Danu mengabaikan Keke. Dia pura-pura tidak melihat dan pura-pura tidak mendengar kalau ada seseorang yang memanggilnya. Sungguh, Keke adalah wanita yang mudah membuat hatinya sangat jengkel dan mangkel dalam waktu bersamaan.
Danu memberikan isyarat pada Kadir untuk memarkirkan mobilnya. Kadirpun buru-buru melaksanakan tugas dari bos besarnya yang merupakan CEO di sana.
Keke berlari hingga bisa sampai di hadapan Danu. “Hai, Kak Danu!” seru Keke dengan wajah ceria menyapa Danu. Ini adalah salah dua bagian dari cara mendekati Danu sesuai dengan trik yang dia tulis di secarik kertas yang masih ada dalam kantong blazernya.
“Biarkan saya lewat!” seru Danu.
“Kak Danu, apakah semalam tidur Kak Danu nyenyak semalam?” tanya Keke.
Danu menempelkan kartu akses, Keke melakukan hal yang sama. Lalu kembali berjalan menyejajarkan diri dengan Danu.
“Kembalilah ke mejamu!” seru Danu.
“Tidak mau, aku akan menunggu sampai Kakak menjawab pertanyaan aku terlebih dahulu.” kata Keke. Dalam catatannya dia harus mengajak Danu berbicara hal yang ringan.
“Lebih nyenyak kamu yang membolos di jam kerja.” seru Danu.
“Wah, apakah Kakak tahu kalau kemarin aku tidak pergi ke kantor?” tanya Keke dengan wajah berbinar.
Bila benar Danu mengetahui kalau Keke tidak masuk kemarin, Keke merasa kalau diam-diam Danu sudah memiliki ketertarikan kepadanya. Dia hanya perlu mencari cara agar Danu bisa mengutarakan perasaan Danu kepadanya.
“Tentu saja, di hari rapat peluncuran novelmu, kamu tidak datang, bagaimana saya tidak tahu?” kata Danu.
Keke membelakakkan matanya.
“Bukankah rapat itu tanggal 25?” tanya Keke.
Keke benar-benar tidak tahu sekarang tanggal berapa. Diapun mengambil smartphone-nya lalu mengecek tanggal hari ini. Dan benar saja sekarang tanggal 26, artinya kemarin adalah rapat peluncuran n****+ terbarunya.
“Maafkan aku, Kak. Sungguh aku lupa.” kata Keke sembari kembali mengejar Danu yang kian mempercepat langkahnya menuju lift.
TING!
Pintu lift terbuka. Lift itu kosong, mereka berduapun masuk ke dalam. Danu memutar bola mata kesal karena harus satu lift dengan Keke. Danupun menekan tombol agar lift tetap terbuka.
“Keluarlah!” seru Danu kejam.
“Tidak mau, aku hanya ingin meminta maaf padamu.” kata Keke.
“Keluar atau tahun ini semua novelmu tidak akan ada yang diterbitkan.” seru Danu.
“Baiklah.” kata Keke lesu.
Kekepun keluar. Dari luar lift Keke masih tersenyum ceria sambil melambaikan tangan pada Danu. Danu hanya memandanganya dengan datar dan malas. Pintupun tertutup, Keke masih saja melambaikan tangan.
“Aku harus meminta penjelasan pada Zahra.” gumam Keke pada dirinya sendiri.
Keke langsung pergi menuju lift di sampingnya yang terbuka. Ada empat lift di gedung ini, dengan dua lift yang saling berhadapan. Diapun masuk ke dalam lift yang dimaksud dan menekan lantai 30. Bangunan gedung ini berjumlah 32 lantai. Lantai paling atas adalah ruangan Danu.
Sampai di ruangan. Dia buru-buru mencari Zahra, editor kesayanganya. Keke memang hanya mau Zahra yang menjadi editornya tidak mau orang lain.
“Zara!” seru Keke ketika melihat Zahra tengah duduk frustasi.
“Hai, Ke.” balas Zahra dengan lemas-selemas-lemasnya.
“Zara! Kenapa kamu tidak mengingatkanku mengenai rapat kemarin?” tanya Keke.
“Ntahlah, Ke. Sudah tamat riwayatku.” kata Zahra. Wajahnya pasrah.
Di dalam pikiran Zahra, Zahra kembali terbayang bagaimana Danu memarahinya habis-habisan kemarin karena telah memberi Keke izin di hari rapat besar untuk penerbitan n****+ Keke.
“Tamat bagaimana?” tanya Keke.
“Kau, tahu? Pak Danu marah besar kepadaku. Aku baru kali ini melihat Pak Danu marah. Meski tampan, saat marah dia langsung berubah menjadi monster yang siap menerkamku. Dia membatalkan penerbitan novelmu.” kata Zahra.
“Untungnya aku sudah kebal masalah ini. Baiklah, tenang saja, aku akan membuat Kak Danu menerbitkan bukuku. Kamu tenang saja.” kata Keke.
“Kau berjanji?” tanya Zahra.
“Tentu saja aku janji.” kata Keke.
***
Keke masuk ke dalam ruangan Danu. Melihat Keke yang masuk, Danu langsung pura-pura menyibukkan diri agar tidak perlu menanggapi kehadiran Keke lagi.
Saat dia membuka laptopnya salah satu iklan muncul di layarnya. Iklan pencarian seorang istri untuk CEO kejam bernama Hardi Tri Wijaya. Iklan ini kerap kali muncul bagi di layar laptopnya maupun di baliho-baliho di jalan raya.
“Hai, Kak Danu!” sapa Keke dengan riang. Dia masih melancarkan aksi pedekate-nya. Dia harus riang, dan dia harus menyapa ‘gebetan’nya.
“Pergilah bila kau datang hanya untuk menyapa saya sambil senyum-senyum seperti itu.” kata Danu hanya melirik sinis ke arah Keke.
“Kakak, sedang apa?” tanya Keke sangat riang.
Tanpa diminta dia langsung berjalan menuju Danu dan berdiri di belakang Danu. Dia mencondongkan tubuhnya agar bisa melihat apa yang sedang dikerjakan Danu. Mau tak mau, Danu langsung menutup laptopnya karena memang dia sedang tidak melakukan apapun.
“Lho, mengapa ditutup, Kak?” tanya Keke sambil memanjakan kata-katanya.
“Keluarlah!” kata Danu smabil menatap tajam mata Keke yang kini berada di sampingnya.
“Aku tidak mau. Ada yang ingin aku sampaikan, Kak.” kata Keke.
“Kalau kamu ingin mengutarakan perasaanmu pada saya, saya akan menjawabnya sekrang, saya tidak akan menerima cintamu.” kata Danu dengan jahatnya.
Keke hanya bisa memanyunkan bibirnya. Meski kerap kali ditolak dengan kalimat yang sama, namuan rasanya Keke tetap saja mengalami rasa sakit di hatinya. Mungkin ini karena rasa sayangnya itu, hingga dia tetap merasa sakit walaupun sudah terbiasa.
“Aku ingin membacakan novelku.” kata Keke.
“Duduklah kalau begitu.” kata Danu, professional.
Kekepun mencium pipi Danu, dan berlari ke arah sofa dan duduk di sana. Meski tadi dia mengucapkan kalimat tadi dengan serius namun dia tetap tidak tahan melihat wajah Danu di dekatnya.
“Heiii!” seru Danu protes. Sambil mengelap pipinya dengan kasar, seakan dia tidak sudi bila ada sedikit bekas bibir Keke di pipinya.
Keke hanya bisa terkikik. “Wajahmu begitu tampan hingga aku sulit mengontrol diriku, Kak.”
Danupun berjalan menghampiri Keke. Dia duduk di seberang Keke. Wajahnya sangat kesal dan masa memandang wajah Keke. Wajah yang begitu ingin dia musnahkan secepatnya.
“Tolong terbitkan novelku, Kak.” kata Keke.
Keke kembali teringat pada ekspresi Zahra yang sangat sedih bila novelnya gagal diterbitkan. Lagi pula, terbitnya n****+ terbarunya yang berjudul ‘Pemanis Sendu” sudah sangat dinanti-nantikan oleh pembaca setianya.
Sebagai penulis yang sangat mendengarkan kata-kata atau aspirasi dari pembacanya, Keke sangat memikirkan apa yang terjadi jika novelnya gaga diterbitkan. Lagi pula Danu sebetulnya tidak salah, karena ini semua kesalahan Keke yang hilang begitu saja saat rapat.
Danu seorang yang sangat tidak menyukai bila ada bawahannya tidak hadir di acara rapat besar. Apalagi acara yang sudah di desain agar semua orang penting dalam perusahan menghampiri acara rapat tersebut.
Ketidakhadiran Kemarin sangat fatal mengingat Keke harus mempresentasikan n****+ garapannya. Meski menyebalkan, Keke tetaplah mascot dari Penerbit Nara. Secara tidak langsung, Kekelah yang membuat Penerbit Nara menjadi besar seperti sekarang.
“Apa saya tidak mengatakannya dengan jelas kalau saya tidak ingin menerbitkan novelmu itu?” kata Danu.
Danu tentu hanya menjual mahal saja, karena profit yang yang akan didapatkan perusahaan sangatlah besar, dia hanya perlu menjual mahal di depan Keke. Dia jelas tahu kalau Keke pasti akan mencarinya dan memohon agar novelnya tetap diterbitkan.
“Tolonglah, Kak. Ini semua salah aku. Rasanya tidak adil, ketika aku yang membolos rapat namun Zara dan pembaca setiaku merasakan imbasnya.” kata Keke.
“Kau sudah rahu akibatnya bukan? Silakan keluar.” kata Danu.
Keke membuka blazernya. Kini pakaiannya sangat menggoda. Dalam hati Keke berpikir untuk melakukan pepatah ‘sambil menyelam minum air’. Dres hitam ketat kini memperlihatkan lekuk tubuhnya.
“Pakai blazermu!” seru Danu.
“Tidak mau.” kata Keke.
Melihat Danu yang mulai mengalihkan pandangannya. Keke pun dengan sengaja langsung menghampiri Danu, dan duduk di samping Danu.
“Aku akan memakainya dengan dua syarat.” kata Keke.
“Apa?” tanya Danu.
“Terbitkan novelku dan terima cintaku.” kata Keke.
“Tidak, tidak mau!” seru Danu.
Keke pun memeluk Danu dengan erat. Danu menghindar namun dia tidak bisa karena Keke memeluknya dengan begitu erat. Situasi menjadi jauh lebih tidak nyaman bagi Danu karena pakaian Keke yang begitu seksi.
Tiba-tiba seorang direktur bagian pemasaran masuk.
“Eh, Pak. Maafkan saya.” kata direktur bagian pemasaran itu dengan wajah yang tidak enak.
Sontak Danu dan Keke menoleh. Danu menggeleng, dia mengisyaratkan kalau ini semua tidak seperti yang dipikirkan direktur itu.
“Silakan dilanjut, Pak. Mohon maaf sekali lagi. Saya permisi.” kata Direktur itu lalu keluar ruangan.
“Lepas! Semua orang bisa salah paham!” seru Danu.
“Setujui persyaratanku!” seru Keke.
Danu memutar otak untuk bisa bertahan di situasi genting. Seketika otaknya menampilkan iklan tadi muncul di laptopnya.