-
Pulang dari sekolah, Yuki masih tetap duduk di samping Yuda seperti saat mereka berangkat tadi pagi.
"Jalannya santai saja Uncle, tidak usah buru-buru seperti waktu berangkat tadi," ujar Yuki. Ia memasang headset di telinganya. Lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran jok mobil.
Yuda membawa mobil dengan santai saja. Saat di lampu merah, ada 3 orang anak yang mengamen.
Yuda merogoh uang dari saku kemejanya. Diambilnya tiga lembar uang dua ribuan, dari lima lembar yang ada.
Yuda memang selalu menyediakan uang pecahan dua ribu itu di saku kemejanya. Uang itu merupakan sebagian dari hasil dari jerih payahnya jadi kuli angkut di pasar.
"Maaf, Non, bisa tolong berikan uang ini, pada mereka?" Tanya Yuda pada Yuki yang sudah melepas head setnya.
Yuki bergidik melihat uang dua ribu yang lecek, dan kotor di tangan Yuda.
"Kasih aja sendiri!" ujarnya sedikit ketus.
Yuda terpaksa memajukan tubuhnya, sehingga ia berada dekat dengan tubuh Yuki. Tangan Yuda yang berkulit sawo matang dan terlihat kokoh terjulur melewati tubuh Yuki agar ia bisa menyerahkan uang di tangannya.
"Bagi bertiga ya" ujar Yuda. Ia tidak sadar kalau jarak antara wajahnya dan wajah Yuki begitu dekat.
Ketiga anak itu menerima uang dari tangan Yuda dan mengucapkan rasa terimakasih mereka. Senyum sumringah terukir di bibir mereka.
Cup...
Satu kecupan dari bibir Yuki mendarat di pipi Yuda, membuat Yuda tersentak kaget. Spontan ia menarik tubuhnya menjauhi Yuki. Yuda menatap wajah Yuki dengan perasaan gusar.
"Nona, apa yang sudah kamu lakukan!?" Seru Yuda sambil mengusap pipinya yang dikecup bibir Yuki tadi.
"Aku baru saja mencium pipimu Uncle. Itu yang baru saja aku lakukan" sahut Yuki santai, seakan hal itu adalah hal yang biasa saja baginya.
"Kenapa Nona mencium saya, ini tidak boleh Nona," Yuda menatap tajam mata Yuki.
"Salah Uncle sendiri, kenapa menyodorkan wajah ganteng Uncle di depanku!" Jawab Yuki dengan sangat santai. Yuda menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi ...."
"Cepat jalan Uncle! Sudah lampu hijau" potong Yuki cepat. Dengan menghela napas berat, Yuda kembali menjalankan mobilnya.
"Saya mohon, jangan ulangi lagi hal seperti tadi Nona," mohon Yuda dengan suara lembut. Yuki menolehkan kepalanya ke arah Yuda.
"Kenapa? Itu hanya sebuah kecupan di pipi Uncle," sahutnya benar-benar sangat santai.
"Haram hukumnya seorang pria, dan wanita yang bukan mahromnya bersentuhan. Apa lagi sampai mencium seperti yang Nona lakukan tadi." sahut Yuda tegas.
"Ya ampun, Uncle hidup di jaman apa sih, kuno banget!" Seru Yuki, ada nada mengejek pada suaranya.
"Perintah, dan larangan agama tidak pernah berubah Nona. Tidak ada istilah kuno untuk hal itu. Jadi tolong jangan lakukan lagi hal itu," mohon Yuda.
"Huuhh ...." Yuki melengoskan wajahnya kesal. Ia merasa Yuda sudah berusaha mengaturnya.
Mereka tiba di rumah tanpa ada pembicaraan lagi.
"Tunggu aku ganti pakaian, aku ada janji ke mall dengan teman-temanku. Uncle boleh makan dulu!" Ujar Yuki dengan nada ketus. Tampaknya ia masih marah karena ucapan Yuda saat di dalam mobil tadi.
Yuda mengambil bekal makanannya dari gantungan di motornya.
Ia duduk di kursi yang ada di dekat garasi. Baru saja ia menyuap satu sendok ke mulutnya, saat salah satu asisten rumah tangga melintas di depannya.
"Mas Yuda, kalau mau makan ambil di dapur saja. Tidak usah bawa bekal Mas. Mas boleh makan dan minum sekenyangnya di dapur" ujar asisten rumah tangga Mr. Yamata itu.
"Terimakasih Mbak, tapi Mister Yamata tidak memberitahukan hal itu. Jadi biar saya bawa bekal saja. Mungkin gaji saya sudah termasuk uang makan di dalamnya," sahut Yuda.
"Ya ampun Mas, tidak apa-apa kalau mau makan di dapur, semua karyawan di sini makan di dapur kok."
"Maaf Mbak, saya tidak berani, kalau tidak ada ijin dari pemilik rumah langsung," sahut Yuda sopan.
"Ya sudah Mas, selamat makan ya Mas. Kalau perlu kopi atau teh, atau apa saja, minta saja ke dapur"
"Terimakasih Mbak." Yuda menganggukan kepalanya.
Selesai makan, Yuda mengambil air wudhu di kran yang ada di taman. Lalu ia menggelar sajadahnya di atas gajebo kecil yang ada di sudut taman samping rumah Mr. Yamata.
Baru saja ia selesai berdoa, saat suara nyaring memanggilnya.
"Uncle Yuda!"
"Ya Non," bergegas Yuda turun dari gajebo panggung yang terbuat dari bambu itu.
"Ngapain di situ? Tidur ya!" Tanya Yuki dengan tatapan sengit.
"Tidak Non, saya baru selesai sholat" Yuda menunjukan sajadah, dan pecinya pada Yuki.
"Ayo cepat, nanti teman-temanku kelamaan menunggu di mall!"
"Baik Non, sebentar saya menyimpan ini dulu" Yuda memasukan sajadah dan pecinya ke dalam kresek, lalu di gantung di motornya bersama dengan kotak bekal makannya.
Saat ia kembali, ternyata Yuki sudah masuk ke dalam mobil.
Yuda masuk, dan duduk di belakang kemudi. Ia melirik Yuki sekilas.
"Astaghfirullah hal adzim!" Serunya saat melihat pakaian yang dikenakan Yuki.
"Ada apa? Apa aku terlihat seperti hantu?" Tanya Yuki dengan tatapan marah pada Yuda.
"Maaf Nona, tapi pakaian Nona, saya kira terlalu terbuka, orang tua Nona pasti tidak akan suka melihat anak gadisnya berpakaian seperti ini," ujar Yuda sambil menyalakan mesin mobil.
"Tidak usah mencoba mengaturku, dan jangan pernah menyinggung tentang orang tuaku. Tugas Uncle hanya mengantarku ke manapun aku ingin pergi!" Sahut Yuki. Yuki memasang head seat di telinganya, menyandarkan punggungnya, lalu memejamkan matanya.
Yuda menarik napas dalam.
Ia memang sering melihat gadis muda berpakaian seperti Yuki.
Celana jeans yang panjangnya hanya setengah paha, sehingga menampilkan paha mereka. Kaos kebesaran yang bagian atasnya hanya sangkut di kedua lengan atasnya, sehingga memperlihatkan seluruh bahu dan sebagian dadanya. Kaos itu di bentuk simpul pada bagian pinggang, sehingga memperlihatkan sedikit kulit perut mereka.
Tapi berhadapan langsung sedekat ini, baru kali ini terjadi.
Yuda menolehkan kepala, saat mendengar gumaman senandung dari mulut Yuki. Bibir mungil Yuki bergerak-gerak, mengeluarkan suara gumaman yang tidak jelas.
Yuda jadi berpikir tentang orang tua Yuki.
Di mana orang tuanya?
Kenapa Yuki terlihat marah saat ia menyinggung tentang orang tuanya?
Apakah orang tuanya tidak mengajarkan sopan santun padanya?
'Hhhh kenapa aku harus repot memikirkannya, urusan keluargaku sendiri masih harus aku pikirkan. Apa lagi tahun ini kedua keponakanku sudah harus masuk sekolah. Si kakak masuk SD, si adik masuk TK. Aku harus bekerja lebih keras lagi agar bisa memberikan pendidikan terbaik untuk mereka.
Ya Allah.
Bukakan pintu rezeki untukku seluasnya. Datangkan rezeki dari jalan mana saja. Rezeki halal untukku agar bisa membahagiakan keluargaku, aamiin'
Yuda berkonsentrasi menyetir, menuju mall tempat Yuki janji bertemu dengan teman-temannya.
**BERSAMBUNG**