REKAN MENYEBALKAN

1377 Words
Sesampainya mereka dirumah, Nayla langsung menyalami Tante Marisa dan memeluk nya. Selama ini dia akan menemui wanita yang tak lagi muda ini, jika Tante Marisa kebetulan berkunjung ke ibukota. Dan setelah 5 tahun berlalu, ini kali pertama Nayla pulang itupun sebab rengekan dari Tante nya yang sudah seperti ibu nya sendiri. "Jadi gimana perjalanan kamu nay ?" tanya Tante Marisa setelah sesi peluk-peluk nya selesai. Regi tak terlihat lagi, mungkin dia langsung pergi lagi. "aman Tante, " jawab nya singkat lalu tersenyum kearah wanita paruh baya itu. "kerjaan gimana ?" "sekarang akan ada proyek baru di tiga kota. salah satu nya disini." "waaah, semoga saja kamu bisa pindah kesini deh. biar gak susah kalau mau nemuin kamu. rasa nya ibu sangat kesulitan bahkan untuk ketemu kamu akhir-akhir ini." Wanita itu tersenyum lebar namun tetap elegan sambil menyesap teh yang baru saja disuguhkan oleh asisten keluarga nya, tanpa lupa menghirup dulu aroma teh melati yang khas milik keluarga ini. dan itu juga kebiasaan Nayla. sedikit banyak nya kebiasaan keluarga besar nya tidak membuat nya semudah itu membuang semua nya. Dia ingat betul, bagaimana sabar nya sang ibu saat mengajari nya tata Krama dan hal-hal yang harus dia perhatikan bila berada dalam pertemuan keluarga besar. "mumpung kamu disini, setelah acara selesai Kita ziarah ke makam yah ?" pinta Tante Marisa. "diusahakan Bu, soal nya Nayla benar-benar sibuk. inipun Nayla masih menerima banyak laporan yang harus di kerjakan lalu..." "Iyah sayang, Iyah. ibu sangat faham. jangan kan sekretaris perusahaan besar. ibu aja yang cuma sekretaris rumah tangga kadang repot dan bingung sendiri. padahal ibu hanya berhadapan dengan Regi dan paman mu" kata Tante Marisa sambil menutup mulut nya dan tertawa pelan. ini juga aturan ketat dari keluarga besar. 'TIDAK BOLEH TERTAWA TERBAHAK-BAHAK'. Sambil masih terus berbincang-bincang ringan, telpon Nayla berdering. dia pun izin kepada Tante Marisa untuk mengangkat telpon. dan Tante Marisa tidak keberatan. "hallo pak ?" "iyah, kamu sudah sampai ?" "baru sampai pak." "sebelum nya maaf jika bapak mengganggu mu. tapi ini mendesak." "tidak apa-apa pak, ada apa ?" "soal proyek kita disitu, bapak ingin kamu menemani Nugraha menemui klien kita malam ini. yah, kamu tahu sendiri lah, dia anak yang ceroboh. lagipun saya belum sempat merekrut sekretaris untuk nya. untung saja langsung kepikiran kamu, Nugraha juga baru sampai di hotel tadi. Kamu bisa menemui dia sekarang dan meeting kecil agar penjelasan kalian kompak saat bertemu klien." "emmmh...." Nayla jelas berfikir keras. "apa ini merepotkan mu ?" "tidak pak, saya akan bersiap sekarang untuk menemui nya. materi nya masih sama dengan hasil yang kita setujui saat meeting terakhir kan pak ?" "iyah, bapak sudah mengirimkan berkas nya untuk di tinjau klien kita. dia sangat tertarik dan ingin mendengar penjelasan lebih rinci nya secara langsung. karena mendadak dan yang stay dikantor hanya Nugraha, jadi bapak mengirim dia." "iyah pak. tidak apa-apa" "berkas nya ada kamu bawah ?" "file nya ada pak ? nanti saya cetak dan saya bawa sekalian." "ini yang saya suka dari kamu, tidak pernah mengecewakan saya. selalu menyiapkan semua nya dengan baik. sangat teliti. saya percaya keberhasilan proyek ini pada mu." "terimakasih pak, kalau begitu bisa kirimkan saya nomor kontak pak Nugraha ?" "iyah, nanti bapak kirimkan. bersiap lah" "iyah pak." "sekali lagi bapak ucap kan terimakasih banyak. selamat malam" "iyah, selamat malam pak." Nayla melepaskan handphone yang tadi di lekatkan ke telinga nya. melirik jam tangan kecil di pergelangan tangan nya, sudah pukul 19.15. dia memijat pelan pelipis nya, serasa ada yang berdenyut tiba-tiba disana. Bukan tak suka diberi pekerjaan mendadak, namun seorang sekretaris memang lah harus siap kapan saja dan dimana saja. Namun rekan kerja nya kali ini bukan lah orang yang tepat, laki-laki yang bernama Nugraha itu sempat membuat nya hampir kehilangan pekerjaan dua tahun lalu. bisa dipastikan, ini akan menjadi pekerjaan berat sebab harus berusaha melawan emosi. setelah cukup tenang, Nayla kembali masuk. "Bu, nayla minta maaf. seperti nya harus keluar malam ini." "loh, mau kemana ? kamu baru sampai belum juga istrahat, sudah mau pergi lagi." "mendadak Bu, soal proyek yang baru saja tadi kita bahas itu." "waaah, kalau mengenai hal penting begitu. ibu tidak bisa berkata banyak lagi. Regi antar ?" "gak usah Bu, saya naik taksi saja." "bener ini gak apa-apa ?" "iyah Bu, saya pamit kebelakang dulu. mau ganti baju Bu " "iyah silahkan nak" ucap Tante Marisa . Dia terus menatap pundak Nayla yang berlenggak menjauhi nya. Gadis kecil yang rapuh itu sudah tumbuh dewasa dan tangguh seakan tak mengenal rasa lelah. mungkin inilah yang dinamakan darah muda, masa yang Berapi-api, atau ungkapan yang sejenis itulah. *** Nayla terlihat berdiri didepan pintu sebuah restoran dilantai dasar hotel berbintang lima dikota itu, dia terlihat beberapa kali menempelkan handphone ke telinganya. dia mulai kessal. "haiii...." sapa seseorang dari arah belakang nya. Namun dia tidak terkejut sama sekali. seakan tahu bahwa akan ada orang yang datang. "apa dia punya Indra keenam , dia bahkan tidak terkejut sama sekali" ucap Nugraha didalam hati nya. jelas terlihat binar kekaguman didalam kornea Nya yang tak luput dari memandang Nayla dari ujung kaki sampai ujung rambut. "selalu perfect" Nayla tak menanggapi nya langsung masuk ketika pintu kaca lebar itu terbuka sendiri saat dia melangkahkan kaki nya beberapa kali mendekati pintu. seperti biasa dia memilih duduk paling pojok dibelakang. Nugraha hanya membuntuti nya dari belakang tanpa suara. dress selutut dengan sedikit belahan di bagian belakang lutut nya memperlihatkan kulit nya yang mulus, baju itu pas di badan nya, tidak terlalu ketat tapi jelas memperlihatkan bentuk tubuh yang ideal. pas Dimata, dan itu membuat jakun Nugraha sedari tadi naik turun tanpa disadari nya. "kamu sudah baca file yang saya kirimkan ?" tanya Nayla memecah keheningan. Nugraha jelas tak mendengar nya, dia fokus pada dua gundukan lunak yang sedikit timbul dari balik kerah dress nya. Nayla tahu diri nya membuat fokus Nugraha benar-benar buyar. dia menepuk meja beberapa kali dengan tangan kiri nya, dan tangan kanan nya sengaja memperbaiki kalung kecil nya untuk menghalangi sedikit pandangan Nugraha. "jangan buang waktu ku." ucap nya dengan tegas dan penuh penekanan. Nugraha menggeleng dan menatap wajah Nayla, rambut yang ditata rapi dan tersanggul indah itu memperlihatkan leher jenjang nya yang tak kalah putih dan mulus dari betis nya. anak-anak rambut yang tak ikut tersanggul berliuk-liuk kesana kemari. "ku tanya sekali lagi, apa kamu sudah membaca file nya ?" Nugraha lagi-lagi menggelengkan kepala nya. "kenapa tidak dibaca ?" Nugraha terlihat mulai heboh sendiri tanpa beranjak dari duduk nya, dia terus merogoh-rogoh semua kantong nya. tapi sepertinya yang dicari tak juga ditemukan. "handphone nya ketinggalan, aku ambil dulu." jawab nya dan bersiap untuk berdiri, namun Nayla sigap menahan nya. "lihat disini saja" ucap nya sambil menyerahkan tab nya. Nugraha menerima dan mulai membaca. kemudian men-slide nya beberapa kali. "bukan nya ini laporan hasil meeting kemarin." "pak Rangga meminta ku untuk membahas ini lagi pada mu. agar besok tidak ada kesalahan apapun." "papa tahu kamu paling jago kalau soal beginian, aku dikirim cuma sebagai simbol. udah kamu aja yang jelasin ke klien, ntar kalo aku yang ngomong bakal runyam lagi." "kenapa bicara nya santai begitu ? kita sedang kerja sekarang." "hemmmh," Nugraha menarik nafas panjang. "kamu gak lelah apa selalu tegap begitu, dengan cara bicara yang terlalu normal. apa rahang mu tidak membatu. santai saja jika dengan ku. kita juga seumuran, jangan seakan-akan kamu lagi ngomong sama papa." "tapi saya tidak terbiasa mencampur adukkan hal. pekerjaan tetap peker..." "shuuut, aku lapar..." ucap nya memotong ucapan Nayla sambil melambaikan tangan memberi kode agar pelayan restoran menghampiri nya. "mau makan apa ?" "tidak. kamu pesan saja" "ini dua, dan minuman nya ini. menu penutup.... emmm ini. masing-masing dua. oh, ini juga" ucap Nugraha sambil menunjuk-nunjuk buku menu yang dia buka dan ditunjuk kan kepada pelayan resto. "kenapa pesan dua ?" "buat kamu lah. " jawab Nugraha "aku gak makan lagi diatas jam 8 malam" "masih diet ?" "gak" "trus ?" "menjaga pola makan" "kamu kalo kurus jadi jelek, gak usah diet lah. makan aja, makan. aku udah capek pesen , dibayar pake uang, gak menghargai banget usaha orang." "makanan ini saya yang bayar" ucap Nayla ketus. "bukan soal uang nya tapi..." seorang pelayan laki-laki datang menghampiri mereka membuat Nugraha terpaksa memotong ucapan nya. lelaki itu menuangkan minuman berwarna ke emasan kedalam gelas cantik yang dia bawah bersama nya tadi. "kamu gila yah pesan ginian ?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD