Bab 3 Menang Tipis

1734 Words
Secara teori, tugas pemain baru hanya perlu melarikan diri dari gedung kos berhantu ini. Karena itu menyelidiki apakah hantu ganas di luar pintu adalah Wani, atau bahkan menyelidiki kebenaran tentang kematian Wani, seharusnya tidak ada dalam rencanaku. Tapi ... bagaimana jika menyelidiki kebenaran insiden itu juga merupakan salah satu langkah yang diperlukan untuk melarikan diri? Aku menggelengkan kepalaku untuk menghilangkan pikiran-pikiran mengganggu yang terlalu banyak dari otakku. Lagi pula, ini ‘kan hanya tugas buat pemain baru, seharusnya tidak begitu sulit, bukan? Aku melihat lagi tiga lembar kertas yang tersisa secara bergantian. Di atas kertas-kertas ini, terdapat beberapa lukisan yang sederhana. Keterampilan melukisnya juga tidak begitu memukau, seolah-olah dibuat oleh siswa sekolah dasar. Sepasang mata dilukis pada kertas pertama, sebuah kamera tua dilukis pada kertas kedua, dan seorang bayi yang dibungkus dalam selimut dilukis pada kertas ketiga. Aku melihat lukisan-lukisan ini berulang kali, namun masih tidak mengerti apa yang sedang mereka coba ungkapkan. "Apakah ini petunjuk baru? Apa maksudnya?" Aku berpikir keras selama beberapa menit, berpikir hingga kepalaku terasa mau meledak, tetapi tetap tidak bisa memikirkan maksudnya. Karena itu, aku berhenti memikirkannya, melipat beberapa lembar kertas itu dan memasukkannya kembali ke dalam sakuku. Aku terus melanjutkan pencarian di kamar kos putri itu, tapi tetap tidak menemukan hal baru. Kemudian aku memfokuskan pandanganku pada jendela yang tertutup rapat di sebelah wastafel. Di luar jendela, terlihat gelap gulita, sampi tidak ada yang bisa dilihat. Gelap seolah-olah cahaya yang tersedot ke dalam, tidak akan pernah keluar. Namun yang paling aneh adalah terdapat sebuah gembok yang tergantung di pegangan jendela! Aku menghampiri jendela itu, mengulurkan tangan dan menyentuh kacanya yang terasa dingin. Aku langsung terpikirkan sebuah pepatah barat klasik yang berbunyi : Ketika Tuhan menutup pintu, dia akan meninggalkan sebuah jendela untukmu. Mungkinkah jendela ini adalah cara untuk melarikan diri? Kalau tidak, lantas mengapa dikunci? Aku menyentuh kunci besi itu dan berpikir, aku sekarang punya dua pilihan. Pertama, terus berada di gedung berhantu ini, bermain petak umpet dengan Wani, lalu mencari tahu mengenai jendela yang dikunci ini serta cara untuk membuka gembok ini. Yang kedua adalah dengan sekuat tenaga langsung menghancurkan jendela ini! Di gedung hantu yang tertutup ini, jendela ini sepertinya adalah satu-satunya hal yang bisa aku pecahkan! Tapi ... apakah benar tidak apa-apa memecahkan jendela tersebut? Tampaknya ini adalah tindakan oportunistik, jika dapat melarikan diri dengan memecahkan jendela, siapa orang bodoh yang akan pergi mencari kuncinya? Ada sedikit keraguan dalam hatiku, tetapi akhirnya aku memutuskan untuk memecahkannya! Aku tidak ingin tinggal lebih lama lagi di tempat berhantu ini, bahkan untuk sedetikpun! Aku pun mengangkat kursi ke arah jendela, mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepalaku, dan membantingnya dengan gigi terkatup. ‘Prang!’ Terdengar suara pecahan kaca, aku berhasil membuat lubang yang besar di jendela. Kemudian aku kembali menggunakan tenaga membantingnya, menghancurkan kaca jendela yang tersisa. Di luar jendela ada kabut hitam tebal yang sangat pekat, seperti ada kehidupan yang berputar di dalamnya. Aku mengulurkan tangan keluar jendela dan merasakan daya hisap yang besar segera setelah tanganku memasuki kabut hitam. Kabut hitam itu dengan kuat menyedot tanganku, seperti cairan yang sangat kental. "Argh!" teriakku, menarik tanganku ke belakang dengan sekuat tenaga. Sial, di luar jendela semuanya berisi kabut hitam seperti ini, bagaimana bisa aku melarikan diri? Benar saja, tidak boleh menjadi seorang oportunis. Apakah menemukan kuncinya adalah satu-satunya cara yang benar? Pada saat ini, ponsel di saku celanaku bergetar, dan aku segera mengeluarkan ponselku. "Tugas pemain baru telah selesai. Setelah dua menit, kabut kematian akan menghilang. Hitung mundur 120 detik akan dimulai dari sekarang." "Sial! Hanya begitu saja?" Aku tidak bisa menahan tawa. Naik turunnya kesempatan untuk hidup ini terlalu intens. Ternyata ‘Permainan Malaikat Maut’ tidak melarang tindakan ‘oportunisme’, hanya tergantung pada apakah kamu memiliki keberanian untuk melakukannya! ‘Uwo!’ Tiba-tiba, lolongan melengking terdengar dari kejauhan. Suaranya sangat mengerikan sehingga langsung masuk ke gendang telingaku dan membuat bulu kudukku berdiri dalam sekejap. Segera setelah itu, sebuah suara ‘Bam! Bam! Bam!’ masuk ke telingaku, suara itu sangat keras, terdengar dua atau tiga kali dalam satu detik, dibandingkan dengan dua detik sebelumnya, dapat dikatakan seperti sedang mengamuk. Aku dengan cepat tersadarkan, aku terlalu cepat berpuas diri! 120 detik terakhir ini adalah saat kritis yang akan menentukan hidup dan matiku! ‘Ia’ datang dengan sangat cepat kali ini, kurang dari 60 detik sudah sampai di luar pintu. Lalu ada suara benturan keras, pintu kamar itu dipukul dengan keras. ‘Ia’ mulai memukul pintu tanpa berhenti. Dilihat dari kekuatan pukulannya, pintu berkarat itu sama sekali tidak akan bisa bertahan lebih dari 30 detik! Sebelum kabut kematian menghilang, ‘Ia’ pasti sudah mendobrak pintu dan mencabik-cabik diriku! "Bagaimana ini, bagaimana ini!" Aku berkeringat deras, menatap pintu yang hampir dipukul runtuh. Sembunyi! Ulangi trik lama, sembunyi! Tetapi, sembunyi dimana? Sembunyi dimana yang membuat ‘Ia’ tidak akan pernah menemukanku? Dalam pikiranku, aku dengan cepat menyaring semua informasi yang aku ketahui. "Jangan sampai dilihat oleh ‘Ia’." "Hantu tidak bisa menekuk persendiannya. Hantu selalu berada dalam keadaan sebelum kematiannya." Beberapa hantu luar negeri seperti zombie di film-film lama Tiongkok yang pernah aku tonton di televisi melompat ke depan dengan alasan karena persendiannya tidak bisa ditekuk. Sehubungan dengan suara ‘Bam! Bam!’ yang berirama, ‘Ia’ mungkin adalah monster seperti si zombie dari film Tiongkok yang persendiannya tidak dapat ditekuk, sehingga dia bergerak maju dengan melompat! "Di bawah tempat tidur!" Seluruh tubuhku meringkuk di bawah ranjang. Jika dugaanku benar, dengan bersembunyi di bawah ranjang, aku tidak akan pernah terlihat oleh ‘Ia’. Namun, pada saat aku akan masuk ke bawah ranjang, sebuah perasaan yang kuat muncul dari lubuk hatiku. Intuisiku seakan mengatakan bahwa jika aku benar-benar bersembunyi di bawah tempat tidur, aku akan benar-benar mati! "Tidak! Pasti ada yang salah! Pasti ada hal lain yang tidak terpikirkan olehku!" Pikiranku berputar, tiba-tiba aku teringat gambar di tiga lembar kertas itu. Aku masih belum memecahkan petunjuk yang tersirat dalam tiga gambar ini! Apa sebenarnya hubungan antara mata, kamera tua, dan bayi? Atau, apa ada kesamaan diantara ketiganya? Suara hantaman di pintu masih terdengar. Dalam waktu kurang dari 10 detik, ‘Ia’ akan menerobos masuk, membuat hal-hal mengenai hidup dan mati menyeruak di antara pikiranku. Pada saat kritis ini, aku tiba-tiba memasuki keadaan yang sangat tenang, menghilangkan semua pikiran yang mengganggu, dan hanya otakku yang bekerja dengan kecepatan penuh. "Ah! Akhirnya kepikiran! Ternyata maksudnya seperti ini!" Mata, apa yang mereka lihat, sebenarnya semuanya terbalik, tetapi otak mengoreksi gambar yang mereka lihat. Kamera lama, warna film yang ditangkap adalah hitam putih negatif terbalik. Hitam ditampilkan sebagai putih dan yang putih ditampilkan sebagai hitam. Seorang bayi yang baru lahir harus dibalik kakinya dan ditepuk pantatnya agar dia menangis. Hanya dengan cara ini, dia bisa mengeluarkan sisa cairan ketuban di paru-parunya dan mulai bernapas. Kesamaan dari ketiganya adalah ‘terbalik’! "Hantu selalu berada dalam keadaannya sebelum mati." Ini adalah petunjuk yang diberikan oleh permainan malaikat maut, dan Wani meninggal karena jatuh dari gedung. Bagaimana jika dia cukup malang hingga mendarat di kepalanya lebih dulu? Tidak heran ‘Ia’ mengeluarkan suara ‘Bam! Bam!’ saat bergerak maju. Itu pasti suara kepalanya yang membentur lantai! Oleh karena itu, ‘Ia’ melompat ke tanah dengan kepala di bawah kakinya. Kalau begini, jika aku bersembunyi di bawah tempat tidur sekarang, tamatlah riwayatku! Setelah memikirkan segalanya, aku tidak lagi ragu. Aku meraih sandaran tempat tidur dan melompat ke tempat tidur bagian atas, dan kemudian berbaring menempel di dinding. Hanya satu detik setelah aku berbaring, pintu di dobrak terbuka, dan napas dingin menyapu seluruh kamar kos dengan cepat. Membuat diriku gemetaran. Suara berirama ‘Bam! Bam!’ itu bergema di dalam kamar. Aku pun memejamkan mata erat-erat, menahan napas, tanpa berani bergerak sedikitpun. Rasanya sepertinya satu abad telah berlalu, ‘Ia’ akhirnya meninggalkan kamar. Saat suara ‘Bam! Bam!’ itu menghilang, aku baru mulai kembali bernapas. ‘Permainan Malaikat Maut’ ini benar-benar mengerikan. Jika tidak hati-hati, aku akan tewas dengan menyedihkan! Aku duduk perlahan dan melihat genangan cairan merah dan putih di lantai kamar kos itu, dan beberapa rambut hitam panjang bercampur di antara mereka, yang seharusnya merupakan jejak yang ditinggalkan oleh kepala si ‘Ia’ ketika melompat-lompat di lantai ini. Aku menghela napas dalam hatiku. Wani adalah seorang gadis yang malang, apakah dia ingin tinggal dan terus menyelidiki kebenaran dari semuanya? "Lupakan saja. Aku tidak bisa melindungi diriku sendiri, tunggu kalau aku punya kemampuan yang lebih hebat, baru akan kupikirkan lagi." Aku turun dari atas ranjang, dengan hati-hati menghindari noda di lantai, dan berjalan ke jendela. Kabut hitam tebal di luar telah menghilang, tapi masih terlihat gelap pekat, dan aku tetap tidak bisa melihat apa-apa. Aku kembali mengulurkan tangan ke jendela …. Tiba-tiba, seluruh dunia bergetar hebat, dan aku terkejut. Mungkinkah gempa bumi? Apakah dunia ilusi yang diciptakan oleh ‘Permainan Malaikat Maut’ ini juga bisa mengalami gempa bumi? "Michael, Michael, bangun!" Aku tiba-tiba terbangun dan duduk. "Sudah siang kok masih tidur. Ayo, pergi makan bareng kita." Kak Robert, teman sekamar kosku yang paling tua menepuk pundakku. "Aku ... aku kembali?" Aku berbalik dan melihat sekelilingku, langit biru dan awan putih terpapang di luar jendela, matahari juga bersinar cerah. Akhirnya aku kembali ke dunia nyata. "Masih ngantuk ya? Mimpi indah apa tadi?" Dave, teman sekamarku yang lain, tertawa. Aku mau tak mau tertawa pahit. Jika itu semua adalah mimpi yang indah, lebih baik aku tidak tidur lagi. Kami bertiga pergi ke kantin sekolah dan mengobrol sambil makan. "Hei, Dave, aku membaca buku tentang ingatan manusia kemarin. Apakah kamu tertarik untuk mendengarkannya?" tanya Robert. "Oh? Apa yang menarik dari buku itu?" "Yah ... secara umum, manusia hanya mengingat apa yang ingin mereka ingat, dan secara selektif melupakan apa yang tidak ingin mereka ingat. Itulah yang dikatakan buku itu." "Benarkah? Lalu mengapa ada begitu banyak kenangan tidak menyenangkan dalam ingatanku? Menurut ucapanmu itu, aku seharusnya melupakan semuanya." "Hehe, kamu pikirkan baik-baik, bisakah kamu mengingat detail dari ‘kenangan yang tidak menyenangkan’ itu? Atau apakah kamu hanya memiliki satu kesan bahwa itu adalah ‘kenangan yang tidak menyenangkan’, tetapi kamu tidak dapat mengingat detail peristiwa itu sama sekali?" Dave berpikir dengan hati-hati dan berkata, "Terdengar masuk akal, tetapi juga tidak masuk akal di saat yang bersamaan." Melihat Dave yang tidak percaya, Robert menoleh ke arahku sambil berkata, "Michael, apakah menurutmu, kamu adalah orang yang memiliki integritas?” Aku sedang memikirkan mimpiku tadi malam. Mendengar pertanyaan itu, aku membual tanpa berpikir, "Tentu saja, aku adalah pemuda yang baik dan berintegritas sejak kecil." "Hahaha, dasar, kamu hanya bisa membual .... " Makan siang diakhiri dengan tawa, hidup ini ternyata begitu indah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD