PART. 1 KETULUSAN CINTA
usia Yuki di awal aslinya 17, karena permintaan pihak aplikasi, diganti 19. Kalau ada yang masih 17, itu artinya kelewat di revisi. Harap maklum. Terima kasih.
Yuda mengenakan jaketnya, lalu memasang helmya. Sementara Ajeng menggantung tas berisi bekal suaminya di gantungan yang ada di bawah stang motor matic milik Yuda.
Yuda memasukan tas kresek yang berisi pakaian kerja, dompet, dan ponselnya ke bawah jok motornya.
Terakhir, ia meminum kopi yang diambil Ajeng dari atas meja.
Setelah meneguk kopinya, dan menyerahkan gelas itu kembali pada Ajeng.
"Mas pergi ya Dek, doakan semoga hasil hari ini lebih baik dari kemarin, aamiin" mereka mengucap Aamiin berbarengan. Yuda meraih kepala istrinya. Mendaratkan kecupan penuh cinta di kening istrinya. Ajeng meraih telapak tangan Yuda, mencium punggung tangan suaminya.
"Hati-hati ya Mas"
"Iya Dek, Mas pergi ya, jangan lupa minum obatmu, assalamuallaikum"
"Ya Mas, walaikum salam"
Yuda berlalu dari teras rumah petak yang ditempati bersama istrinya. Ajeng kembali masuk ke dalam rumah setelah suaminya menghilang dari pandangannya.
Ajeng sangat kasihan pada suaminya, yang harus bekerja keras untuk kehidupan mereka, juga kehidupan keluarga di kampung. Tapi apa yang bisa ia lakukan, kondisi kesehatannya tidak memungkinkan ia untuk bekerja. Dan Yudapun tidak mengijinkan ia ikut bekerja.
Hanya doa yang bisa Ajeng berikan untuk membantu suaminya. Agar suaminya mendapatkan rezeki yang bisa mencukupi kebutuhan mereka.
--
Meski lelah setelah bekerja di pasar, tapi Yuda tetap bersemangat untuk datang bekerja di kantornya. Siang ini Yuda baru datang dari Bandara, mengantarkan Manager pemasaran yang pergi ke luar kota, ia melangkah untuk memasuki ruangan kantor, ketika salah satu security memanggilnya.
"Mas Yuda!"
Yuda menolehkan kepalanya, Pak Bisri, Security senior mendekatinya.
"Mas Yuda"
"Assalamuallaikum Pak Bisri"
"Walaikum salam Mas Yuda"
"Ada apa Pak?"
"Tadi, Mbak Wuri, sekretaris Pak Boss menitipkan pesan untuk Mas Yuda"
"Pesan apa Pak?" Yuda mengerutkan keningnya.
Ia merasa sedikit cemas, takut ada yang salah pada pekerjaannya.
"Mas Yuda, diminta menghadap Pak Boss sekarang juga"
"Menghadap Boss? Aduh, saya ada salah apa ya Pak?"
Suara Yuda terdengar sangat cemas.
"Tidak tahu Mas Yuda, saya hanya menyampaikan saja. Sebaiknya Mas cepat temui Pak Boss" sahut Pak Bisri.
"Ya Pak, terimakasih Pak, assalamuallaikum"
"Walaikum salam"
Dengan hati was-was Yuda memasuki kantor, menaiki lift sampai di lantai tempat ruangan kantor Pak Handoyo, Bossnya berada. Sepanjang perjalanan ia terus berdoa, agar bukan berita buruk yang akan diterimanya.
Ia disambut oleh Wuri, sekertaris Pak Handoyo.
"Assalamuallaikum Mbak Wuri"
"Walaikum salam, Mas Yuda, mari ikut saya" Wuri segera melangkah mendahului Yuda. Yuda mengikuti di belakangnya.
Wuri mengetuk pintu ruangan Pak Handoyo.
"Masuk!"
Wuri membuka pintu.
"Permisi Pak, Mas Yuda siap menemui Bapak"
"Suruh dia masuk, dan kamu bisa kembali ke tempatmu"
"Baik Pak, silahkan Mas"
Yuda melangkah masuk.
"Assalamuallaikum Pak"
Kepalanya mengangguk hormat pada Pak Handoyo. Meski hatinya tengah gelisah, ia mencoba untuk bersikap biasa saja.
"Duduklah" Pak Handoyo menunjuk kursi yang ada di seberang kursinya. Jarak mereka terpisah oleh meja kerja. Ini pertama kalinya Yuda masuk ke ruangan kantor Bossnya. Ia yakin kursi yang ia duduki pastilah sangat mahal, mungkin nilainya lebih dari sebulan gajinya.
"Kamu tahu kenapa saya memanggilmu?" Tanya Pak Handoyo.
Yuda menggelengkan kepalanya.
"Saya tidak tahu Pak"
"Mulai besok kamu tidak usah datang untuk bekerja di sini lagi, kamu dibebas tugaskan dari pekerjaanmu!" Jawaban Pak Handoyo bagai petir di siang bolong bagi Yuda.
"Maaf Pak, kalau boleh tahu, apa kesalahan saya?" Yuda mencoba memberanikan diri untuk bertanya. Sejujurnya ia bingung, kenapa harus Pak Handoyo langsung yang menyampaikan pemecatan atas dirinya. Ia hanya seorang supir, bukan staff penting di kantor ini.
"Kamu tidak punya salah Yuda"
"Kalau begitu kenapa saya dipecat Pak?"
"Kamu dipecat dari kantor ini, karena kamu akan dipekerjakan sebagai supir pribadi cucu kakak Saya."
Sekali lagi jawaban Pak Handoyo membuat Yuda terkejut.
"Maksud Bapak?"
"Mulai besok kamu bekerja di rumah kakak saya. Jam kerja, sama dengan jam kantor. Gaji yang kamu dapat jauh lebih besar. Tapi kamu harus siap mengantar dan menjaga cucu kakak saya ke manapun dia pergi"
"Cucu kakak Bapak?"
"Ya, cucu kakak saya. Kami tidak memilihmu secara sembarangan Yuda. Selama 3 bulan ini kami sudah mengamati kinerja para supir di perusahaan ini, juga supir-supir di beberapa kantor cabang.
Kamu dinilai berdedikasi tinggi, penuh semangat, orang yang taat. Sopan santun dalam bertutur kata dan bersikap, penuh etika dan tata krama. Serta masa kerjamu yang sudah mencapai 10 tahun. Tidak pernah ada yang mengeluh dengan pekerjaanmu. Karena itulah kamu yang terpilih. Besok pagi datanglah ke alamat ini, cari Mr. Yamata di sana. Katakan kau orang suruhanku, mengerti Yuda!"
"Mr. Yamata, maksud Bapak saya bekerja di rumah Boss besar?" Tanya Yuda tidak percaya.
"Ya, sekarang kembalilah bekerja, nikmati hari terakhirmu di kantor ini, dan ingat, sebelum pukul 8 pagi, kamu harus ada di rumah kakakku"
"Baik Pak, saya permisi, assalamuallaikum." Yuda menjabat tangan Pak Handoyo dengan erat. Lalu ia melangkah dengan hati lapang.
'Alhamdulillah ya Allah, semoga aku betah bekerja di rumah boss besar. Hmm sebesar apa cucunya, ehmm berapa ya usianya. 8,10,12, atau 14 tahun. Pasti akan sangat menyenangkan berinteraksi dengan anak-anak, hhhh aku jadi merindukan kedua keponakanku, semoga mereka selalu bahagia, aamiin'
--
Yuda tiba di rumahnya, di sambut senyum manis istrinya, yang sudah siap dengan teh hangat di tangannya. Yuda memasukan motornya ke dalam rumah, lalu menutup dan mengunci pintunya.
"Mas kenapa? Wajah Mas lesu sekali. Mas sakit?" Tanya Ajeng lembut, setelah suaminya itu duduk di atas tikar yang di gelar di ruang tamu. Dan Yuda sudah meneguk teh hangatnya.
"Aku..aku dipecat Dek" jawab Yuda lirih.
"Ya Allah, Mas salah apa?"
"Aku tidak punya salah Dek"
"Kalau tidak punya salah, kenapa dipecat Mas?"
"Aku dipecat dari kantor, tapi dipekerjakan sebagai supir pribadi di rumah Pak Boss besar. Di rumah Mister Yamata, gajinya lebih besar kata Pak Handoyo" jawab Yuda dengan wajah berseri.
Mata Ajeng berbinar mendengarnya.
"Alhamdulillah Ya Allah. Lalu bagaimana dengan pinjaman Mas yang masih ada di kantor?"
"Astaghfirullah hal adzim, aku lupa menanyakan hal itu Dek, nanti aku telpon Mas Ilham untuk menanyakan hal itu"
"Maafkan aku ya Mas, karena aku, Mas jadi harus punya hutang di kantor" ucap Ajeng lirih, matanya jadi berkaca-kaca.
"Jangan bilang begitu Sayang, aku mencintaimu. Aku suamimu, aku bertanggung jawab penuh atas dirimu, pada orang tuamu, juga pada Allah. Jangan menghitung apapun di antara kita. Bahagiaku bahagiamu, dukaku dukamu, tawaku tawamu, air matamu, adalah kesedihanku." Yuda menghapus air mata yang luruh dan jatuh di pipi Ajeng.
Yuda meraih bahu Ajeng, dipeluknya erat wanita yang sudah dinikahinya selama 3 tahun itu dengan penuh cinta. Ajeng menangis haru akan kasih sayang suaminya. Suaminya yang mau menerima dirinya apa adanya, mau menerima kekurangannya, mau menerima masa lalunya yang kelam tanpa pernah mencela.
***BERSAMBUNG***