Seoul, Korea
Aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi disini.
Tiba-tiba saja aku sudah mengunjungi dua negara dan bertemu dengan tiga orang yang sangat luar biasa. Kalau dulu aku bertemu dengan Min Jun sosok pemuda yang aku sukai, lanjut bertemu dengan Daniel yang begitu mencintaiku, dan hari ini aku bertemu dengan Yeon Jin sosok pemuda yang aku idolakan.
Kayana menatap photo-photo yang menempel di dinding. Photo dia dan Kinara sewaktu kecil, wajah Kinara yang kembar dengan dia bak pinang dibelah dua, tanpa sadar Kayana tersenyum. Dia juga ingat raut wajah Kinara saat bertemu dengannya di depan UKS, raut yang tadinya khawatir berubah menjadi lega.
“Seandainya lo tau kehidupan gue, Nar. Tapi sayang nya gue masih belum bisa terbuka sama lo meskipun sebenarnya gue ingin” gumam Kayana, jemarinya kembali melanjutkan torehannya di atas kertas. Kayana ingin menuliskan semua pengalamannya, mulai dari Min Jun, Daniel dan sekarang Yeon Jin, entah besok nama siapa lagi yang akan tertulis di buku diary milik Kayana.
Lee Yeon Jin, aku minta maaf.
Aku juga tidak tau, saat aku hendak mandi aku melihat cermin itu bergerak dan memunculkan gelombangnya. Dan disitulah aku berpikir kalau waktuku sudah habis, aku harus segera pulang. Di amplop itu hanya tertulis aku seorang fans yang bisa mewujudkan keinginan untuk berkencan dengan idolanya. Dan kejadian itu sudah terjadi, tidak ada alasan untukku bertahan lebih lama disana.
Dan untuk Ae Ri, aku bahagia sekali bisa merasakan punya sahabat dan bercerita tentang banyak hal. Aku tau kita tidak akan pernah bisa bertemu lagi, dan untuk selanjutnya aku tidak tau cermin itu akan membawaku kemana. Semoga, kemanapun aku pergi, aku akan merasakan kebahagiaan.
Kayana menutup buku diary nya, dia melirik ke arah jam yang menunjukan pukul satu dini hari. Entah kenapa Kayana belum mengantuk, dan tiba-tiba saja dia ingin mengunjungi kamar Kinara. Sudah berapa lama dia tak masuk ke dalam kamar adiknya itu?
Melangkah keluar kamar menuju kamar Kinara yang letaknya tepat di samping kamarnya. Gadis itu mengetuk pintu sebelum masuk, menunggu selama beberapa saat. “Tidur kali ya dia” gumam Kayana, saat hendak beranjak suara pintu yang dibuka membuat atensi Kayana tercuri.
“Apa?” tanya Kinara yang menyembulkan kepalanya, Kayana tersenyum tipis. “Gue tidur di kamar lo ya?”
“Emangnya kamar lo sendiri kenapa?”
“Nggak papa sih, cuma pengen tidur sama lo aja”
Kinara melebarkan daun pintunya, mempersilahkan Kayana masuk.
Gadis berambut panjang itu menatap sekeliling, dekorasi dan tata letak kamar Kinara sudah diubah sejak terakhir kali dia datang ke kamar ini. “Insom lo?” tanya Kinara, dia duduk di meja riasnya. Kembali membersihkan wajah yang sempat tertunda.
Kayana mengangguk, “Hm, padahal badan gue capek banget.”
“Lo cuci muka dulu gih, nanti gue pasangin masker ke muka lo. Yah, siapa tau bisa bikin lo ngerasa nyaman terus tidur” ujar Kinara memberi usul, Kayana mengangguk dan langsung berjalan menuju kamar mandi.
Tak butuh waktu lama gadis itu keluar dengan wajahnya yang basah. “Tisu dong” kata dia, Kinara memberikan beberapa lembar tisu ke Kayana.
“Nih, sekalian lo pake toner gue, habis itu lo tinggal rebahan”
“Cerewet banget sih" jawaban Kayana membuat gadis berambut pendek itu menatap sang kakak dengan kesal.
Setelah membersihkan wajah dan juga menggunakan toner selesai, Kinara menyusul Kayana, dia naik ke atas tempat tidur. Jemari nya yang lentik mulai menempelkan sheet mask ke wajah Kayana. Rasa dingin menjalar membuat Kayana merasakan kenyamanan secara perlahan. “Nar, thanks ya. Lo udah mau susah-susah cariin gue.”
“Gue ngelakuin ini demi Mama kali.”
“Tadi Mama bilang, besok mau masak makanan kesukaan lo sebagai bentuk terima kasihnya.”
Tangan Kinara terhenti, dia menatap bola mata Kayana yang juga tengah menatapnya. “Padahal tadi gue udah sempet mikir kalo Mama lebih sayang ke elo dibanding gue, Kay” jujur Kinara, mereka berdua punya sifat yang bertolak belakang. Kinara lebih suka berbicara secara langsung dan apa adanya, sementara Kayana dia lebih suka memendamnya sendirian dan tak ingin membaginya dengan orang lain.
“Mana ada, Mama sama Papa sayang sama kita berdua, mereka nggak akan pilih kasih.”
“Gue percaya” tangan Kinara melanjutkan kegiatannya, “Oh iya, Kay. Kalo boleh tau lo ngapain di sekolahan sampe tengah malem? Dan lo dari mana aja? Gue udah cari di manapun nggak ada, eh tiba-tiba nongol bikin takut" crocos Kinara panjang lebar
Kayana diam, dia tak langsung menjawab. Apa sekarang waktunya dia untuk berkata jujur dengan Kinara perihal cermin itu? Tapi, nanti kalau Kinara jadi penasaran dan ingin ikut serta gimana? Tidak, tidak, sekarang belum saatnya.
Tapi, jawaban apa yang pantas untuk dia lontarkan.
“Lo mau coba bohong ya sama gue?” tebak Nara lantaran Kayana tak kunjung menjawab dan hanya diam saja.
“Nggak kok, gue lagi ngerangkai kata aja buat jawab lo.”
“Halah alesan” Kinara beranjak, dia mengambil sheet mask lagi untuk dia kenakan sendiri. Karena tak kunjung mendapatkan ide akhirnya Kayana mencoba membelokan pembicaraan. Tapi, pembicaraan apa yang sekiranya cocok?
“Lo sama Jovan kayaknya lagi deket sampai cari gue ajak berdua gitu. Jangan-jangan kalian ada something nih"
"Heh! Sembarangan. Lagian gue udah punya pacar kalo lo lupa"
"Tapi kalian cocok loh" celetuk Kayana lagi.
Kinara spontan menoleh dan menatap sang kakak dengan tajam, “Enak aja, gue sama Jovan nggak cocok sama sekali, titik. Gue cuma butuh temen buat cari lo, lagian nggak mungkin gue keluar malem-malem sendirian” Kinara berhenti sejenak, “Jovan tuh cowok paling nyebelin yang pernah gue kenal, Kay. Suka banget nyinyir, untung cakep jadi tiap kali gue pengen garuk wajahnya harus mikir dua kali.”
“Kalo nggak sangking butuhnya gue juga nggak bakal mau berurusan sama dia..”
Terdengar dengkuran halus, Kinara menoleh, “Hmmm, di ajak curhat malah tidur. Dasar!”
(^_^)(^_^)
Benar apa kata Kayana semalam kalau pagi ini semua menu sarapan adalah kesukaan Kinara. Mulai dari semur ayam, ayam goreng, bahkan ada juga tumis kangkung dan jamur serta sepiring tempe goreng favorit semua orang.
Kinara yang baru saja turun membelalakan matanya, dia menatap Mama Intan dengan takjub “Mamaaaa” gadis itu memeluk sang Mama dengan sangat erat. “Mama memang yang terbaik!”
“Ini semua buat kamu karena semalam kamu udah bela-belain cari Kayana. Dan berkat kamu juga Kayana bisa sampai dirumah ini lagi”
“Mama lebay ih, orang Kayana ada di sekolahan kok.”
Papa datang dan menghentikan drama pagi antara anak dan ibu itu, dia duduk di kursi kepala. Mama Intan mulai sibuk menyiapkan sarapan untuk suaminya, Kinara dan Kayana duduk berdampingan. Tumben sekali mereka tidak berantem seperti biasanya, Kinara dengan semangat melahap menu yang sudah disediakan oleh Mama Intan.
Tapi Kayana.., gadis itu malah melamun.
Dia tengah memikirkan sesuatu hal, apa sebaiknya hari ini dia tidak pergi ke gudang ya? Apa sebaiknya juga dia hentikan perjalanan ini sekarang? Tapi,.. ah entahlah, Kayana sendiri juga bingung. Dia ada di dalam keadaan fifty-fifty. Antara ingin pergi dan tidak.
“Lo nggak mau? Kalo nggak mau biar gue yang makan semuanya” celetuk Kinara sembari menyenggol lengan Kayana membuat gadis itu terkejut. Mama Intan menggelengkan kepala seraya melebarkan tersenyum.
“Kinara nggak boleh serakah, emangnya kamu sanggup habisin semua ini?”
“Hehehe, bercanda kok, Ma”
Atensi Mama Intan kini beralih ke Kayana, “Kenapa nggak dimakan sarapannya?” tanya wanita itu.
“Ini mau sarapan kok, Ma.”
Yah, mungkin sebaiknya hari ini Kayana tidak usah pergi saja. Bukan hanya dia lelah, tapi dia juga tidak ingin membuat kedua orang tuanya khawatir karena keseringan pulang terlambat. Papa Rey harus segera berangkat, dia tidak bisa mengantarkan Kinara ke sekolahnya. Jadi, Kinara harus berangkat bersama dengan Kayana menggunakan motor Pak Suraya.
“Papa berangkat duluan ya, Kay, nanti jangan lupa anterin Nara dulu ke sekolah ya. Dan nanti jangan lupa ambil motor kamu”
“Iya, Pa” ketiga perempuan itu mengecup punggung tangan Papa Rey. “Hati-hati, Pa” pesan Mama Intan yang mendapatkan anggukan kepala dari Papa Rey.
“Kamu nanti langsung pulang kan?” tanya Mama Intan kepada Kayana, gadis itu mengangguk. Dia memutuskan untuk tidak lagi berkunjung ke gudang itu apapun alasannya, bahkan ketika dia di bully oleh Chelsea lagi, Kayana tetap tidak akan kesana.
Dia akan menyudahi semua ini sekarang.
Mama Intan mengamati seragam yang dikenakan oleh Kayana, “Kamu pake seragam baru?”
“Eh, iya, Ma. Seragam yang kemarin kan kotor udah seharian juga Kayana pake”
Sebenarnya Mama Intan ingin bertanya tentang suatu hal, kenapa anaknya kerap kali pulang dengan baju olahraganya dan bukan seragam sekolah. Tapi entah kenapa wanita itu merasa tidak perlu karena ini hanya soal seragam. "Gue udah selesai sarapan”
“Gue juga udah” sahut Kayana.
Mereka berdua berpamitan untuk berangkat ke sekolah.
Kalian ingat ketika Kinara menyebutkan kalau arah sekolah Kayana itu lampu merah belok kanan, nah kali ini karena Kayana harus mengantarkan Kinara terlebih dulu dia tidak berbelok melainkan lurus terus. Jarak sekolahan mereka tidak terlalu jauh sebenarnya, hanya sekitar lima belas menit an.
Kendaraan roda dua berhenti di depan gerbang, Kinara turun dari boncengan kakaknya.
"Gue pulang sendiri aja nanti, naik ojol"
"Terserah lo aja, Nar"
“Danu, buku lo ketinggalan!”
Seseorang yang dipanggil Danu itu menoleh, dia menepuk jidatnya dan langsung menderap kembali mendekat ke arah mobil yang baru saja mengantarkannya ke sekolah. Dari dalam mobil itu menyembul kepala seorang gadis yang langsung membuat Kayana mematung di tempatnya.
“Thanks" ucap cowok bernama Danu itu.
Saat mobil hendak melaju netra seseorang yang ada di dalam mobil tak sengaja menangkap sosok Kayana, dia batal pergi dan memilih untuk menyapa Kayana terlebih dahulu. Gadis cantik itu turun dengan gayanya yang angkuh seperti biasa. Danu melihat saudaranya keluar dari mobil menuju ke arah,.. pacarnya?
“Well, kebetulan banget kita ketemu disini ya, Kay” gadis itu adalah Chelsea, dia mengendus sedikit. “Ugh, udah wangi ternyata, enggak busuk kayak kemaren.”
Kayana menelan silva nya, Kinara menatap tajam gadis yang baru saja menghina kakak nya itu. “Maksud lo apa ngomong kayak gitu?!” Kinara berdiri di antara Chelsea dan Kayana.
“Wow, kalian kembar ternyata. Ck,ck,ck yang satu kayak keledai bodoh, yang satu lagi mirip babi gendut”
“b*****t! Lo ngatain gue babi gendut?!”
“Kenyataannya kok, pipi lo melebar kemana-mana tuh”
Jangan percaya ucapan Chelsea yang berlebihan, kalian ingat kan kalau Kayana itu adalah gadis yang cantik? Sudah pasti Kinara juga begitu. Dia memang chubby. Tapi tidak sampai melebar apalagi seperti babi.
Saat Kinara hendak melayangkan tamparan sebuah tangan mencegah pergerakannya. “Kinara jangan!”
“Lepasin, Dan. Gue mau kasih pelajaran ke dia yang udah seenaknya hina-hina gue dan kakak gue! Gue nggak terima!”
Chelsea terkekeh, netranya menatap Kayana yang sedari tadi hanya diam. “Cocok sih kalian jadi sodara. Yang satu lemah, yang satu bar-bar”
“Kay! Lo jangan diem aja dong!” bentak Kinara yang tak diindahkan oleh Kayana. Chelsea menarik sudut bibirnya.
“Sayang udah cukup!” Danu terus menahan Kinara yang hendak menyerang saudaranya. Catat, disini Danu itu netral, dia tak memihak siapapun, dia hanya tidak ingin ada kerusuhan. Chelsea yang mendengar panggilan itu mengerutkan kening, dia menatap Danu yang lebih tinggi darinya dengan tatapan tak suka.
“Lo panggil dia apa? Sayang? Gue nggak salah denger hah??”
Danu menggeleng, “Dia emang pacar gue.” jawab cowok jangkung itu tanpa ragu, “Udah lah mendingan lo berangkat aja daripada bikin ribut disini.”
Chelsea hanya mengangkat bahunya, sebelum pergi dia memutuskan untuk menoleh lagi ke arah Kayana lagi. “Sampai ketemu di sekolah, Kay, bye bye”
“Awas aja kalo lo apa-apain kakak gue!” ancam Kinara yang tak indahkan oleh Chelsea.
Mobil itu berlalu pergi, Danu menatap Kayana masih diam. “Lo nggak perlu khawatir, kalo dia macem-macem sama lo tinggal bilang aja ke Nara, nanti Nara bakalan bilang ke gue dan gue bakalan aduin kelakukan nya si Chelsea ke bokap”
Kayana hanya mengangguk saja.
“Kalo gitu kita duluan”
Danu merangkul bahu Kinara dan mengajaknya masuk, sementara gadis itu sepertinya masih enggan. Dia merasakan sesuatu yang tidak enak, semacam rasa takut yang memang sering kali dia rasakan tanpa alasan.
“Kayana kenapa jadi selemah itu sih, heran.”
Di tempatnya Kayana menelan silva, dia tidak bisa terus selemah ini saat ada Chelsea. Apalagi di depan Kinara, Kayana seharusnya tak bersikap cemen seperti ini. Tapi entah kenapa, saat berhadapan langsung dengan Chelsea nyali Kayana langsung menghilang begitu saja.
"Kalau dia di apa-apain sama cewek tadi gimana?"
"Nggak bakal, lo percaya sama gue"
Kayana melepaskan rangkulan Danu, dia menatap pacarnya dengan mata menyipit. "Cewek tadi beneran sodara lo?"
Danu terkekeh. "Iya, Naraaa. Masa lo nggak percaya sih sama gue?"
"Ya.. Ya siapa tau aja lo bohong, 'kan?"
"Ngapain sih gue bohong? Gue udah punya lo, pacar gue yang cantik dan sedikit bar-bar" Danu mencubit pipi Nara membuat sang empu langsung menjerit.
"Danuuu!!"