12

1052 Words
Seminggu kami bersama untuk mengurus pekerjaan membuatku sedikit mengenal Rifat dan bagaimana dia bekerja sekali lagi aku mengakui bagaimana papa dan Bima dalam menilai orang. Selama seminggu ini, aku dan Bima selalu melakukan video call untuk menuntaskan hasrat. Ketika melakukannya Rifat ada di depanku dengan tatapannya memandangku melakukan m********i setelah video call berakhir kami langsung melakukan berdua dan kali ini aku bisa merasakan bagaimana perasaan Rifat kepadaku, tapi terkadang aku video call dengan Bima tanpa adanya Rifat ataupun melakukan itu tanpa melakukan panggilan dengan Bima. "Oughhh om enak" ucapku sambil memasukkan jari di tangan dengan memberikan tatapan menggoda pada Rifat Ponsel aku arahkan pada v****a dengan jariku masuk kedalam, aku melakukannya dengan cepat berharap segera selesai karena di depanku Rifat memainkan penisnya dan aku tidak sabar p***s itu memasuki diriku karena melakukan ini membuatku merasa tidak nyaman karena aku lebih suka asli daripada harus membayangkan. "Ahhh aku mau keluar" erangku ketika merasakan akan meledak "akhhhh" "Akhhhhh" suara Bima yang tampak mengeluarkan cairannya Bima menatapku dari ponsel menunjukkan wajah puas begitu juga denganku, Bima akan pulang minggu depan dan aku tidak sabar bertemu dengannya secara langsung untuk menyirami rahimku walaupun Rifat bisa melakukannya dengan baik. “I love you dan jaga diri” aku mengangguk dan tidak lama Bima mematikan sambungan. Setelah Bima menutup ponsel dengan cepat Rifat mendekatiku dan mengambil ponselku diletakkan diatas nakas, aku segera bangkit mendorong Rifat untuk tidur. Aku cium seluruh badannya memainkan p****l di dadanya, ciumanku turun sampai ke p***s Rifat yang dengan segera aku masukkan kedalam mulut. Aku memainkannya seperti ice cream yang enak, p***s ini tidak bisa sepenuhnya masuk kedalam mulutku karena terlalu besar namun aku tidak mempermasalahkan hal itu yang terpenting adalah menuntaskan nafsuku yang hanya sesaat tadi. Tanganku bermain di buah zakarnya, aku melirik dari bawah melihat bagaimana reaksi Rifat dan Rifat menikmati apa yang aku lakukan sambil sekali-sekali memejamkan mata menikmati setiap apa yang aku lakukan. Tangan Rifat terkadang meremas rambutku bahkan tidak jarang membantuku dengan memasuk dan keluarkan penisnya dari mulutku dengan menggerakkan pingulya,. Rifat menarikku untuk mendekat aku yang paham langsung kearahnya dan mencium bibirnya, entah kenapa ciuman dengan Rifat sangat berbeda dibandingkan Bima dimana aku merasakan sedikit getaran saat melakukan dengan Rifat. Aku memposisikan penisnya diatas v****a secara perlahan memasukkannya, p***s besar ini membutuhkan waktu lama untuk masuk kedalam padahal bukan pertama kali masuk ke dalam namun ketika p***s masuk aku mendapatkan rasa berbeda yang selama ini ketika bersama Bima dan aku merasakan perasaan nyaman bersama Rifat. "Akhhh" teriakku ketika p***s ini masuk semua kedalam namun aku hanya diam menikmati saat-saat p***s berada di dalam vagina Tangan Rifat berada di payudaraku membuat gerakan meremas perlahan dan aku menggerakkan pinggul secara perlahan sesuai dengan remasan Rifat yang sambil sesekali mencubit pentilku dan aku mengerang menikmati semua perlakuan Rifat. "Oughhh" desahku menikmati semua yang dilakukan Rifat "Ahhhh" erang Rifat Desah kami bersamaan ketika penisnya keluar masuk di v****a, aku mempercepat gerakan di pinggul diikuti remasan di kedua payudaraku. Rifat mengambil posisi duduk tanpa melepaskan penyatuan kami diciumnya bibirku lalu turun ke leher dengan di dijilat perlahan dengan dipegangnya payudaraku di dekatkan pada bibirnya dimana Rifat langsung mengulumnya tanpa henti dengan memainkan pentilnya seakan ingin menghisap seluruh isi dari p******a. "Ahhhh" desahku ketika Rifat menggigit pentilku "oughhh" Rifat membantuku menggerakkan penisnya dalam v****a, seketika aku ingin meledakkan sesuatu dari dalam ya aku o*****e kembali gara-gara permainan Rifat yang tiada henti. "Akhhhh aku keluar" ucapku menarik Rifat dan mencium bibirnya dengan rakus Penis Rifat semakin aku masukkan di dalam, Rifat memberikanku waktu untuk istirahat dengan membelai wajahku dan merapikan rambutku yang berantakan dan menarikku kedalam pelukannya. "Kamu luar biasa" puji Rifat membuatku tersenyum malu dengan mengeratkan pelukan pada Rifat Tidak lama aku merasakan gerakan di v****a yang ternyata Rifat menggerakkan penisnya perlahan namun makin lama makin cepat membuatku hanya bisa mengimbangi gerakannya "Oughhh s**t penisku kaya disedot vaginamu" ucap Rifat sambil mengerang kenikmatan Aku membantu dengan mempercepat tempo gerakan kami berdua diikuti dengan rangsangan yang diberikan Rifat membuatku terlena dibuatnya "Akhhhh aku mau keluar lagi" ucapku sambil mendesah dan meremas rambut Rifat "Bersama" ucap Rifat "Akhhhh" desah kami bersamaan ketika mencapai orgasme Dapat kurasakan tembakan s****a ke rahim yang berulang kali diikuti cairanku yang keluar, aku merasa banyak cairan kami yang keluar. Rifat menatapku dan menciumku dengan lembut bahkan sangat lembut sehingga membuatku terlena, semua sikap Rifat membuatku terlena seolah aku adalah hal yang berharga. "Tinggalkan dia jadilah hanya milikku" ucap Rifat ketika melepaskan ciuman kami "aku tidak suka kamu bersama dia" Aku tersenyum "aku belum memutuskan apa-apa dan jika aku sudah mencintai salah satu di antara kalian maka aku akan meninggalkan salah satunya tapi jika kamu tetap menuntut aku akan meninggalkanmu" Rifat menatapku dengan emosi "sebegitunya penting dia untukmu?" dengan memberikan tatapan tajamnya tersebut. Aku menggelengkan kepala "dia gak penting tapi kita sama-sama membutuhkan ini dan tidak berbeda jauh denganmu" sambil melepaskan penyatuan kami “bukankah aku hanya sebagai tempat pemuas nafsu bagi kalian berdua? daripada kalian mencari wanita tidak jelas lebih baik bersamaku” Rifat menarikku “kamu bukan wanita seperti itu” aku menatap sinis pada Rifat “aku mengatakan ini bukan karena ayahmu tapi memang kamu orang yang berharga jadi hentikan semua sebelum terlambat” aku melepaskan tangan Rifat "apakah dengan kamu hamil bisa membuat meninggalkannya?" aku diam tidak tahu harus bicara apa "baiklah mari kita buat bayi itu" putus Rifat Aku tersenyum "tidak akan terjadi karena aku minum obat mencegah kehamilan dan rutin cek tiap 6 bulan sekali" Rifat menatapku tajam dan menarikku "kita ke dokter kandungan dan aku akan bilang Pak Wijaya untuk menikahimu" "Jangan macam-macam" ucapku emosi "kita gak ada hubungan apa-apa hanya saling membutuhkan bukankah kamu ingin menjadikanku jalang maka jadikan jalang" "Aku akan menikahimu" ucap Rifat menjauh dariku dan langsung mengambil ponselku "kamu suka atau tidak karena aku gak mau kamu jatuh dalam keegoisan dia" aku menatap Rifat dan ponselku “Jangan macam-macam kamu” ucapku emosi “apa mau kamu sebenarnya” teriakku depan wajahnya “bahkan kita bersama karena proyek di Bandung ini selebihnya kita tidak ada hubungan” “Menikah denganku itu saja” ucap Rifat santai “berpikirlah bagaimana baiknya” Rifat meletakkan ponselku kembali “tapi jangan halangi aku untuk meminta ijin menikahimu di depan Pak Wijaya dan Pak Devan” aku menatapnya tajam “pikirkan perasaan papa kamu bagaimana jika terjadi masalah dengan kalian berdua dan ini bisa membuat bisnis papa kamu hancur hanya karena kalian berdua” Rifat keluar dari kamar setelah berpakaian. Sepeninggal Rifat aku memikirkan semuanya dan apakah aku harus menerima lamaran ini dan melupakan Bima, aku mengambil ponselku yang tadi diletakkan kembali di nakas dan mencari nama Bima namun aku tidak bisa menghubunginya sama sekali setelah panggilan video yang kami lakukan beberapa jam lalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD