Mobil merah itu melaju dengan kecepatan tinggi melewati beberapa mobil di atas Yokohama Bay Bridge—jembatan kabel 860 meter yang melintasi Teluk Tokyo dengan rentang 460 meter.
Sayako, nama pengemudi mobil merah itu menerebos dan menyalip kendaraan di jalan tol sekitarnya seperti orang yang tengah dikejar oleh sekumpulan penjahat yang ada di film-film aksi. Kedua bola matanya gelap dan dalam, gigi digertakkan kuat-kuat.
"Kurang ajar! Dasar baj*ngan! Pelac*r dan anj*ng memang cocok satu sama lain! Kalian akan menyesal telah melakukan ini padaku!" tangannya memencet klakson berkali-kali.
Pengemudi mobil merah itu adalah seorang perempuan berkacamata tipis dengan rambut hitam panjang diikat tinggi. Di tubuhnya, melekat pakaian jas putih layaknya seorang dokter dengan dalaman rajutan wol hijau limau berleher tinggi, tapi dia bukanlah seorang dokter.
Kacamatanya berkilau tertimpa sinar matahari dari depan. Tubuhnya maju secara naluri untuk fokus menghindari ancaman.
Di lehernya, tergantung sebuah kartu pengenal dengan foto sekaku penampilannya, tertulis jelas: Sakamoto Sayako, Psikolog Kriminal, Divisi Keamanan Publik, Kanagawa.
Amarah memenuhi dadanya hingga seolah darah naik ke kepala dan siap untuk meletus kapan saja. Di tv mobil yang terpasang di dashboard, tayang sebuah siaran langsung resepsi pernikahan termegah tahun ini dari putra tertua keluarga terpandang dan pebisnis sukses, Kitamura Group. Di samping mempelai pria, terlihat mempelai wanita yang begitu imut dan manis dengan senyum mengembang puas, sungguh sebuah sosok bidadari polos yang naif.
Tapi, itu semua hanya topeng!
Kepribadian perempuan itu berbanding terbalik dengan apa yang ditunjukannya sekarang!
Mata Sayako melirik sedetik ke arah layar tv, dan kemudian menginjak gas kuat-kuat, kening bertaut.
Rasa kecewa tidak cukup untuk menggambarkan isi hatinya saat ini. Air mata yang sedari tadi ditahannya kini meluruh perlahan menuruni kedua pipinya yang merah. Bulu mata lentiknya menyapu air mata ke lensa kacamata hingga membuat pandangannya sedikit kabur. Tak ada niat untuk menghapus air mata yang sudah terlanjur jatuh itu, seluruh tubuhnya gemetar oleh campuran rasa malu, penghinaan, dan amarah.
Dengan keadaan mobil tetap melaju, kali ini ia meraih ponselnya, memelototi marah foto yang ada di sana, menampilkan sepasang pengantin baru yang tengah tersenyum bahagia setelah melakukan pemberkataan dan dihujani confetti berwarna cerah. Ia kemudian mengecek ulang lokasi tempat berlangsungnya resepsi pernikahan terkutuk itu: Sunflower Wedding Coordinate 2, Hotel & Towers YSB.
Senyum bahagia kedua mempelai membuat hati si pengemudi tertusuk oleh ribuan jarum tak terlihat.
"Dasar pengkhianat! Berani-beraninya dia menusukku dari belakang!" geramnya dengan suara tertahan, ponsel dilempar begitu saja ke kursi samping.
Kedua tangannya mengenggam erat kemudi dan kembali memencet klakson berkali-kali, berteriak histeris dan mengumpat bergantian pada pengendara lain dan sepasang pengantin di foto tadi. Kakinya menekan pedal gas sedikit lebih kuat dari sebelumnya.
Baru kali ini Sayako mengemudikan mobil melebihi kecepatan standar seumur hidupnya. Tubuhnya berguncang dan tertekan oleh laju mobil yang melesat bagaikan kilatan petir yang sedang mengamuk.
Ponselnya berbunyi, dan dengan terburu-buru ia mengangkatnya.
"Halo?"
"Sayako! Kau tidak akan nekat, kan?" teriak perempuan di seberang sana.
"Si jal*ng itu harus merasakan jambakan tanganku, baru aku akan puas, Emi!"
"Tu-tunggu! Aku memberitahumu hal ini bukan untuk membuatmu tampak bodoh di acara itu! Di sana ada banyak orang, termasuk wartawan dari berbagai media! Pikirkan pekerjaanmu sebagai dosen dan penasihat psikolog kriminal di kepolisian! Karirmu bisa hancur, Sayako!"
"Apa? Kamu masih memikirkan soal karirku? Emi! Harga diriku sudah diinjak-injak oleh mereka berdua! Satunya pacar pengkhianat! Satunya lagi sahabat berbulu domba penggali emas!" bentaknya tak sabaran, ia membanting mobil ke kanan dan menghantam sejenak pembatas jalan lalu mulai meliuk tak karuan di atas aspal.
"Aku tahu! Aku mengerti perasaanmu! Tapi melabraknya di depan umum dengan banyak kamera bukanlah ide brilian!"
"Kau bodoh? Bukankah itu bagus agar mengungkap betapa liciknya wanita sok imut dan polos Si rubah betina itu?" ia membanting stir ke kiri, lalu ke kanan dengan cepat, detik berikutnya sedikit stabil meski masih tak lurus. "Menikung pacar sahabatnya sendiri karena gila harta dan kekayaan keluarga Kitamura! Dia tidak mencintai Shinji seperti aku! Dia hanya playgirl yang suka mengejar pria-pria tampan berduit! Aku kira dia masih punya batasan, tapi bahkan pacar sahabatnya sendiri tak luput dari cengkeramannya!"
"Tapi, Sayako! Meski kau melakukan itu, tak akan ada gunanya! Pengaruh Kitamura Group berskala nasional! Kau tak bisa mengganggu anggota keluarga mereka! Yang ada malah semua hal buruk itu bisa berbalik tajam padamu! Gunakan logikamu, dong! Kau bisa dicap sebagai wanita gila dan tak masuk akal!"
Mendengar 'anggota keluarga mereka', membuat kening Sayako bertaut hebat.
Anggota keluarga? ANGGOTA KELUARGA? APANYA YANG ANGGOTA KELUARGA! DIA HANYA PEREMPUAN JAHAT DENGAN BANYAK PERMAINAN! Maki Sayako dalam hati.
Hatinya kini terasa rumit, ia tahu dengan jelas berapa persentase kemenangannya jika mengamuk di tempat pernikahan itu, tapi akal sehatnya benar-benar susah untuk diajak kompromi. Ia hanya ingin memberi mereka berdua hukuman 'setimpal' jika telah berada di sana, meski yang bisa ia lakukan hanyalah berteriak marah-marah dan menghajar mereka satu persatu. Dan akhirnya mungkin benar-benar akan dicap gila!
"Sayako? SAYAKO? Apa kau masih mendengarku?"
Sayako melempar ponselnya ke samping, suara Emi masih terdengar meski berupa dengungan menusuk di seberang sana.
Ingatannya akan Shinji dengan segala macam perlakuan dan perkataan penuh cintanya yang begitu manis dan tulus, membuat otaknya tak habis pikir bagaimana ia bisa terjerat w*************a itu? Apa jangan-jangan selama ini mereka main belakang dan ia tampak menjadi orang bodoh tak tahu apa-apa di antara mereka? Sungguh menyedihkan!
Pikiran itu membuat hatinya serasa tersengat sesuatu yang tajam dan perih di jantungnya. Kilas balik kenangan indahnya bersama Shinji sang pacar seolah mengupas dirinya sedikit demi sedikit hingga yang tertinggal hanyalah jiwa gelap da kotor penuh dendam.
Tangan kanannya yang memakai cincin pemberian lelaki itu hendak dilepas, tapi sepertinya ia butuh sedikit usaha karena saking lamanya cincin itu terpasang di jarinya, membuatnya susah untuk digerakkan. Sayako dan Shinji sudah menjalin hubungan sejak bangku SMA kelas satu, bagaimana ia tak bisa kehilangan akal ketika tiba-tiba saat ikut melakukan pemeriksaan TKP dan berhadapan langsung dengan banyaknya potongan tubuh dan darah yang menghiasi pemandangannya, malah ia mendapat kabar kalau dua orang yang disayanginya tiba-tiba melakukan pernikahan dadakan dan resepsi pernikahannya disiarkan langsung di tv nasional?
Seketika saja saat melihat pesan LIME dari Emi saat sibuk memeriksa senjata pelaku pembunuhan brutal, ia seolah kerusakan jiwa-jiwa para pembunuh berantai dan psikopat yang selama ini menjadi objek pemeriksaan dan penelitiannya.
Untung saja saat itu, detektif laki-laki yang menjadi rekannya membuyarkan pikiran-pikiran kelam dan jahatnya. Melabrak dan menjambak mereka berdua bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan rencana sebelumnya!
Suara riuh dari tv mobil membuat fokusnya dalam menyetir kembali pecah, di layar mini itu, ia melihat keduanya berciuman begitu mesra, sensual, dan penuh gairah! Suara tepuk tangan dan riuh rendah untuk aksi itu membuatnya seperti terkena petir di siang bolong.
Ruangan resepsi itu pun terlihat begitu mewah dan berkelas. Ketika menuruni anak tangga, suara indah dan merdu lantunan piano mengiringi langkah pelan mereka.
BRENGS*K! Umpatnya dalam hati.
Koneksi yang menghubungkan hati dan pikirannya seolah putus, ia tak bisa menerima kekalahan dari perang yang tak pernah ia ketahui sejak awal!
Sayako benar-benar tertekan dengan siaran langsung itu, air matanya masih menuruni wajahnya yang tertutupi oleh awan gelap. Napasnya berat terengah-engah oleh desakan untuk memaki dan mengumpat di wajah rubah betina itu.