Bab 6 - Dalam Intaian

1710 Words
Pintu ruangan Gean terbuka. Dan muncullah Elena bersama orang tuanya di sana dengan bingkisan yang mereka bawa. “Gean, bagaimana kondisimu, Nak?” tanya Bram begitu mendekati Gean. Gean tersenyum kilas. “Aku baik, Paman. Terima kasih,” jawabnya. Elena dan ibunya meletakkan bingkisan yang mereka bawa kemudian menyapa Airyn yang berada di sana sendirian. “Seharusnya, kamu tidak perlu repot-repot membawa bingkisan seperti ini, Siena,” ucap Airyn begitu melihat bingkisan yang mereka bawa. Siena memeluk Airyn kilas sambil berkata, “Tidak masalah, Airyn. Aku justru ingin meminta maaf, karena Elena lah yang menjadi penyebab Gean mengalami kecelakaan,” tuturnya kemudian melepaskan pelukannya. “andai saja, Gean tak mengantarkan Elena pulang. Mungkin, dia tidak akan mengalami semua ini.” Lanjutnya membuat Airyn menggeleng pelan. “Tidak, Siena. Apa yang terjadi pada Gean sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Elena.” Mendengar hal itu, Elena juga turut mendekat dan mendapat pelukan dari Airyn juga. “Maafkan aku, Bi,” ucapnya dengan penuh rasa menyesal. “Gean tidak akan mengalami kecelakaan ini juga bukan karena diriku.” Lanjutnya kemudian melirik Gean yang sedang berada di atas brankar. “Tidak apa-apa, Nak. Ini murni kecelakaan,” jawab Airyn kemudian melepaskan pelukannya. Begitu pelukan Airyn terlepas, Elena melangkah mendekat ke arah brankar Gean dan berdiri di samping ayahnya duduk. “Hy, Gean. Bagaimana kondisimu?” tanya Elena sedikit kikuk. “maafkan aku. Kamu terluka setelah mengantarku pulang.” Lanjutnya. Gean tersenyum tipis. “Tidak masalah, Elena. Ini hanya kecelakaan kecil. Lagi pula, aku masih hidup,” jawabnya membuat Elena sedikit mendengus. Kata-katanya tadi, mungkin seperti sebuah lelucon tetapi Elena terlihat tak suka dengan jawabannya. “Oiya, di mana Arvyn?” Pertanyaan dari Bram, membuat Airyn yang mengupas jeruk tiba-tiba berhenti. Pagi-pagi sekali, Arvyn pergi. Entah hal penting apa yang membuat Arvyn meninggalkannya dan Gean lagi. “Katanya ada urusan penting. Jadi, Arvyn pergi sebentar.” Gean menatap ibunya kilas. Memang ayahnya tak mengatakan alasan apa yang membuat ayahnya pergi pagi-pagi sekali setelah melihat kondisinya tadi pagi. Tapi dia tau apa penyebabnya. Hari ini, putri Elliot akan segera di tangkap dan dijebloskan ke dalam penjara selama ayahnya yang penipu itu belum menampakkan dirinya. Nesya Kayla. Dia sudah melihat dengan jelas identitas dan riwayat hidup wanita itu. ** “Dia wanita yang kamu cari ‘kan?” tanya Arvyn beberapa menit yang lalu saat Airyn berada di kamar mandi. “Dari mana Ayah mendapatkan foto ini?” Gean balik bertanya. Di foto itu, terlihat seorang wanita yang dia ketahui sebagai putri Elliot sedang berbicara dengan seorang pria di depan sebuah rumah yang kecil. Sepertinya rumah kontrakan. “Ayah melihat identitasnya yang berada di mobilmu. Lalu, seseorang yang kamu suruh untuk memata-matai wanita itu memberikan informasi ini kepada ayah. Dan sekarang, Ayah sudah mengetahui di mana wanita itu tinggal,” jawab Arvyn membuat Gean tertawa tipis. “Ayah bertindak lebih cepat dariku.” “Tidak, Geandra. Ayah hanya melakukan tugas terakhir dari kerja kerasmu. Melihat kondisimu yang seperti ini, tentu saja Ayah lah yang harus menggantikan posisimu sebentar,” balas Arvyn. “Andai saja, Rean ada di sini?” celetuk Gean membuat Arvyn menyipitkan matanya tajam. “Biarkan dia tetap di Singapura.” Gean terdiam. Dia mengerti, ayahnya belum bisa memaafkan kesalahan yang Rean lakukan selama ini. “Hari ini, ayah akan menangkap wanita itu,” celetuk Arvyn membuat Gean menggeleng pelan. “Jangan dulu, Daddy. Awasi dulu apa yang wanita itu lakukan. Siapa tau, dia mengetahui persembunyian Elliot. Jika hari ini, tak ada perkembangan. Ayah bisa langsung menangkapnya.” Arvyn menghela napasnya pelan. Yang dikatakan Gean ada benarnya juga. “Baiklah, hari ini anak buahmu hanya akan memata-matai gadis ini. Tapi, jika belum ada perkembangan tentang keberadaan Elliot. Besok pagi, Ayah akan membawa polisi dan menangkap wanita itu. Setelahnya, Ayah tidak mau ikut campur. Kamu bisa mengurusnya setelah kamu sembuh,” ucap Arvyn lagi dan kali ini Gean mengangguk. “Terima kasih banyak atas bantuannya.” Setelahnya, tak ada percakapan lagi antara Gean dan Arvyn, karena Arvyn memilih duduk sembari melihat ponselnya dan mengecek info penting yang anak buahnya kirim. Sedangkan, Gean. Dia memilih menatap langit-langit ruangan. Dia tentu saja memikirkan wanita yang sudah dengan begitu berani menolongnya kemudian meninggalkannya begitu saja di sini. Andai saja, dia bisa mengingat bagaimana wajah wanita itu? Sayang. Saat wanita itu menolongnya, pandangannya sudah mengabur dan kegelapan menghantam kesadarannya begitu saja. Di mana aku bisa menemukanmu? Batin Gean gelisah. Dia tidak akan pernah mau berhutang budi pada orang lain. Apalagi, hutangnya kali ini begitu besar karena berkaitan dengan nyawa. *** Beberapa kali, Kayla meremas tangannya yang berkeringat. Sesekali juga, dia membenarkan tempat duduknya yang sering kali maju dan begitu dekat dengan punggung lebar Rian. Bukannya apa, dia merasa tak enak jika harus se dekat itu dengan Rian. Bagaimana pun, Rian juga masih asing dan menjadi temannya beberapa menit yang lalu. Jika kalian bertanya, dia mana Kayla sekarang berada, maka jawabannya adalah berada di jalan. Sedang berboncengan dengan Rian, menuju tempat kerja yang Ria maksudkan. Rian itu adalah sebuah manajer di restoran dan saat ini, restoran sedang membutuhkan tambahan pelayan baru. Melihat Kayla yang pastinya sedang membutuhkan pekerjaan, Rian sontak memberi tawaran itu dan ternyata Kayla menerimanya. “Apa kamu tidak kuliah, Kay?” tanya Rian untuk memecah kecanggungannya. Beberapa menit lagi, dirinya dan Kayla akan sampai di restoran dan sejak tadi, Kayla hanya diam. “Aku kuliah, Mas,” jawab Kayla sedikit mengeraskan suaranya agar Rian bisa mendengar. “oleh karena itulah aku membutuhkan pekerjaan untuk membayar kuliahku,” lanjutnya jujur. Rian mengangguk pelan. “Aku jamin, kau akan mendapatkan pekerjaan dan bisa bekerja hari ini juga, Kay.” “Terima kasih, Mas.” Tak ada perbincangan lagi di antara ke duanya karena motor sport yang di kemudikan Rian sudah sampai di sebuah restoran. “Kita sampai,” ucap Riam sembari melepas helm nya a dan Kayla pun turun dari boncengan. Kayla berusaha melepaskan helm itu, tapi tidak bisa. Bagian pengunci yang berada di bawah dagunya sepertinya macet. “Sini, aku bantu.” Rian mengulurkan tangannya, dan Kayla memilih untuk diam. Mengalihkan pandangannya ke arah lain, karena Kayla merasa canggung harus se dekat ini dengan Rian. Rian memandangi wajah Kayla yang merona. Tak dia pungkiri, jika Kayla itu cantik. Mendengar cerita ibunya yang mengatakan Kayla berasal dari desa rasanya tidak mungkin. Melihat penampilan Kayla yang modis meski dengan kesederhanaan yang wanita itu miliki. “Sudah,” ucap Rian kemudian menarik helm itu lepas dari kepala Kayla. Setelahnya mereka berdua pun masuk ke dalam restoran bersama-sama. Kayla melangkah pelan. Mengekori Rian yang berada di depannya dan sesekali melempar senyum pada beberapa pelayan yang sudah berada di sana. Dia menundukkan kepala. Takut ada seseorang yang mengetahui siapa dirinya meski untuk saat ini dirinya aman karena berita tentang penipuan yang dilakukan ayahnya belum menyebar ke dunia massa. Langkah Rian berhenti di sebuah ruangan yang bisa Kayla tebak adalah ruangan khusus untuk pria itu melihat di meja yang berisikan komputer dan beberapa kertas itu bertuliskan papan nama berukuran sedang bertuliskan Rian. “Aku akan menjelaskan pekerjaanmu dan gaji yang akan kamu dapatkan di restoran ini, Kayla,” ucap Rian dan Kayla hanya mengangguk mengiyakan. Rian mulai menjelaskan pekerjaan yang harus Kayla lakukan, mulai dari menyambut pengunjung, menanyakan pesanan sekaligus mengantarkan pesanan. Tak hanya itu, Kayla juga harus menjaga kebersihan restoran. Setelahnya, Rian memberikan rincian gaji yang akan Kayla dapatkan selama 1 bulan dan Kayla menyetujuinya. Lagi pula, dari mana lagi dia bisa mendapatkan pekerjaan semudah ini, sementara dirinya adalah seorang buronan? “Hari ini juga, kamu bisa bekerja, Kayla,” ucap Rian. “kamu bisa mengganti pakaianmu di ruang ganti.” Lanjutnya dan lagi-lagi Kayla hanya mengangguk. “Baik, Mas. Sekali lagi terima kasih banyak,” jawab Kayla dan lagi-lagi mengucapkan terima kasih yang membuat Rian tertawa pelan. “Tidak perlu berlebihan, Kayla. Ini hanya bantuan kecil.” Tak mau membuang waktu di hari pertamanya bekerja, Kayla segera meninggalkan ruangan Rian kemudian menuju ruangan ganti yang Rian maksudkan tadi. Setelah sampai, Kayla segera mengambil baju pelayan yang banyak tersedia di sana dan segera memakainya. Hari ini, adalah hari pertamanya bekerja dan dirinya tidak boleh membuat Rian kecewa. *** Kayla sedang membersihkan sebuah meja. Beberapa menit yang lalu pun dia sudah berkenalan dengan beberapa pelayan lainnya yang bekerja di restoran ini. Sekitar 7 orang yang bertugas sepertinya. 4 koki di dapur dan 4 orang lagi di bagian mencuci piring. Semuanya sudah ter koordinir dengan baik. “Kayla, aku ke kamar mandi sebentar. Nanti kalau ada pengunjung langsung kamu sambut ya?” Ratna, wanita yang berumur selisih 1 tahun dengan Kayla, menghampiri Kayla kemudian tergopoh-gopoh menuju kamar mandi bahkan sebelum Kayla menjawab perkataannya tadi. Dan benar saja. Selang beberapa detik setelah Ratna pergi, pintu restoran terbuka dan masuklah seorang pria setengah baya dengan seorang pengawal berpakaian hitam yang mengekori pria yang sepertinya dari kalangan pengusaha. “Selamat siang, Tuan. Selamat datang di restoran kami. Apa Tuan ingin memesan sesuatu?” sambut Kayla dengan ramah membuat pria setengah baya itu menyunggingkan senyuman tipisnya. Pria yang tak lain adalah Arvyn, meninggalkan rumah sakit karena menerima laporan dari anak buahnya yang sedang memata-matai Kayla. Anak buahnya mengatakan jika Kayla pergi dengan seorang pria dan masuk ke sebuah restoran. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Rupanya, alasan Kayla masuk ke restoran ini bukanlah bertemu Elliot seperti kecurigaannya sebelumnya, melainkan bekerja sebagai pelayan restoran. Restoran miliknya yang selama ini, Airyn kelola. Tanpa Kayla sadari, Kayla sudah memasukkan dirinya sendiri ke dalam kurungan besi yang sebentar lagi akan membawa wanita itu ke kantor polisi. “Aku ingin memesan cappuccino hangat saja,” jawab Arvyn sembari meneliti Kayla dengan teliti. Anak kandung Elliot itu terlihat sangat polos dan lemah. “dan tolong, panggilkan Rian.” Lanjut Arvyn. Dia tau siapa pria di dalam foto yang anak buahnya ambil bersama Kayla. Rian adalah pria jujur yang menjadi kepercayaan Airyn untuk membantu mengelola restoran ini. Entah kebetulan dari mana, sehingga anak Elliot yang dirinya selidiki justru mendekat sendiri. “Baik, Tuan.” Kayla undur diri dari sana untuk mengatakan pesanan pria tadi kepada yang bertugas sekaligus untuk memanggil Rian. Tanpa Kayla ketahui, kebebasannya akan segera berakhir sampai hari ini saja. Kena kau Elliot! Batin Arvyn kemudian mengirimkan sesuatu pada Gean pastinya akan senang mendengar kabar ini darinya. Kayla tak bertemu dengan ayahnya, dan sudah menjadi nasib wanita itu untuk masuk ke penjara—secepatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD