"Ada kabar baik," Reya berjalan memasuki tim desain. Membuat mereka menoleh ke arah gadis itu.
"Apa?" tanya salah satu tim di sana.
Reya terlihat menjentikan jarinya, "Kita bakal ekspor, begian desain disuruh masuk ke finishing. Kita harus lembur dan bantu anak finishing."
Helaan napas kecewa dan wajah muram terlihat, mereka tahu bagaimana rasanya masuk ke dalam pabrik. Udaranya pengap, dan panas. Selain itu, tempatnya tidak sebersih di ruangan desain.
"Kirain apaan? Mau dikasih bonus kek, libur seminggu kek. Eh, malah disuruh masuk ke finishing!"
Jawab Feni, salah satu tim desain. Ratu hanya terdiam, dan sesekali melirik gambar detail sepatu yang sedang ia buat.
Reya terkekeh, "Eh, kalau kita ekspor, itu artinya bakal lembur. Nah, kalau lembur kita bakal dikasih uang lebih, kan lumayan."
"Tetep aja kalau harus ke finishing, bungkusin sepatu, males gue, banyak debu," Feni memutar kedua bola matanya jangah, "Lagian anak finishing, masa gitu aja gak becus sih." Pungkasnya.
"Kita lembur nyampe jam berapa?" Ratu bertanya.
"Lo, enggak deh, kayanya," ringis Reya.
"Kenapa?" Feni sewot.
"Ratu itu, mau diajak Pak Raja ke Andreas. Mau bikin desain baru di sana. Masa lo gak inget?"
Feni mengerucutkan kedua bibirnya, dan menyipitkan kedua mata, "Gue iri sama lo."
Dan Reya tergelak, "Gue juga iri sama lo!" Meniru apa yang dikatakan Feni, dengan gaya centilnya.
Ruangan desain sudah sepi, hanya ada Ratu di sana. Teman-temannya sudah pergi ke bagian finishing. Ratu yang memang ditugaskan sendirian, ia sedang mengamati dan membuat desain logo baru yang ditugaskan padanya.
Logo ini, nantinya akan ditempel di bagian luar sepatu. Namun, pihak perusahaan ingin membuat sepatu model baru dari kulit sapi.
Jadi, Ratu harus memastikan kalau pembuatan logo ini tidak perlu memakai jahitan terlalu banyak, yang bisa membuat kulit sapi itu rusak.
"Kalau pakai lem, mungkin bisa?" ia bergumam sendiri, "Tapi lem baunya nyenget banget, anak pabrik bisa mual."
"Kita kasih masker aja, anak bagian pengelemannya!"
Suara Raja membuat gadis itu kaget, "Pak Raja?"
Laki-laki itu tersenyum, "Jangan khawatir, kita punya lem yang tidak bau."
"Tapi itu harganya mahal,"
"Harga tidak jadi masalah, yang penting karyawan pabrik bisa bekerja dengan nyaman." Raja mengambil kulit sapi yang tersedia di atas mejanya Ratu. Kulit sapi berwarna hitam yang sudah jadi bahan mentah sepatu.
"Ini terlalu halus gak sih?"
Ratu mengangguk, "Iya, aku khawatir rusak, saat anak sewing melakukan penjahitan."
"Kamu bisa jahit?"
"Bisa, tapi tidak sehebat anak sewing."
Raja menghela napas, "Kamu bisa jahit, bisa desain, juga bisa bikin jantung saya gak tenang. Apalagi yang tidak kamu bisa?"
Ratu mengalihkan tatapannya, ia tahu Raja sedang bercanda. Namun tetap saja hal itu bisa membuat jantungnya berdetak tidak karuan.
"Saya senang bisa bicara sama kamu, meski ya ... yang diajak bicara judesnya minta ampun."
Ratu berdeham, "Eh, hari ini mau ke Andreas, Pak?"
"Dan dia suka mengalihkan pembicaraan," tambah Raja lagi, sepertinya ia memang sangat suka menggoda gadis itu.
Ratu tetap tidak ingin menanggapinya, ia segera mematikan laptop dan memasukannya ke dalam tas khusus miliknya, "Ayo Pak?" ia berjalan ke arah pintu, menghadirkan helaan napas dari Raja.
Mobil yang dibawa Raja mulai meninggalkan kantor Narendra Corp.
"Kamu punya nomor ponsel?"
Pertanyaan Raja ini terdengar aneh, tentu saja setiap orang memiliki nomor ponsel.
"Ada Pak," jawab Ratu dengan menatap ke arah keluar jendela kaca mobil.
"Lalu kenapa kamu tidak pernah chat saya?"
"Kenapa saya harus chat Bapak?"
Raja mencengkram kuat setir mobilnya, "Ya ..., kita nanti akan bekerja sama, Ratu. Kamu tahu, Andreas menginginkan desain baru. Tapi syaratnya kita berdua berkolaborasi."
Ratu terdiam, jujur saja ini sangat memberatkan dirinya. Bertemu beberapa menit saja dengan lelaki itu sungguh bisa membuat Ratu bingung. Ia takut dirinya melewati batas. Ratu harus bisa menjaga hatinya, Raja adalah lelaki baik dengan segala kesempurnaannya.
Raja berhak mendapatkan perempuan yang lebih baik darinya.
Suara Raja yang ia dengar barusan agak meninggi. Seolah ia marah, hanya karena Ratu menjawab pertanyaan laki-laki itu dengan apa adanya.
"Boleh gak saya jujur, saya tidak mau berkolaborasi dengan Bapak."
Dan tiba-tiba saja Raja menekan rem di kakinya. Membuat suara jeritan mobil itu terdengar memekkakan telinganya Ratu.
Gadis itu terengah kaget, dan Raja menatapnya tajam. "Ini keputusan ayah saya."
"Tapi Bapak bisa nolak ini kan? Saya tidak mau terlalu banyak berinteraksi dengan Bapak."
Raja tersenyum kecil, "Saya tahu, kamu tidak menyukai saya, Ratu. Iyakan? Tapi kita harus tetap profesional. Ini dunia kerja, dan kita harus tetap bekerja sama. Meski kamu tidak menyukai saya."
Dan Ratu terdiam, tentu saja ia tidak akan bisa menolak ini. Siapa dirinya, ia hanya karyawan yang kebetulan mempunyai bakat lebih, dan dibutuhkan oleh atasannya.
Kenapa Ratu harus bingung?
"Maaf Pak, saya hanya tidak nyaman terlalu sering ketemu Bapak."
"Ini hanya untuk pekerjaan, Ratu." Lirih, Raja terdengar menyayat.
"Iya, tapi kalau bisa. Aku tidak mau berkolaborasi sama Bapak. Di grup desain, banyak yang berbakat melebihi saya. Mungkin besok, Bapak bisa memilih salah satunya."
Yang berbakat memang banyak. Tapi yang Raja inginkan hanya gadis itu. Raja ingin sedikit meminta kebahagiaan dari gadis itu. Hidupnya sudah begitu letih, keluarga Narendra tidak pernah memberikan pilihan untuknya.
Pak Axel yang selalu memberikan banyak tanggung jawab. Lalu Ibu dan Adik angkatnya, seolah neraka yang membakar diri setiap harinya.
Raja tertekan, Raja ingin Ratu memberikan kenyamanan meski secuil saja.
Raja terdiam, ia tentu saja tahu kalau gadis di sampingnya itu tidak memiliki hati sedikit pun untuknya.
Tapi bisakah gadis itu berpura - pura suka, demi dirinya. Raja sudah dibenci oleh keluarga Narendra, apakah dia juga harus dibenci Ratu?
Raja menghela napas dalam. Mencengkeram setir mobil lebih erat lagi, "Ok, mulai saat ini saya tidak akan lagi dekatin kamu! Tapi untuk kolaborasi ini, tetap saya milih kamu!"
Ratu hampir membuka mulutnya untuk protes, tapi tangan Raja menghentikan semuanya.
"Saya tidak akan banyak bicara sama kamu. Kita bekerja, itu saja!"
Sejenak mereka terdiam dalam satu tatapan. Ratu dapat menangkap tatapan perih dari kedua mata indah itu.
Sampai Raja mengalihkan tatapannya, dan mulai kembali menyalakan mesin mobilnya.