Lydia POV
Dua minggu setelah kejadian dimana Papa mengumumkan perjodohanku dengan lelaki yang sama sekali bukan typeku. Justru sekarang keluarga dari Daniel sudah tiba dirumah orang tuaku beberapa saat lalu.
Mereka datang hanya bertiga yaitu Daniel, Mamanya dan Papanya. Sejak tadi aku tidak berani mendongakkan wajahku karena kesal masih merayapiku dan enggan bertatap muka dengan lelaki itu.
"Jadi kapan enaknya Pak?" Pertanyaan Aryadi, papa Daniel membuatku jengah. Aku meneliti wajah Papa Daniel, seperti pernah melihat tetaapi entah dimana aku lupa.
Aku mendengus mendengar pertanyaan lelaki paruh baya itu. Enak-enak! sini yang susah dumelku dalam hati.
"Secepatnya saja Pak, saya juga menginginkan Cucu secepatnya juga." Balas Papaku dengan wajah sumringah.
Whatt? Aku menjerit dalam hati.
"Apa-apaan sih Papa ini udah ngejodohin nggak bilang-bilang. Sekarang minta Cucu juga nggak izin dulu!"
"Ngomong-ngomong siapa sih yang mau nikah sama dia. Model kayak preman gitu emang bisa ngurus anak." Cerorosku panjang lebar, masa bodoh dengan pikiran mereka terhadapku yang tidak sopan sama sekali. Justru bagus jika karena ucapanku ini mereka membatalkan perjodohan ini. Aku sangat senang sekali jungkir balik malah!
"Mantan preman sekalipun, gue gini-gini juga punya perasaan tau sama anak gue ntar. Nggak mungkin gue ajarin tonjok-tojokan." Tiba-tiba lelaki itu angkat bicara tanpa mengalihkan tatapan mata tajamnya padaku.
"Yang namanya preman tetep aja preman." Jawabku tak mau kalah.
"Syukur gue mantan preman, bukan mantan Ustad." Lelaki itu menekan disetiap kata Ustad.
"Loh kok kalian jadi berantem gini?" Papaku bertanya dengan wajah bingung.
"Dan kamu Lyd jaga ucapan kamu!" Lagi-lagi Papa menatapku garang. Aku menunduk takut melihat matanya yang memerah menahan amarah.
"Satu minggu lagi kita nikah." Lelaki itu mengeluarkan sebuah kalimat yang sukses membuatku membelalak tak percaya.
"Apa-apaan sih!" Teriakku tidak suka.
"Baik, kalian menikah satu minggu lagi." Ucap Aryadi menyetujui, aku mendelik kesal.
Aku menoleh kearah Mama meminta bantuan agar membatalkan perjodohan ini, namun apa yang kudapat?. Mama justru mengangguk menyetujui pernikahan kita yang akan di lalukan satu minggu lagi. Sungguh membuatku gula. Gila maksudnya ! Brian tolong aku !
Aku pergi kekamarku setelah pengumuman pernikahanku dengan Daniel padahal keluarganya belum pulang hingga saat ini. Mereka masih asyik mengobrol dan sesekali tertawa diruang tamu.
Mengingat perjodohan tadi, bodohnya lelaki itu tidak membantah perjodohan ini. Malah mempercepat pernikahan kita. Sial dia sungguh tidak waras atau gimana sih?
Suara pintu kamarku terbuka, aku langsung menoleh dan mendapati Daniel berdiri didepan pintu. Aku mendengus kasar. Daniel menutup pintu dan berjalan mendekatiku.
"Mau ngapain lo?" Tanyaku ketus.
"Ngeliat lo, mau ngapain lagi emang, atau..." Daniel mengantungkan ucapannya.
"Atau apa? Awas macem-macem lo !"
"Atau ngebuatin Cucu, buat Papa kamu" Daniel mengerling jahil. Aku langsung menghadiahi pukulan keras dilengannya namun tidak berefek sama sekali padanya.
"Apaan sih lo, gue nggak mau!"
"Cih, lo kira gue mau. Badan kayak triplek gitu nggak ada sexy-sexynya" Daniel menatapku dari atas sampai bawah. Dan matanya berhenti dibuah dadaku.
"Awas aja kalo anak gue nggak lo kasih ASI" Refleks aku menutupi dadaku dengan bantal. Dan melempar sisa bantal yang ada kearah Daniel.
"Dasar m***m!" Teriakku seraya melempar bantal kearahnya. Dengan sigap Daniel menangkap bantalku dan memeluknya erat. Ekspresi wajahnya membuatku jijik, yang berlagak sok imut.
"Jijik tau!"
"Iyaa gue tau gue ganteng."
"Apaan sih, PD banget jadi orang!"
"Udah lah, terima aja perjodohan ini. Bukannya kita nggak susah-susah cari jodoh diluar sana"
"Gue nggak sependapat, kayak nggak laku aja."
"Ya emang lo nggak laku, dan cuman gue aja yang mau sama lo."
"Tapi gue ogah!"
"Tapi lo lama-lama bakal mau kok." Daniel yang sejak tadi berdiri didepanku kini berjalan kearahku. Semakin mendekatiku hingga kakinya membentur kakiku yang menggantung.
Aku gugup sekaligus bingung dengannya sekarang. Daniel semakin mendekatkan wajahnya kearahku dan bodohnya ketika tangan kanannya memegang tengkukku aku hanya diam saja. Setan mana yang merasukiku? Tolong sadarkan aku ya tuhan!
Kesadaranku seperti terhempas jauh, hingga tanpa sadar bibirnya tepat berada diatas bibirku. Aku membelalak menatap Daniel yang sudah terpejam dan sesekali mulai melumat bibirku. My first kiss ! Aku menjerit dalam hati.
Aku melenguh ketika Daniel menggigit bibir bawahku. Dan kesempatan emas ini dia gunakan untuk mengeksplor rongga mulutku. Sial ! aku mulai terbuai dengan ciumannya dan ikut terpejam.