2 - PERUBAHAN ITU

1532 Words
Hari itu Alanzo Corp, melalui salah satu anak perusahaannya, memenangkan lagi tender raksasa yang diperebutkan perusahaan kontraktor seluruh Indonesia. Sebagai otak dari seluruh rencana pengembangan Alanzo Corp, Victor hadir pada penanda tanganan kesepakatan itu. Seperti yang diajarkan ibunya, dia tersenyum dan menjabat tangan rekan-rekan bisnisnya dan menjanjikan sebuah jamuan kecil untuk mereka malamnya. Makan malam yang sedikit formal, berubah sedikit gila ketika seorang relasinya mengajak pergi ke sebuah klub miliknya yang tidak jauh dari hotel tempat mereka makan malam. Klub mewah dengan segala pelayanan VIP. Para tamu pun masuk ke dalam ruangan-ruangan VIP yang terpisah. Victor, ditemani asisten pribadinya Leon, masuk dengan rekan bisnis dari perusahaan lain ke dalam sebuah ruang bernuansa alam. Warna coklat teduh mendominasi design ruangan itu. Ada sofa setengah lingkaran di salah satu sisi dan bar kecil di belakangnya. Di belakang bar ada sebuah pintu yang mengarah ke dalam sebuah kamar dengan ranjang king size. Khusus bagi mereka yang ingin merebahkan diri atau melampiaskan hasratnya di tempat yang lebih privacy. Beberapa langkah di sebelah sofa setengah lingkaran, ada ruang kaca kecil seperti akuarium dengan dua tiang dan lampu-lampu yang disko yang berkelip semarak. Sementara di sebelahnya, hanya dibatasi dinding ada ruangan dengan perlengkapan karaoke dan LED berukuran besar. Ruangan ini memang di desain untuk kalangan VIP yang ingin menikmati suasana malam lebih pribadi. Mereka juga bisa memesan gadis-gadis setengah b***l yang akan menari di ruang akuarium. Setelah para eksekutif mengambil posisi nyaman dan mulai menuang minuman, pintu ruangan terbuka dan beberapa gadis luar biasa cantik dengan pakaian minim masuk ke dalam. Mereka menyebar dan mulai memilih siapa yang akan mereka temani minum. Termasuk Victor. Seorang gadis belia dengan wajah yang mungil dan tubuh yang ramping mendekatinya. Dia duduk sedemikian rapat pada Victor. Berada di ruangan ramai dan tertutup sebenarnya membuat Victor kurang nyaman. Dia melirik Leon sesekali. Asistennya itu siap bertindak jika melihat tanda kalau Victor minta diselamatkan. Victor menggeleng. Kali ini dia akan bertahan, meski tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Para gadis mulai melancarkan aksinya. Ada yang masih membelai, ada yang sudah larut dalam dekapan relasi bisnis Victor. Dalam posisi duduknya, Victor tetap geming. Gadis yang menemaninya sudah menempelkan dua bongkahan lemak di dadanya pada tubuh Victor. Namun Victor tidak bisa merasa apa-apa. Dia diam saja sambil menyesap minuman beralkohol miliknya. Tangan gadisnya sudah mulai meraba pahanya lalu perlahan merambat tonjolan yang berada di selangkangannya. Perlahan sensasi itu datang. Rasa berdesir yang merambati dadanya dan terasa naik ke kepala. Victor memandang gadis di sebelahnya dengan pandangan penuh tanya, apa yang sedang terjadi? Pandangan Victor di artikan berbeda. Gadis itu seolah mendapat izin untuk melakukan aksi yang lebih nakal. Dia melepas sabuk Victor dan menurunkan kancing tariknya. Tangannya semakin dalam menyentuh kelelakian Victor dan meremasnya dengan lembut. Bibir gadis itu menjelajah leher Victor yang terbuka. Mendapat perlakuan seperti itu, tubuh Victor menegang. Dia menikmati perasaan yang mulai merambati dadanya. Perasaan yang aneh tapi dia suka. Dia memandang Leon dan minta penjelasan. Leon tahu apa yang harus dia lakukan, dia menuntun gadis itu ke kamar di belakang bar dan meminta Victor mengikutinya. Di depan pintu kamar, Leon membisikkan sesuatu kepada gadis cantik itu yang membuatnya terkekeh. Gadis itu pun menggandeng tangan Victor dan menuntunnya masuk kamar. “Duduklah.” Tangan gadis itu mengarahkan Victor duduk di tepi kasur. “Nama saya Ina. Saya akan melayani Anda. Senang menjadi yang pertama untuk Anda, Tuan.” Ina bersimpuh di hadapan Victor dan mulai membuka kancing kemejanya satu per satu. Dirabanya d**a bidang Victor dan otot-ototnya yang menonjol sempurna. Gerakan halus tangan Ina di tubuhnya tidak berasa apa-apa untuk Victor. Namun ketika tangan itu mengarah semakin ke bawah dan menyentuh lagi kelelakiannya, tubuh Victor seperti disengat listrik. Dia memandang Ina yang sedang berusaha melolosi celananya dan mengeluarkan batang kelelakiannya yang membuat mata Ina membelalak. Ketika jemari lentik gadis itu meraba bagian tubuhnya yang sudah mengeras sempurna, Victor menahan napas, menantikan reaksi apa lagi yang akan dia rasakan. Ina seolah tahu yang sedang terjadi pada Victor, dia pun mengelus dan menciumi ujung kelelakiannya itu dan dengan perlahan dia memasukkannya ke dalam mulut mungilnya. Victor berpegangan erat pada tepi kasur. Matanya terpejam. Dalam kelabu dunianya yang tanpa emosi, dia seolah meilhat setitik cahaya. Perlahan cahaya itu membesar, bersamaan dengan kenikmatan yang membuat urat-urat di tubuhnya mengeras. Dia menunggu. Menunggu sampai titik cahaya itu semakin besar dan besar. Sebuah desahan lolos dari bibirnya, ada rasa hangat yang melingkupi kepalanya dan enggan dia lepaskan. Namun terlepas juga. “Berbaringlah.” Ina mendorong lembut tubuh Victor hingga lelaki itu terlentang di atas kasur. Tangan Ina dengan cekatan menarik celana Victor hingga tak ada lagi penghalang bagian bawah untuknya beraksi. Dia pun segera melepas pakaian di tubuhnya hingga tanpa sehelai benangpun tersisa. Victor memandang tubuh Ina tak berkedip. Ini pertama kalinya dia melihat perempuan telanjang di hadapannya. Ina naik ke atas tubuh Victor yang terlentang dan menyatukan tubuh mereka dalam harmoni gerakan yang lembut. Victor mulai memejamkan matanya lagi dan cahaya itu mulai terlihat. Dia mulai berkonsentrasi untuk meraih cahaya itu. Cahaya yang semakin membesar dan terang, cahaya yang menyilaukan mata dan dia akan meraihnya sebentar lagi. Victor terengah, dia merasa tubuhmya mulai menegang dan otot-ototnya berkedut. Dia menggeram rendah seolah gemas dengan cahaya yang tak kunjung meledak di matanya. Dengan sekali gerakan, dia membalikkan Ina hingga tubuh perempuan itu berada di bawahnya. Dia mengerti hanya dengan sekali belajar. Victor pun mulai mengejar cahaya itu. Namun hingga Ina mencapai pelepasan beberapa kali, Victor masih juga mengejar tak kunjung usai. “Stop!!” Ina berteriak, meminta Victor berhenti. Segera dia menyingkir dari tubuh Victor dan mengemasi pakaiannya lalu berlari keluar kamar dengan tubuh b***l. Dengan memeluk seluruh pakaiannya untuk menutupi bagian tubuhnya yang sensitif, dia mengatakan sesuatu pada Leon. Pemuda itu segera melihat keadaan Victor yang kebingungan ditinggal Ina begitu saja. Dia paham situasinya dan segera menarik perempuan setengah mabuk di dekat bar dan membawanya ke kamar Victor. Leon membaringkan tubuh perempuan yang merintih karena mabuk itu di kasur dan melolosi pakaiannya. “Lakukan segera, Tuan,” katanya sambil meninggalkan Victor yang paham. Seperti yang telah dilakukannya pada Ina, Victor pun segera melakukan hal yang sama pada perempuan di bawahnya yang segera mendesah begitu kelelakian Victor menyentuh kewanitaannya yang kering. Victor tak perduli. Dia ingin segera meraih cahaya itu. Untung saja perempuan di bawahnya terlalu mabuk untuk merasa sakit atau lelah. Dia tak tahu sudah berapa lama Victor memacu tubuhnya hingga akhirnya perasaan itu muncul. Meledak! Itu yang Victor rasakan. Bunga api membanjiri matanya dalam sekejap dalam warna-warna yang sulit untuk dilukiskan. Seolah rasa sesak di dadanya ditarik keluar dan dia dibanjiri perasaan hangat seperti yang pernah dikatakan ibunya. Untuk pertama kalinya, sebuah lengkungan tipis tercipta di wajahnya yang rupawan. Victor yang tanpa emosi akhirnya merasakan satu bentuk emosi walau hanya sekejap. Ketika dia melepaskan penyatuannya pada tubuh perempuan yang sudah tak sadarkan diri itu, rasa itu hilang. Yang tersisa hanya lelah yang minta dipulihkan dan rasa lapar yang menggigiti lambungnya. Victor mengenakan pakaiannya dengan santai dan memandang kondisi perempuan yang terbaring tanpa busana dengan s**********n penuh bercak lendir yang mulai mengering. Leon akan mengurusnya, pikir Victor. Dia merapikan kemejanya dan menyisir rambutnya dengan tangannya. Setelah menarik napas panjang, dia melangkah keluar kamar dan melihat pemandangan kacau di ruangan VIP. Beberapa relasi Victor sudah setengah sadar dengan tubuh yang setengah terbuka. Ada yang memeluk tubuh perempuan yang setengah telanjang, ada juga yang masih berjuang meraih pelepasan. Victor tak memedulikan itu semua. Setelah dia memberi tanda pada Leon, dia meninggalkan ruang VIP menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan pintu klub. Victor masuk ke dalam dan merebahkan tubuh lelahnya. Perasaan itu sudah hilang dan dia kembali dingin. Tak berapa lama Leon masuk. Dia memandang Victor sejenak sebelum meminta supir menjalankan mobil. “Anda lapar?” tanya Leon. Victor mengangguk dengan mata masih terpejam. Leon menginstruksikan sebuah alamat kepada supir. Dan Victor tenggelam dalam pikirannya sendiri untuk mencari tahu apa yang sudah terjadi pada dirinya tadi. *-* “Aku merasakan sesuatu tadi, Leon. Sesuatu yang nggak bisa aku omongin. Ini pertama kalinya buatku.” Victor membuka percakapan mereka di resto seafood di pinggir pantai. Leon sudah memesan aneka hidangan laut untuk menuntaskan rasa laparnya. Leon mendengarkan dengan serius. Dia sudah paham kondisi tuannya karena ibunya Victor pernah menjelaskan hal ini padanya sebelum dia bekerja pada Victor. “Ini pertama kali juga tuan melakukannya.” Leon menuang minuman ke gelas Victor yang kosong. Dia pasti sangat haus saat ini. “Tapi aku lupa rasanya sekarang. Seperti asap, dia langsung lenyap begitu saja setelah datang.” Leon mengangguk-angguk dan merekam semua momen ini dalam kepalanya. Dia memandangi Victor yang makan dengan lahap seperti tidak makan berhari-hari. Dia senang karena tuannya sempat terlihat lebih manusiawi tadi. Ada semburat kemerahan pada wajahnya yang berkeringat. Tapi kini semburat itu hilang. Victor kembali seperti Victor yang biasa berwajah datar. Dia senang sekaligus ngeri, karena tidak cukup satu perempuan untuk membuatnya merasakan hal yang mungkin terasa ajaib bagi Victor. Dua perempuan. Gila! Mungkin bisa jadi tiga jika Victor tidak ingin membuat perempuannya pingsan. “Aku ingin merasakannya lagi,” kata Victor sambil menatap Leon dengan mata dinginnya. Hal yang ditakutkan pun terucap. Namun Leon tidak bisa menolak karena dia tahu bagaimana Victor jika sudah punya keinginan. Dia hanya bisa patuh pada perintah dan mencoba mengurangi resiko yang mungkin ditimbulkan Victor. “Akan saya atur, Tuan,” jawabnya. (*)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD