Chapter 1
Selamat membaca
Selepas cukup lama dirawat di rumah sakit, Lidra sudah diizinkan pulang setelah kondisinya berangsur membaik. Namun, kecelakaan itu membuat wanita itu mengalami amnesia karena benturan yang cukup keras di kepala. Nama, keluarga, bahkan suaminya sendiri dia tidak mengingatnya.
Semuanya masih terasa asing bagi Lidra. Meskipun keluarganya sendiri dan keluarga mertuanya sering menjenguknya ketika dia masih berada di rumah sakit, tetapi dia tidak bisa merasakan perasaan apa pun terhadap semua orang. Entah itu haru, sedih, senang, atau pun perasaan lainnya yang sering dirasakan oleh orang-orang yang memiliki hati. Yang ada di dalam dirinya saat ini hanyalah perasaan hambar.
Seperti sekarang ini saat dia masih berada di dalam mobil bersama dengan Respati menuju rumah. Di sepanjang perjalanan dua orang itu hanya diam dengan pikirannya masing-masing. Lidra yang menatap lurus ke depan tanpa ekspresi, sedangkan Respati yang tetap fokus menyetir mobil dengan aura dingin yang tidak pernah lepas dari dalam dirinya.
Sejak sadar dari koma dan sampai saat ini pun, Lidra masih juga belum percaya jika Respati adalah suaminya yang telah bersamanya selama kurang lebih satu tahun. Dia tidak tau cerita sebelum dia bisa menikah dengan Respati, karena memang tidak ada yang memberitahunya. Mereka hanya baru mengenalkan diri mereka masing-masing dan belum menceritakan tentang banyak hal.
"Bagaimana kita bisa menikah?" tanya Lidra datar tanpa menoleh ke arah Respati.
"Aku tidak mengerti maksud pertanyaanmu," pungkas Respati dingin.
"Sepertinya kita tidak saling mencintai."
"Kenapa bisa berpikir begitu?"
"Sikap kamu tidak seperti suami yang mencintai istrinya," tukas Lidra tanpa ekspresi.
Respati terdiam membisu.
"Ternyata benar."
"Kita juga berbicara formal tidak seperti pasangan suami istri seharusnya. Sepertinya hubungan kita memang tidak baik," ujar Lidra tenang.
"Tidak mungkin kita menikah jika kita tidak saling mencintai," bantah Respati.
"Aku tau mama dan papa sudah memberitahu kamu sebelumnya agar jangan mengatakan apa pun yang nantinya justru akan membebani pikiran aku." Lidra menoleh ke arah Respati yang juga menoleh ke arahnya.
"Katakan saja yang sebenarnya, Mas.
Aku sama sekali tidak keberatan mendengar pengakuan kamu yang tidak mencintai aku. Karena aku pun juga sama."
Seketika raut wajah Respati berubah saat mendengar ucapan Lidra yang tak terduga. Pria itu nyaris kehilangan konsentrasi dan fokus saat menyetir mobil karena terkejut dengan pengakuan wanita itu.
"Jujur saja, aku tidak memiliki perasaan khusus denganmu. Bahkan sedikit pun aku tidak merasakannya," sambung Lidra mengatakan tentang perasaannya kepada Respati yang sebenarnya.
Sedangkan Respati hanya diam dan tidak membalas ucapan Lidra. Dia berusaha untuk tenang dan tetap fokus menyetir mobil.
Setelah menghabiskan waktu di perjalanan dalam keheningan, akhirnya mereka tiba di rumah orang tua Respati. Mereka tinggal sementara di sana karena rumah yang ditempati Respati dan Lidra sedang direnovasi besar-besaran. Setidaknya itulah yang Lidra dengar dari penjelasan keluarganya.
Saat Lidra masuk ke dalam bersama dengan Respati, Lidra langsung disambut dengan hangat oleh ayah dan ibu mertuanya.
Rike yang melihat menantunya datang segera memeluk Lidra erat dengan tatapan penuh kasih sayang. "Mama senang akhirnya kamu kembali, Nak," tuturnya tersenyum simpul sembari menangkup pipi Lidra.
Meskipun Lidra sudah berusia 27 tahun, namun Rike selalu memperlakukan menantunya seperti putri kecilnya. Dan tidak jarang Lidra sendiri cukup merasa terbebani dengan kasih sayang berlimpah yang Rike berikan.
Lidra terlihat memaksakan senyumnya. "Terima kasih, Ma," tuturnya sopan.
"Sudah, Ma. Biarkan Lidra istirahat dulu di kamar," ujar Wibowo ketika melihat istrinya terus berbicara dengan Lidra yang baru saja pulang dari rumah sakit.
"Anggun, kamu antar Mbakmu ke kamar," suruh Wibowo menoleh ke arah putri angkatnya.
"Iya, Pa," sahut Anggun patuh dan menggandeng tangan Lidra untuk membawanya ke kamarnya Respati.
Sedangkan Respati juga ikut menyusul untuk meletakkan tas yang berisi barang-barang Lidra saat di rumah sakit.
"Terima kasih, Anggun," tutur Respati lembut sembari menatap hangat ke arah Anggun yang telah mengantar Lidra ke kamar.
Anggun membalas senyuman Respati, lalu berlalu pergi meninggalkan Respati berdua dengan Lidra.
Lidra tersenyum sinis. Lihat itu, bahkan dia tidak pernah tersenyum kepadanya sejak berada di rumah sakit. Respati selalu memasang wajah dingin seakan tak peduli. Namun sikapnya seketika berubah drastis saat bersama dengan adik angkatnya.
Dua orang itu jelas saling tertarik dan memiliki perasaan satu sama lain. Lidra langsung bisa menangkapnya dari gerak-gerik mereka berdua dan cara mereka memandang. Ditambah lagi saat bertemu dengan Anggun di rumah sakit, Lidra sudah merasa tidak cocok dengan wanita yang lebih muda tiga tahun darinya itu.
Sebenarnya kenapa ia bisa menikah dengan seorang pria yang justru menyukai wanita lain?
TBC.