar. Setelah resepsi tadi kami pulang kerumah orang tuaku, untuk sementara waktu kami akan tinggal disini. Sebelum mendapatkan rumah baru.
"Hmm." Gumamku lirih
"Mandi gih, trus tidur." Aku mengangguk dan masuk kedalam kamar mandi. Harum sabun yang digunakan Daniel menguar keseluruhan penjuru ruang kamar mandi. Aku menghirup dengan lambat melalui lubang hidungku seraya melucuti seluruh pakaianku.
Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Daniel disana. Aku melonjak kaget dan menutupi tubuhku seadanya.
"Maaf, bisa ambilin handuk itu nggak Ly?" Daniel menunjuk handuk yang terlipat dilemari kecil.
"Ya ampun Mas, bisa ketuk pintu dulu kan!" Dumelku tidak terima.
"Maaf-maaf khilaf." Daniel nyengir menunjukkan giginya.
"Ngomong-ngomongkan udah halal, ngapain juga harus malu?"
Aku menyerobot handuk digantungan dan mengambilkan handuk yang dimaksud oleh suamiku.
"Ini Mas." Aku menyodorkan handuk kecil miliknya dengan bibir manyun.
"Makasih sayang." Daniel menjawil daguku pelan.
"Ihh apaan sih mas."
"Ternyata nggak kayak triplek kok" Daniel langsung menutup pintu dengan tawa menggelegar.
"Masssss mesummm!" Teriakku keras mengingat ucapannya tempo hari yang menyumpahi tubuhku seperti triplek.
Hampir setengah jam aku dikamar mandi namun sampai saat ini aku belum juga keluar, antara malu, takut belum siap melakukan 'itu' semua bercampur aduk menjadi satu.
"Ily, kamu nggak papa kan didalem?" Suara Daniel dari luar memanggilku, aku menelan ludahku susah payah dan menjawab suamiku.
"Baik kok mas."
"Buruan keluar ntar masuk angin"
Aku pun segera keluar seperti yang disuruh oleh Daniel. Aku memakai baju tidur berwarna pink kesukaanku. Dengan setiap lengannya mampu menutupi seluruh tubuhku. Mengingat Daniel tidak menyukai wanita dengan pakaian terbuka.
"Ngapain lama banget sih Ly?"
"Mandi mas." Aku bergabung dengannya yang sedang berbaring diranjang kami.
"Sini" Daniel menepuk pahanya.
"Ngapain Mas?" Aku menatapnya bingung.
"Duduk aja disini." Mau tidak mau aku menuruti kemauan Daniel dan duduk dipangkuannya dengan ragu.