6

1453 Words
Aletta telah mendapatkan informasi dari security kediaman Calvin.  Saat ini kediaman itu memang membutuhkan pelayan. Tanpa membuang waktu, Aletta segera mengirimkan lamaran untuk posisi pelayan. Tidak masalah baginya menjadi pelayan di sana, apapun akan ia lakukan demi pembalasan. "Meisie!" Lagi-lagi Aletta melihat Briella mengejar Meisie yang berlari dari rumah. Aletta yang berada di tepi jalan mengamati ketidakmampuan Briella mendekati Meisie. Saat ini Briella tengah menggenggam tangan Meisie, meminta Meisie untuk masuk kembali ke kediaman Calvin. "Lepaskan aku!" Meisie memberontak. Ia menggigit tangan Briella dan akhirnya terbebas.  Meisie berlari tanpa peduli sekitar. Aletta melihat ada mobil yang melaju kencang. Hatinya berdenyut tak karuan, kakinya melangkah cepat. Berlari untuk menyelamatkan Meisie. Tidak bisa dipungkiri, kasih sayang Aletta untuk Meisie tidak pernah berubah meski Aletta tahu bahwa Meisie bukan putrinya. "Meisie!" Briella hanya bisa berteriak ketika menyadari bahaya mengancam putrinya. Sedang Aletta, ia telah berhasil meraih tubuh Meisie. Bergulingan di jalanan dengan memeluk putri kecilnya. "Mama." Meisie bergumam tanpa membuka matanya. Ia merasa yang memeluknya saat ini adalah wanita yang telah membesarkannya. Dari pagar, Calvin keluar tergesa karena mendengar teriakan Briella. Begitu juga dengan security yang berjaga di pos kediaman itu. "Meisie!" Calvin berlari menuju ke Meisie dan Aletta. "Sayang, kau baik-baik saja?" Calvin merebut Meisie dari pelukan Aletta. Aletta memiringkan wajahnya, ia lupa bahwa saat ini ia sudah tidak menggunakan tubuhnya lagi. Calvin jelas tidak akan mengenalinya. "Mama." Meisie membuka matanya dan melihat ke arah Aletta. Calvin memeluk Meisie.  "Tenanglah, Sayang. Ada Papa di sini." Aletta berdiri, ia tidak menunjukan wajahnya sama sekali pada Calvin. "Tunggu!" Kaki Aletta berhenti melangkah. Jemarinya terkepal, ia berkeringat karena cemas. Calvin berdiri di depan Aletta sambil memeluk Meisie. "Terima kasih karena sudah menyelamatkan putriku." Suara Calvin terdengar sangat tulus. Aletta hanya diam saja. Ia melihat ada taksi yang melintas lalu menghentikan taksi itu dan masuk ke dalam sana tanpa membalas ucapan Calvin. Calvin menatap kepergian Aletta dengan wajah heran. Namun, detik kemudian ia tidak mempedulikannya lagi. Yang penting ia sudah berterima kasih pada wanita asing yang menolong putrinya. "Sayang, kau tidak terluka, kan?" Briella memeriksa lengan dan kaki Meisie. Pelukan Meisie pada leher Calvin semakin erat. Gadis kecil itu mulai ketakutan lagi. Dan Calvin tahu akan hal itu. "Bagaimama caramu menjaga Meisie, Briella?!" Calvin menatap Briella marah. "Aku hanya ingin bermain dengannya, tapi dia pergi --." "Jika dia tidak ingin bermain denganmu maka jangan memaksanya. Kau membahayakan nyawanya!" Hati Briella terasa sakit. Akhir-akhir ini Calvin sering memarahinya karena tidak bisa menjaga Meisie.  Ini bukan salahnya, ia telah berusaha dengan keras, tapi Meisie tetap saja tidak mau dekat dengannya. Yang ada di pikiran Meisie hanya Aletta seorang. "Untuk hari ini jangan mendekati Meisie, kau bisa membuatnya stress," peringat Calvin tajam. Setelah itu ia pergi membawa Meisie kembali ke kediamannya. Briella menatap punggung Calvin yang menjauh. Matanya sudah memerah karena menahan tangis. Haruskah Calvin bersikap keras padanya hanya karena Meisie? Ia tahu Meisie memang putri mereka, tapi tidakkah ia lebih penting jika dibandingkan dengan Meisie? Briella menarik napasnya lalu menghembuskannya pelan. Bahkan sekarang ia cemburu pada Meisie. Di dalam taksi, Aletta kini sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan. Kenapa ia pergi dari Calvin padahal Calvin tidak mengenalinya? Harusnya ia bisa menggunakan kesempatan ini dengan baik agar bisa diterima bekerja di kediaman Calvin. Aletta mengumpat dalam hatinya. Ini semua karena Calvin, jika saja ia tidak muak dan jijik pada Calvin maka ia tidak akan pergi seperti saat ini. "Ayolah, Aletta. Jika begini saja kau tidak bisa menahannya, lalu bagaimana kau bisa berada di dekatnya selama 24 jam?" Aletta mengocehi dirinya sendiri. Sepertinya ia harus lebih bisa mengendalikan dirinya. Jika ia ingin menjadi pelayan di sana maka ia harus menyembunyikan kebenciannya terhadap Calvin dan Briella. *** Semalam Aletta mendapatkan telepon dari security bahwa dirinya diminta untuk datang ke kediaman Calvin guna melakukan wawancara. Dan sekarang ia telah selesai diwawancarai oleh orang kepercayaan Calvin. Kejadian kemarin telah membuatnya diterima bekerja di kediaman Calvin. Aletta tahu mengenai hal itu karena Calvin yang datang langsung untuk mempekerjakannya. "Mama!" Meisie memanggil Aletta yang hendak pergi meninggalkan kediaman Calvin. Meisie berlari kecil menuju ke Aletta. Wajah penuh rindu Meisie terhadap Aletta berubah jadi raut sedih ketika ia melihat wajah wanita di depannya tidak sama dengan wajah ibunya. "Meisie sayang." Calvin menghampiri putrinya. Meraih Meisie ke dalam gendongannya. "Maaf karena Meisie terus memanggilmu 'mama' sejak kemarin. Dia baru saja kehilangan ibunya." Calvin menunjukan wajah sedih yang jelas Aletta tahu hanyalah sebuah sandiwara. Aletta tersenyum maklum.  Jika Calvin pandai bersandiwara maka ia harus lebih pandai dari pria itu. "Gadis kecil yang malang." Aletta menunjukan wajah berduka. Ingin sekali Aletta mengatakan bahwa sebab kehilangan yang Meisie rasa dikarenakan oleh pria itu sendiri. "Mama... Meisie mau Mama." Meisie merengek lirih. "Meisie, Mama sudah ada di surga. Meisie rindu Mama?" tanya Calvin penuh perhatian. Meisie menganggukan kepalanya. "Besok Papa ajak Meisie ke makam Mama, ya? Meisie mau?" "Mau, Pa." "Kalau Meisie mau, sekarang Meisie ke kamar ya. Meisie tidur dulu, besok kita ketemu Mama," bujuk Calvin. Pria itu membalik tubuhnya, melangkah pergi tanpa bicara lebih lanjut pada Aletta. Aletta tersenyum miris.  Bagaimana bisa Calvin terlihat seperti malaikat setelah membunuhnya. Aku pasti akan membuka topengmu, Calvin. Semua orang akan tahu bagaimana busuknya kau dan Briella. Sorot mata Aletta kini terlihat penuh dendam, berbeda dengan tatapannya yang tadi. Melangkah, Aletta meninggalkan kediaman Calvin. Hari masih terlalu siang untuk Aletta kembali ke kediaman Gretta. Ia menghentikan taksi, menyebutkan sebuah alamat dan kemudian taksi melaju. Setelah beberapa menit, Aletta sampai ditujuannya. Ia melihat ke sekelilingnya, tempat itu sangat sepi. Hanya ada beberapa pengunjung yang memasang wajah penuh duka. Aletta melangkah, ia berhenti di sebuah makam yang bertuliskan namanya. Athaletta Evangellyn. Hati Aletta seperti diremas oleh ribuan tangan tak kasat mata. Air matanya mengalir tanpa bisa ia cegah. Ia berdiri tepat di depan makamnya sendiri. Tak pernah ia bayangkan sebelumnya bahwa hal seperti ini akan terjadi padanya. "Malang sekali nasibmu, Aletta. Kau berakhir di sini karena kebodohanmu sendiri." Aletta kembali mengasihani dirinya sendiri. Dalam hidupnya, Aletta tidak pernah berpikir bahwa ia akan tewas dalam usia muda. Ia pernah berangan-angan tentang bagaimana hidupnya ke depan. Membesarkan Meisie hingga dewasa, berfoto dalam acara kelulusan Meisie lalu melepas Meisie di hari pernikahan gadis kecilnya, menggendong cucu yang lucu, lalu menghabiskan hari tua di sebuah rumah sederhana di tepi pantai bersama dengan Calvin. Mengingat angan-angan itu, Aletta tersenyum pahit. Kenapa angan-angannya hanya berpusat pada Meisie dan Calvin? Bukankah ia terlalu kolot? Seharusnya ia memiliki angan yang luar biasa, menjadi wanita yang membanggakan hingga Calvin maupun Briella tidak bisa menghinanya lagi. "Kau beruntung memiliki kesempatan kedua, Aletta. Lakukan hal-hal yang tidak pernah kau lakukan dan nikmati hidupmu." Ia menasehati dirinya sendiri. Melihat makamnya sendiri membuat Aletta menegaskan sekali lagi bahwa saat ini tidak ada lagi Aletta. Wanita yang bernama Aletta sudah terkubur di sana, dan yang berdiri di depan makam Aletta saat ini adalah Qyra. Ya, mulai detik ini Aletta memanggil dirinya sendiri dengan nama 'Qyra'. Beberapa saat kemudian Qyra memutuskan untuk pergi. Ia akan datang lagi setelah ia berhasil membalaskan dendamnya. Setelah kepergian Qyra, seorang pria datang mengunjungi makam Aletta. Pria itu membawa seikat bunga mawar merah, bunga yang merupakan kesukaan Aletta. Sorot mata pria itu menunjukan tentang kehilangan yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Kesedihan tercetak jelas di air muka pria itu. "Aku tidak menyangka bahwa tujuh tahun lalu adalah hari terakhir aku melihatmu, Aletta." Pria itu memandangi batu nisan Aletta dengan tatapan sendu. Masih ia ingat jelas bagaimana tawa Aletta di hari pernikahan Aletta dengan Calvin.  Kala itu Aletta terlihat begitu cantik di matanya. Selama ia hidup, baru kali itu ia melihat Aletta sangat bahagia. Dan ia tak tahu bahwa itu adalah keindahan terakhir yang ia lihat. Membayangkan hari bahagia Aletta, membuat pria itu merasa semakin kosong. Ia membuka luka lama yang telah ia sembunyikan di depan semua orang. Hari itu ia harus merelakan wanita yang ia sayangi menikah dengan pria lain. Pria yang tidak lain adalah kakaknya sendiri, Calvin. Ia pikir melepaskan Aletta untuk Calvin adalah pilihan yang tepat. Ia yakin kakaknya bisa membahagiakan Aletta, tapi setelah mendengar Aletta tewas bunuh diri, maka ia menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan. Kakaknya tidak mampu membahagiakan Aletta. Ia yakin ada sebuah rahasia di balik kematian Aletta. Ia tidak percaya bahwa Aletta tewas bunuh diri karena ketahuan selingkuh. Aletta selalu memandang Calvin seolah tidak ada pria lain di dunia ini. Tatapan Aletta selalu menjelaskan betapa Aletta mencintai Calvin.  Dan dari semua itu, bagaimana mungkin Aletta mengkhianati Calvin. Meski seisi dunia meyakini alasan Aletta bunuh diri seperti yang Calvin katakan, maka ia akan berdiri sendirian untuk menentang keyakinan itu. Ia mengenal Alettanya dengan baik, wanita setia yang hanya mencintai satu pria. "Aku akan mencari tahu alasan kematianmu yang sebenarnya, Aletta. Dan akan aku beritahu dunia bahwa kau tidak seburuk yang mereka katakan." Pria itu berjanji di depan makam Aletta. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD