lima belas

1026 Words
Violet diopname selama tiga hari di rumah sakit sebelum diperbolehkan pulang oleh dokter, tetapi dia tetap harus bedrest total dan tidak boleh capek dulu. Buku yang ada di kamarnya langsung di sita oleh Adrian dan tentu saja ditentang oleh Violet. “Kak, bukunya mau dibawa kemana? Vio masih mau belajar.” “Kamu harus istirahat, nanti saja saat ujian saja mengerjakan soal-soalnya.” “Tetapi Vio masih ingin belajar kembali.” “Istirahat saja.” “Kak...” Adrian membawa buku keluar kamar tanpa menjawab kembali panggilan Violet. Melihat buku-bukunya dibawa oleh Adrian keluar, Violet hanya bisa pasrah. Kondisi badannya memang masih lemah, belum terlalu bisa melakukan pekerjaan berat. Dia masih sering tertidur, walaupun dia berusaha untuk terjaga saat dia duduk di ruang keluarga dengan ayah dan ibunya. Makanan yang harus Violet makan juga sangat diperhatikan oleh ibunya, nutrisi yang diberikan lebih baik dan hampir setiap jam dia harus menghabiskan porsi kecil makanan. Hari ujian akan dilaksanakan besok, kondisi Violet juga sudah lebih segar. Dia tidak lagi kelihatan pucat. Saat makan malam Adrian bertanya kepada Violet untuk ujian besok. “Besok jam berapa kamu harus ke tempat ujiannya?” “Pukul 07.30 sudah masuk ruangan Kak.” “Besok kakak antar.” “Vio bisa naik kendaraan umum kak, sekalian Vio menghafal jalan ke kampus.” “kamu baru saja sembuh dari sakit, kalau di jalan terjadi apa-apa nanti repot. Biar aman kakak antar, kalau mau pulang telepon kakak biar di jemput.” “Nanti kakak repot harus bolak-balik.” “Kakak bisa, hari ini tidak sibuk.” “Tapi...” “Vio, biar di antar dengan Adri saja ya. Kamu kan baru sembuh, ayah sama ibu lebih tenang.” Kata ibunya menengahi keduanya yang berdebat. Violet akhirnya mengangguk tanda setuju. “Kak, buku-buku Vio kemarin...” “Kamu tidur lebih cepat saja malam ini, biar besok fit untuk ujian.” Potong Adrian. “Tapi, Vio kan mau belajar sebentar untuk mengingat kembali.” “Kakak percaya sama ingatan kamu. Istirahat saja malam ini.” Violet tidak bisa membantah dan harus selalu kalah berdebat dengan Adrian, apalagi kalau sudah menyangkut kesehatan dan kebahagian orangtuanya. Keesokan pagi harinya ujian dilaksanakan, setelah sarapan yang terbilang sangat pagi seperti sahur Violet diantar Adrian ke kampus. Diperjalanan Violet mencoba bertanya kepada Adrian tentang jalur angkutan umum ke kediaman Radeya. “Kak, kalau angkutan umum dari kampus ke rumah pakai rute mana?” “Jalur tiga. Tapi muter-muter dulu. Itupun sampai depan, tidak masuk sampai ke rumah. Kenapa kamu mau naik angkutan umum? Bukankah sudah kakak bilang, nanti kakak jemput.” “Mau tanya saja, kalau seandainya gawat darurat kan Vio bisa pulang sendiri. kalau naik taksi, bisa saja kan kak?” “Kalau naik taksi bisa. Jam berapa selesai ujiannya nanti?” “Hampir jam tiga kak, jam dua empat puluh lima menit. Kalau besok juga sama.” “em...” jawab Adrian pendek dan fokus menyetir tidak menanyakan apapun kembali. Sepanjang sisa perjalanan di lewati mereka dengan keheningan, sampai Violet sedikit mengantuk dengan semilir angin yang membuainya. Setelah sampai Violet pamit dan masuk ke dalam gedung tempat dia akan melaksanakan ujiannya. Saat ujian selesai, Violet yang baru saja sembuh dan belum pulih seratus persen sangat kecapekan. Dia bisa menyelesaikan soal-soal ujiannya pas saat bel tanda ujian selesai berbunyi. Keringat dingin sudah membanjiri dahinya dan wajahnya sedikit pucat. Saat keluar dari ruangan, dia menelpon Adrian sesuai dengan permintaannya. Saat telepon berdering masuk langsung di jawab oleh Adrian saat itu juga. “Kakak sudah di parkiran.” Jawabnya tanpa ada salam dan tanpa menunggu respon balasan dari Violet, telepon langsung dimatikan. Violet hanya bisa menghela nafas lelah melihat tingkah Adrian yang sangat moody. Dia juga terasa sangat capek, dan tanpa dia tahu bahwa wajahnya sudah pucat. Violet berjalan pelan, saat tiba di lahan pakir dia mulai memindai di mana Adrian memarkirkan mobilnya. Tanpa perlu dia bersusah payah karena Adrian menunggunnya sambil duduk di kap mobilnya dengan wajah datarnya. Melihat Violet yang berjalan pelan, membuat Adrian sewot. Dia tidak terbiasa dengan orang yang lelet dalam segala hal. Saat Violet mendekat dia sudah siap-siap mau memarahi Violet, tetapi marah itu berubah cemas tatkala dia melihat wajah Violet yang pucat pasi seakan bisa pingsan saat itu. “Kamu kenapa tidak bilang kalau tidak enak badan.” Omelnya kepada Violet. Violet bingung dengan pertanyaan Adrian yang berkata demikian “Maksud kakak apa?” “Kamu seperti akan pingsan.” Adrian sudah berdiri di sisinya dan membimbingan untuk sampai ke mobil. Perlakuan dan sikapnya yang terkadang bertentang membuat Violet hanya menggeleng dalam hati. Baru kali ini dia melihat orang yang sangat moody. Violet menaiki mobil yang dibukakan oleh Adrian. Saat adrian sudah naik ke kemudi, dia meraih minuman yang ada di mobilnya dan memberikannya kepada Violet. “Ini minum biar tenaga kamu balik lagi.” Violet menerima dan meminumnya tanpa banyak tanya, setelah dia selesai baru Adrian menjalankan mobilnya tanpa bertanya kembali. Sekali-kali dia mengecek kondisi Violet yang ada di sebelahnya. Violet tertidur tidak lama setelah keluar dari kampus. Adrian membawa mobil dengan sangat mulus, dia tidak ingin Violet yang kecapekan sampai terbangun. Saat sampai di rumah, tanpa membangunkan Violet. Adrian mengangkatnya dan membawa dia masuk dan langsung menidurkannya ke kamar tidurnya. Melihat Adrian yang membopong Violet, ibu dan ayahnya yang sedang istirahat duduk di ruang keluarga langsung khawatir dan berjalan membuntuti Adrian di belakangnya. Setelah Adrian membaringkan Violet, barulah ayahnya bertanya khawatir dengan suara lirih. “Vio kenapa Adri?” “Kepacekan Yah. Sekarang lagi tidur. Tidak perlu terlalu cemas, dia hanya kecapekan.” Adrian menenangkan kedua orangtuanya, padahal didalam hatti dia sedikit cemas jangan-jangan Violet akan kambuh lagi dan harus kembali diopname. Hari kedua ujian dilewati Violet saat keluar dari ruangan dengan kondisi seperti kemarin. Saat pulang dengan kondisi yang sama persisi, bedanya Adrian sudah menyiapkan makanan dan minuman yang mudah dicernah untuk Violet. Ketakutan akan Violet kambuh mereka simpan rapat-rapat, itu terlihat dari makanan yang diberikan untuk Violet yang berubah kembali mejadi bubur. Membuat Violet hanya tersenyum sendu, melihat orang-orang yang dikasihnya memberikan perhatian yang sangat banyak untuknya. Violet juga menghabiskan beberapa didepan dengan fokus memulihkan dirinya seutuhnya, dia bahkan tidak boleh untuk berlama-lama berdiri dan harus balik ke kamarnya untuk bedrest total.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD