Ulang Tahun Pernikahan Yang Pahit

1188 Words
Keesokan harinya, Intan bangun dengan penuh semangat. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahannya dengan Bima. Dia berencana membuat hari ini istimewa meskipun banyak masalah datang yang sedang dihadapi. Setelah menghabiskan ritual pagi dengan berdandan dan menyiapkan segala sesuatu untuk keperluannya dan juga suami. Tidak lupa juga dengan sang mertua meskipun sering diperlakukan buruk, tetapi Intan tetap berbakti kepada sang mertua. Setelah selesai semua, intan pergi ke toko kue untuk mengambil kue ulang tahun yang sudah dia pesan. *** Intan tetap berangkat ke kantor dan dia memutuskan untuk meminta izin kepada Mahendra agar bisa pulang lebih cepat. Intan mengetuk pintu ruangan Mahendra dengan sedikit gugup. Entah kenapa rasa gugup itu tidak hilang-hilang meski dia sudah berusaha keras untuk bersikap seolah ciuman itu tidak pernah terjadi. "Masuk!" Suara Mahendra terdengar dari dalam ruangan. Meminta sang pengetuk pintu untuk masuk ke dalam. Intan masuk dan menatap Mahendra dengan senyuman canggungnya. "Pak Mahendra, boleh saya izin pulang lebih awal hari ini? Hari ini adalah ulang tahun pernikahan saya." Dengan keberaniannya, Intan meminta izin untuk pulang. Sebenarnya Intan juga takut meminta izin karena urusan pribadi, tetapi ini acara penting untuknya. Intan berharap Mahendra bisa mengerti situasinya. Mahendra terkejut sejenak, lalu tersenyum kecil. "Oh, tentu saja, Intan. Selamat ulang tahun pernikahan. Semoga kalian selalu bahagia." "Terima kasih, Pak," jawab Intan dengan wajah berseri-seri. Sepeninggal Intan, senyum yang tadi tercetak di bibir Mahendra hilang begitu saja. Matanya berubah sendu. Menyimpan sebuah rahasia besar yang selama ini dia tutup rapat-rapat. Ya, pria itu sebenarnya sudah lama mencintai Intan sebelum Intan menikah, tetapi Mahendra tetap diam hingga Intan menikah dengan pria lain. *** Setelah mendapatkan izin, Intan segera pulang dengan membawa sekotak kue ulang tahun dan sebuah paper bag berisi hadiah spesial untuk suaminya dan sebuah jam tangan mewah untuk diberikan kepada Bima sebagai hadiah. Intan merasa gembira karena bisa memberikan sesuatu yang istimewa di hari pernikahannya. Hadiah yang terbilang cukup mahal karena siapa pun tidak akan mengira jika penghasilannya sebagai sekretaris bisa membeli barang tersebut. Ya, diam-diam Intan memiliki pekerja sampingan lain. Dia adalah seorang selegram Tik Tok yang tengah populer dan memiliki rate harga endorse yang cukup tinggi. Hal yang tidak diketahui oleh Bima ataupun mertuanya. Saat tiba di rumah, Intan melihat mobil suaminya sudah terparkir di halaman. Ini sesuai rencananya semula. Dengan perasaan yang berdebar, Intan segera menyiapkan kue dan lilin untuk membuat suaminya terkejut. Setelah semuanya siap, dia membawa kue dengan lilin yang menyala dan mulai memasuki rumah. Namun, saat akan masuk, samar-samar Intan mendengar suara wanita yang sudah pasti itu bukan suara mertuanya. Intan pun mempercepat langkah kakinya, raut wajahnya berubah seiringi debaran jantung yang berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Saat intan membuka pintu dan masuk, pandangannya langsung tertuju pada seorang wanita yang sedang duduk di ruang tamu. Intan hafal betul jika wanita itu adalah mantan pacar Bima dulu. Intan pun tertegun, hatinya mulai merasa tidak enak. "Bima, siapa dia?" tanya Intan dengan suara bergetar. Meskipun Intan tahu kalau wanita itu adalah mantan kekasih suaminya, Intan tetap memastikan dengan bertanya lebih dulu. Masih coba berpikiran positif, tak ingin merusak hari jadi pernikahannya. Bima yang duduk di sebelah wanita itu pun berdiri dan menghampiri Intan. "Kita bicara di kamar sebentar." Bima hendak menarik tangan Intan, menuntunnya ke dalam kamar untuk bicara berdua saja. Namun, segera Intan tepis dengan kuat. "Aku butuh penjelasan di sini, Bima!” Kesabarannya seolah hilang. Semakin yakin jika ada yang tidak beres dengan keberadaan wanita itu. Seketika pikirannya pun jadi teringat akan kecurigaannya saat itu. Saat di mana temannya mengirim foto Bima tengah berada di sebuah hotel. "Baiklah, kalau kamu memaksa. Perkenalkan ini Rika. Kamu juga pasti sudah kenal siapa dia. Jadi, aku harap kamu bisa mengerti situasi ini kalau tanpa sepengetahuan kamu, sebenarnya kami sudah menikah beberapa hari yang lalu. Aku harap kamu dan Rika bisa berdamai di dalam rumah yang sama." Dunia Intan seakan runtuh mendengar pernyataan itu. Dia hampir tidak bisa mempercayai telinganya. "Apa? Bagaimana mungkin?" teriaknya, tidak bisa menahan emosi. Bima menatapnya dengan dingin. "Selama ini aku tertekan dengan tuntutan ibuku soal anak. Kamu mandul, Intan. Aku butuh penerus dan Rika bisa memberikannya." Intan merasa amarahnya meledak. Tanpa pikir panjang, dia melempar kue yang dibawanya ke arah Bima dan memukul tubuh pria itu beberapa kali. "Kamu pengecut! Kamu mengkhianati aku, Bim!" teriaknya sambil menangis histeris. Air mata dan emosi tidak bisa Intan pendam lagi. Semuanya pecah Bima melangkah mundur, coba menahan pukulan Intan dan menenangkannya. "Cukup, Intan! Kalau kamu tidak mau menerima keputusanku, kamu pergi dari sini! Jangan membuat onar! Aku tidak mau ada tetangga yang mendengar keributan ini!” Suara isak tangis Intan berubah jadi suara tawa. Tingkat paling tinggi dari rasa sakit adalah ketika seseorang sudah tak kuat menanggung beban dan tertawa tanpa arah. Bisa-Bisanya, Bima masih memikirkan orang lain, bagaimana dengan hatinya yang saat ini sudah hancur? Suaminya seolah-olah mengabaikan bahwa poligami adalah sesuatu yang begitu menyakitkan bagi seorang wanita. “Baiklah, aku pergi! Persetan dengan ulang tahun pernikahan kita! Makasih lho, Mas! Makasih hadiahnya!” Sambil menahan air mata agar tak kembali menetes, Intan pun akhirnya pergi dari rumah itu. Entah kenapa dia begitu bodoh menuruti perintah Bima. Diusir dari rumahnya sendiri. Intan baru menyadari semua itu. “Lelucon apa ini? Aku diusir dari rumahku sendiri.” Intan terus melangkah pergi dengan rasa sakit yang mendalam, meninggalkan paper bag berisi jam tangan mahal yang seharusnya menjadi hadiah untuk Bima. Dia merasa hidupnya hancur dalam sekejap, tidak tahu harus pergi ke mana. Akhirnya, tanpa berpikir panjang, Intan kembali ke tempat kerja. Di kantor yang sepi, dia duduk di mejanya dan menangis sejadi-jadinya. Perasaannya campur aduk antara marah, sedih, dan kecewa semua menjadi satu. Intan tidak menyangka kalau Bima tega melakukan itu kepadanya. “Jadi selama ini semua kesempurnaan yang kamu tunjukan sama aku itu palsu? Cinta yang selama ini kamu ucapin semua bohong … kamu benar-benar jahat, Mas!” Mahendra yang sedang lembur di ruangannya, bahkan sampai mendengar suara teriakan dan tangisan Intan. Dia pun keluar dari ruangan dan melihat Intan yang sedang menangis tersedu-sedu. "Intan, ada apa? Kenapa kamu di sini?" tanya Mahendra dengan nada khawatir. Intan mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata. "Pak, saya ... saya diusir dari rumah. Suami saya menikah lagi. Saya tidak tahu harus ke mana," jawabnya dengan suara gemetar. Mahendra merasa simpati dan marah mendengar cerita Intan. Dia mendekat dan memberikan bahunya untuk bersandar. "Kamu tidak sendiri, Intan. Kita bisa bicara dan mencari solusi. Kamu harus kuat dan saya yakin kamu pasti bisa melalui semua ini." Sementara itu, di rumah Intan, Rika dan Bima duduk bersama di ruang tamu. Rika mengambil paper bag yang ditinggalkan Intan dan membukanya. Dia terkejut saat melihat isi di dalamnya, sebuah jam tangan mewah yang harganya tidak masuk akal. "Bima, lihat ini. Ini jam tangan yang sangat mahal. Bagaimana Intan bisa membelinya?" tanya Rika dengan mata membelalak. Bima dan ibunya yang ikut melihat jam tangan itu juga sama terkejutnya. Mereka tahu harga jam tangan itu sangatlah mahal dan tidak mungkin dibeli Intan hanya dengan gaji sebagai seorang sekretaris. "Sebenarnya apa pekerjaan kamu, Intan? Kenapa kamu bisa punya uang sebanyak itu sampai bisa membeli jam tangan ini?" gumam Bima dalam hati, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD