Aroma s**u dan kulit kayu memenuhi ruangan itu. Aroma yang sangat disukai oleh Penelope namun tidak oleh Velove yang menyukai aroma berbagai jenis bunga. Untuk yang satu ini Penelope tak mau mengikuti kebiasaan Velove, ia tidak begitu menyukai bau bunga.
Air di dalam bak pemandian bergelombang kecil. Tangan lembut Asley tengah memijat bahu Penelope dengan cairan yang membuat kulit Penelope menjadi lebih lembut.
Asley memperhatikan beberapa bekas luka di punggung Penelope. Hal yang menandakan bahwa perjalanan hidup wanita ini tidaklah mudah. Berbeda dengan Velove yang memiliki kulit sangat terawat dan tanpa bekas luka.
"Yang Mulia." Asley mulai bersuara. Tak ada balasan dari Penelpoe, wanita itu masih memejamkan matanya. Menikmati sentuhan terlatih dari tangan Asley. "Sudah hampir satu bulan Anda di istana tapi Anda belum mengunjungi Raja. Ratu Velove biasanya mengunjungi Yang Mulia Raja setiap satu minggu sekali."
"Untuk apa aku ke sana? Untuk dipermalukan." Penelope mengomentari dingin. Ia tahu bahwa kembarannya selalu ditolak ketika mengunjungi Raja Elcander. Dan hal serupa tak akan ia lakukan. Ia bukan orang bodoh yang datang hanya untuk ditolak. Meski ia tahu ada kalimat tentang 'kenali musuhmu sebaik mungkin' tapi Penelope tak mau membuang waktunya untuk hal yang sia-sia.
"Apakah Anda tidak berpikir ini akan mencurigakan?"
Penelope membuka matanya, menatap lurus ke depan dengan tenang. "Apakah berhenti menjadi bodoh adalah sesuatu yang mencurigakan." Penelope menyudahi kegiatan mandinya. Ia bangkit dari kolam pemandian dan keluar dari sana.
Asley tak bisa berkomentar lagi. Majikannya benar-benar tak mau mengunjungi Raja.
Seteleh selesai mandi dan berdandan, Penelope keluar dari kediamannya dengan gaun berwarna emas dan merah. Wajahnya terlihat begitu cantik dengan sentuhan alat rias. Bibirnya digincui dengan warna merah menyala. Membuatnya terlihat, cantik, dingin dan antagonis dalam satu waktu.
Menyusuri tangga, Penelope menjadi pusat perhatian. Aura wanita itu makin hari makin menjadi. Ia tak lagi sering dibicarakan karena dicampakan tapi karena kecantikan, arogansi dan kekuasaan yang berpadu jadi satu. Membuat daya pikat tersendiri untuknya. Wanita cantik yang melihatnya bahkan tanpa sadar mengakui bahwa kecantikan yang dimiliki Penelope adalah kecantikan yang langka. Kecantikan yang mampu membuat jatuhnya suatu kerajaan.
Velove memiliki wajah yang persis dengan Penelope namun aura yang dimiliki Velove tak mampu membuat orang menyembah kecantikannya. Berbeda dengan Penelope yang membuat orang kagum dengan wajah cantiknya.
Dari koridor, Paman kerajaan tengah memandangi Penelope. Secara tidak sadar ia tersenyum. Bagaimana bisa wanita seperti itu tidak bisa memikat hati keponakannya.
"Elcander, sebuta apa sebenarnya matamu?" Arega bergumam pelan. Tak bisa dipungkiri, bahwa ia terpesona oleh kecantikan Penelope.
Tujuan Penelope hari ini adalah istana hareem. Karena Ibu suri tak bisa memimpin makan bersama, maka ia yang akan mengambil tempat duduk pemimpin. Harusnya yang memimpin di acara makan itu memang Penelope namun karena Velove selalu menghormati ibu suri, ia selalu membiarkan ibu suri mengambil tempatnya bahkan meski diperlakukan kurang baik, Velove tetap saja seperti itu sampai ia mati oleh ibu suri.
Sampai di sebuah ruangan besar dengan warna emas mendominasi, Penelope melangkah di karpet merah tengah ruangan. Dagunya tak turun barang sedikit saja. Ketajaman matanya tak berkurang sedikitpun. Ia terus menunjukan bahwa setiap orang harus mengetahui bahwa ia adalah seorang ratu yang harus dihormati.
Semua selir berdiri memberikan hormat pada Penelope, termasuk Elyse.
Sebagai wanita, para selir yang melihat wanita yang berpuluh kali lipat lebih cantik dari mereka tentu akan merasa tak bahagia. Begitu juga dengan Elyse yang baru kali ini merasakan iri dan cemburu pada paras cantik Penelope. Cemburu itu seperti ular berbisa yang terus mengelilingi Elyse.
Penelope duduk anggun sekaligus angkuh di tempat duduk yang biasa diduduki oleh ibu suri. Ia mengangkat tangannya memerintahkan pelayan untuk menuangkan minuman untuk para selir dan wanita-wanita cantik yang disukai oleh raja.
Harusnya Penelope tak duduk bersama dengan para wanita yang menginginkan tempatnya. Karena biasanya Penelope selalu membunuh orang yang mencoba merebut posisinya.
Para wanita yang berada di sekitarnya tentu saja bersikap manis padanya, namun di belakangnya mereka jelas mencari kesempatan untuk menggulingkannya. Apalagi Elyse yang secara terang-terangan menginginkan posisinya.
Penelope bisa menilai bahwa Elyse adalah wanita yang terobsesi pada tahta. Awalnya dia hanya menginginkan jadi wanita yang disukai oleh raja. Namun lama kelamaan ia menginginkan singgasana. Memiliki hati raja saja tentu tak akan cukup.
Makan bersama selesai tanpa masalah sedikitpun. Para selir menjaga sikap mereka dengan baik. Tak mau menjatuhkan nama mereka karena ulah bodoh.
Tanpa mau beramah tamah, Penelope pergi. Ia bahkan tak memberi muka pada satupun selir. Di istana ini, Penelope tak ingin mencari teman karena ia selalu berpikir bahwa tak ada yang namanya teman di dalam istana. Semua orang memiliki topeng mereka masing-masing. Lagipula ia datang ke istana bukan untuk mencari teman tapi untuk membalas dendam.
"Kita pergi ke paviliun Cherry!" Penelope harus menepati janjinya pada ibu suri. Ia harus mengunjungi wanita itu lagi.
"Baik, Yang Mulia." Asley mengikuti langkah Penelope. Otaknya kini berpikir pasti ada yang mau dilakukan oleh majikannya pada ibu suri.
Sampai di paviliun Cherry, Penelope memang melakukan sesuatu. Setelah memerintahkan pelayan utama ibu suri untuk membuatkan teh herbal yang ka bawa, Penelope mengeluarkan satu jarum kecil dari balik gaunnya. Ia menusukan jarum itu ke jari kaki ibu suri yang saat ini terlelap. Darah keluar dari luka akibat tusukan tadi. Dengan sigap Asley membersihkan darah itu menggunakan bagian roknya.
Asley tak tahu apa akibat dari tusukan jarum itu namun ia kira itu pasti akan sangat menyiksa.
Penelope kembali menyimpan jarum yang telah ia olesi ramuan racun yang akan menyebabkan sesuatu yang mengerikan terjadi pada ibu suri.
"Yang Mulia, teh herbalnya sudah siap." Pelayan ibu suri meletakan cawan berisi cairan berwarna hijau segar.
"Berikan pada Ibu Suri ketika ia sudah terjaga."
"Baik, Yang Mulia."
"Aku akan pergi sekarang. Katakan padanya aku mengunjunginya."
"Ya, Yang Mulia."
Penelope membalik tubuhnya, pergi meninggalkan ruangan itu bersama dengan Asley.
"Yang Mulia Ratu benar-benar naif. Untuk apa dia memperhatikan Ibu suri yang lumpuh ini? Apa dia pikir dengan sikapnya ini, Ibu suri akan menyukainya?" Pelayan utama ibu suri menggelengkan kepalanya. Jika saja pelayan ibu suri itu jadi Penelope maka ia tak akan sudi datang ke kediaman orang yang tak pernah mendukungnya sama sekali. Malah ia akan berpesta karena sakitnya ibu suri.
Teh herbal yang harusnya untuk ibu suri diminum habis oleh pelayan ibu suri. Wanita paruh baya itu nampaknya sudah tidak lagi menghormati majikan yang sudah mempekerjakannya lebih dari 20 tahun. Ia hanya tunduk ketika ibu suri masih memiliki taring, ketika ibu suri sudah jadi macan ompong, ia akan melakukan pemberontakan. Seperti sebuah aksi balas dendam karena diperbudak sekian tahun.
"Ah, rasanya segar sekali." Pelayan itu mengelap bibirnya. Rasa dari teh herbal milik kediaman Penelope memang sangat segar. Sangat sayang jika harus diberikan pada ibu suri yang lumpuh.
Usai dari paviliun Cherry, Penelope kembali ke kediamannya.
"Yang Mulia, apa yang Anda lakukan pada Ibu Suri?" Asley tak bisa menahan rasa penasarannya.
"Kau akan tahu nanti." Penelope menjawab seadanya. Wanita itu duduk di tempat duduk di depan ranjangnya. Ia mengeluarkan belati yang selalu berada di pinggangnya.
Asley selalu bergidik jika melihat Penelope memegang belati itu. Senjata itulah yang telah membunuh nyawa para prajurit kiriman ibu suri.
"Keluarlah! Aku tidak membutuhkanmu lagi." Penelope mengusir Asley dingin. Wanita ini tak suka ada orang di sekitarnya.
"Baik, Yang Mulia." Asley memberi hormat lalu mundur beberapa langkah dan membalik tubuhnya.
Penelope membersihkan belati miliknya dengan dua jarinya. Sudah cukup lama belatinya tak dibasahi oleh darah.
Sebuah ide terlintas dibenaknya, ia akan melakukan sesuatu malam ini.
Malam datang, semua penghuni istana telah terlelap kecuali para penjaga yang sedang berjaga. Di saat inilah Penelope keluar dari kediamannya. Wanita itu telah menggunakan pakaian serba hitam serta kain untuk menutupi bagian wajahnya hanya menyisakan matanya saja.
Penelope keluar dari kediamannya tanpa membangunkan Asley. Ia menyelinap pergi ke kediaman raja.
Banyak prajurit yang berpatroli, sesekali Penelope bersembunyi. Kemudian ia melompati beberapa tembok, keahlian khusus yang harus dimiliki oleh para pembunuh bayaran. Menyelinap masuk bukan sesuatu yang sulit, gerakan ringan nyaris tanpa suara yang Penelope lakukan tak membuat satu prajuritpun curiga.
Siluet hitam terus bergerak, hingga sampai di sebuah jendela. Jendela kediaman raja.
Penelope nampak begitu mengenali setiap sisi kediaman raja, seperti ia pernah mendatangi tempat itu, namun itu tidak benar. Penelope hanya melihat dari jarak jauh. Ia memperkirakan pengamanan di kediaman itu dengan akurat. Inilah salah satu alasan kenapa Penelope menjadi pembunuh bayaran nomor satu di dunia hitam. Semua yang ia perhitungkan tak ada yang meleset.
Kali ini ia mengambil resiko besar untuk membunuh raja. Ia harus bergerak rapi agar tak membangunkan raja yang tertidur. Satu-satunya cara agar ia bisa keluar dengan selamat dari tempat itu adalah membunuh raja tanpa ketahuan oleh siapapun.
Membuka jendela bukanlah hal yang sulit untuk Penelope lakukan. Kini wanita itu sudah masuk ke dalam ruangan raja.
Ia melangkah mengendap, mendekat pada raja yang tengah terbaring di atas ranjang.
Penelope mengeluarkan belati miliknya yang sudah ia bubuhkan racum kalajengking yang paling mematikan. Ia mengarahkannya tajam pada jantung raja.
Raja yang sudah menyadari kedatangan Penelope sejak tadi membuka matanya dan cepat menghindar. Ia turun dari ranjang, dengan sigap kakinya menerjang tubuh Penelope hingga wanita itu jatuh di atas ranjang.
Penelope bangkit dengan cepat. Ia terlalu meremehkan raja, nyatanya pria itu menyadari kedatangannya. Ia pernah mendengar bahwa Elcander memiliki pendengaran yang tajam namun ia tak percaya latihan kerasnya selama ini tak berguna di telinga Elcander.
Satu-satunya yang harus Penelope lakukan saat ini adalah kabur dari kediaman Elcander. Jika ia tertangkap, bukan hanya misi balas dendamnya gagal tapi dia juga akan berakhir sama dengan keluarganya. Tidak, Penelope tidak sudi mati ditangan musuhnya.
Penelope bergerak menyerang Elcander. Untuk mencapai jendela dia memang harus melewati Elcander terlebih dahulu. Namun keluar dari kediaman Elcander bukanlah perkara mudah. Untuk melewati Elcander dibutuhkan usaha yang keras.
Belati milik Penelope terus bergerak menyerang Elcander dari segala arah, tapi serangan itu tak satupun mengenai Elcander.
Penelope menggeram dalam hatinya. Pria di depannya memiliki ilmu beladiri yang setara atau mungkin lebih darinya. Sangat wajar jika pria ini disebut malaikat pencabut nyawa.
Pukulan, tendangan, sudah sekian kali Penelope arahkan namun satupun serangannya tak berhasil mengenai Elcander.
Kedua mata Penelope dan Elcander bertemu, menyala tak mau kalah. Penelope dengan dendamnya dan Elcander dengan kemarahannya karena seseorang telah lancang masuk ke kediamannya.
Elcander bergerak cepat, ia tak akan membiarkan siapapun yang mencoba membunuhnya lolos.
Perkelahian antara Elcander dan Penelope tak menciptakan keributan yang besar. Orang-orang di luar kediaman Elcander bahkan tak mendengar ada pertarungan sengit di dalam sana.
Brak!! Tubuh Penelope menabrak meja, suara itu memancing para prajurit yang ada di luar ruangan.
Tak mau menerima tendangan lain Elcander, Penelope segera bangkit. Hingga meja yang terkena tendangan Elcander. Meja itu hancur karena tenaga Elcander.
Serangan lain Elcander berikan pada Penelope. Setiap sudut ruangan itu kini mendapat giliran menjadi arena perkelahian Elander dan Penelope. Berkali-kali, Elcander mencoba meraih kain penutup wajah Penelope namun ia gagal.
Suara langkah kaki prajurit terdengar di telinga Penelope, tak ada waktu lagi, ia harus kabur. Penelope bergerak cepat ke jendela namun tangannya ditarik oleh Elcander. Penelope melayangkan belatinya namun segera serangan itu dipatahkan oleh Elcander.
Usaha untuk kabur terus Penelope lakukan. Tangan Penelope berhasil bebas dari Elcander namun tangan Elcander berhasil mencengkram bagian leher baju Penelope. Kulit leher Penelope yang mulus terlihat. Sekali lagi Penelope melayangkan belatinya dan hampir mengenai lengan Elcander. Cengkraman Elcander terlepas dan Penelope bebas.
Para prajurit masuk dan melihat siluet di jendela. Mereka segera mengejar bayangan hitam yang telah hilang di gelap malam.
"Sial!" Elcander memaki murka. Ia telah kehilangan orang yang telah mencoba membunuhnya.
Berita penyerangan kediaman Elcander sampai ke telinga Arega, Paman Elcander itu segera mendatangi keponakannya. Penyerangan yang terjadi ini adalah yang pertama kalinya. Arega tak tahu siapa orang gila yang cari mati dengan mencoba melakukan pembunuhan seperti ini.
"Apa yang terjadi?" Arega bertanya cemas. Ia memeriksa kondisi tubuh keponakannya sekilas dan tak ada lecet sedikitpun di tubuh keponakannya.
"Seseorang datang menginginkan nyawaku."
"Kau mengenali orangnya?" Arega berpikir mungkin salah satu dari Pangeran atau kerabat Pangeran lain.
"Tidak."
Jika Elcander tak mengenali maka penyerang berasal dari luar istana. Seorang Elcander bisa dengan mudah mengenali penyerangnya jika itu berasal dari istana.
"Jelaskan padaku ciri-cirinya. Aku akan memerintahkan orang untuk mencari."
"Tak perlu. Jika dia sangat menginginkan nyawaku, dia pasti akan datang lagi." Elcander tak mau repot mencari. Namun ia telah mengingat seksama penyerangnya. Warna mata, tinggi badan dan bau khas dari tubuh penyerangnya. Semua orang tak pernah tahu bahwa Elcander memiliki penciuman yang tajam.
Pintu ruangan Elcander terbuka. Prajurit yang mengejar Penelope telah kembali.
"Yang Mulia, kami tidak berhasil menemukan penyerang itu."
"Pergilah!" Elcander mengusir prajurit yang memberikan laporan. Ia sudah tahu bahwa orang yang mencoba membunuhnya tak akan tertangkap. Dari pertarungan tadi, Elcander bisa menilai bahwa lawannya memiliki ilmu beladiri yang hebat. Setidaknya sudah berlatih belasan tahun.