Seorang pria dewasa tampak berjalan mondar-mandir dengan cemas, dari wajahnya saja sudah menyatakan bahwa dirinya sedang mengkhawatirkan seseorang. Sesekali dilihatnya pintu kamar berwarna emas itu dengan tak sabaran, ia menghembuskan napas kasar selama beberapa kali.
“Yang Mulia, Nyonya Elin pasti baik-baik saja, ia adalah wanita yang kuat.” Damar mencoba untuk memberikan dukungan moral pada majikannya.
Bhanu memukul-mukul kepalanya sendiri.
“Bodoh sekali diriku, menjaga Elin saja tidak becus. Sekarang istriku bahkan hampir kehilangan nyawa akibat kecerobohanku,” umpatnya pada diri sendiri.
Damar segera menghentikan gerakan Bhanu yang menyakiti diri sendiri, ia menahan kedua tangan rajanya agar menghentikan aksinya.
“Jangan seperti ini, Anda tidak bersalah, ada yang sengaja ingin mencelakai Nyonya dengan memanfaatkan momen saat Anda tak berada di tempat.” Damar langsung menyahut.
Meskipun di luar terkenal sebagai sosok pemimpin yang gagah berani, tapi Bhanu lemah jika berurusan dengan Elin. Di dalam kamarnya, wanita itu sedang diperiksa oleh tabib istana, Bhanu menungguinya di luar dengan perasaan membuncah.
Tadi, ia menemukan Elin tergeletak di ruang kosong salah satu lorong ini, Elin dalam keadaan tak sadarkan diri dan ada beberapa luka ditubuhnya. Sontak saja Bhanu lari tunggang langgang untuk menemukan tabib, detak jantung istrinya juga tidak normal seperti biasanya.
Bhanu mengusap wajahnya dengan kasar, ada orang yang berniat buruk pada Elin dan ia akan memburunya sampai ke liang neraka sekali pun.
“Damar, ku perintahkan kamu untuk mencari tahu siapa dalang dari perbuatan ini, tangkap dia hidup atau mati.” Suara tegas nan lugas milik Bhanu terdengar, ia akan memberi pelajaran berharga pada orang yang telah mempermainkan istrinya.
“Siap, laksanakan.” Damar membungkukkan badannya, setelahnya ia pamit undur diri untuk melaksanakan tugas.
Tak lama kemudian pintu keemasan itu terbuka, dilihatnya sosok wanita baya yang menjadi tabib kepercayaan istana. Segera Bhanu mendekatinya.
“Bagaimana keadaan istriku?”
“Syukurlah keadaan Nyonya Elin cukup baik, tidak ada luka yang serius, hanya saja untuk saat ini ia tengah syok berat.” jelas wanita itu.
“Baik, terima kasih banyak.”
“Saya undur diri.”
Setelah tabib wanita itu pergi, Bhanu pun masuk ke dalam kamar mereka, ia melihat Elin yang tengah berbaring di atas ranjang dan menutup mata. Bhanu mendekatinya dan duduk di samping, tangannya meraih jari-jari Elin.
Matanya mendapati pergelangan tangan istrinya, Bhanu menyentuh gelang giok hijau zamrud yang ia berikan, benda itu tampak bercahaya seperti kilat. Senyuman kecil menghiasi bibir pria dewasa itu, gelang ini lah yang menyelamatkan istrinya dari serangan para makhluk menjijikkan itu.
Gelang pemberiannya ini akan aktif jika Elin dalam bahaya, hampir saja Bhanu melupakan fakta itu. Beruntungnya Elin masih menggunakan gelang ini meskipun sudah ada Bhanu di sisinya, Bhanu mengecup tangan Elin dengan lembut.
“Cepat sembuh, Istriku.”
Tadinya Bhanu ingin memberitahukan bahwa pengangkatan Elin sebagai permaisuri akan dilaksanakan dua hari mulai dari sekarang, namun ia tak mendapati istrinya berada di kamar. Manggala juga hanya sendirian di boxnya, tak berselang lama Bhanu mendengar suara jeritan dari ruang di lorong ini, buru-buru ia mengeceknya dan mendapati Elin sudah tak sadarkan diri.
Bhanu juga tidak tahu makhluk mana yang berani mencelakai istrinya, dua sosok itu segera pergi setelah mendapati aura Bhanu mendominasi, mereka tentunya tidak berani menghadapi rajanya secara langsung.
Jari-jari Elin yang dipegang erat oleh Bhanu bergerak, disusul dengan matanya yang mulai mengerjap.
“El, pelan-pelan jangan dipaksakan.” Bhanu membisiki ditelinga istrinya.
“Eungh, kepalaku pusing.” Ia melenguh pelan merasakan pening pada kepalanya.
Bhanu membantu Elin untuk menyenderkan punggungnya pada kepala ranjang, disambarnya segelas air mineral yang ada di atas nakas.
“Minum dulu, Sayang.” ucapnya.
Elin hanya mengiyakan saja, ia meminum air itu dengan pelan-pelan hingga membasahi tenggorokannya.
Bibirnya pucat dan sedikit kering, wajahnya juga tampak sayu.
“Di mana Manggala?” Hal yang pertama kali Elin ucapkan setelah sadar adalah mencari anaknya. Tidak peduli bagaimana kondisi sang ibu, anak akan menjadi prioritasnya.
Bhanu berdiri menghampiri box anaknya, Manggala ternyata sudah bangun sejak tadi, hanya saja anak itu tak menangis sama sekali.
“Manggala anak baik, ia tahu kalau ibundanya lagi sakit.” Ia menyerahkan sang anak pada Elin.
“Kamu harus banyak istirahat, kondisi kamu belum sepenuhnya baik. Sebenarnya apa yang terjadi padamu hingga sampai di ruang kosong itu?” tanya Bhanu sesaat setelah melihat Elin sudah mengumpulkan nyawanya.
Wanita itu mengingat-ingat lagi kejadian beberapa jam lalu, ia ingat ada yang memanggil dan meminta tolong padanya, tidak tahu bahwa itu hanya lah jebakan orang jahat.
“Ada yang panggil namaku, terus juga minta tolong.” jawabnya.
“Kamu tahu siapa orangnya?”
Elin menggeleng, “Nggak, suaranya menghilang pas aku masuk ke ruangan itu. Terus disusul sama dua penampakan mengerikan.”
Sampai saat ini Elin masih bisa merinding dan bergidik ngeri.
“Mereka mau membunuhku, ada yang nggak suka sama aku di sini.” lanjutnya.
Bhanu tak memungkiri hal itu, memang semenjak Elin dan Manggala di sini sudah ada beberapa orang yang secara diam-diam membenci mereka. Namun, Bhanu tak mau mengambil pusing, pikirnya selagi Elin tak disentuh maka Bhanu pun takkan mempermasalahkannya.
Tapi hal ini terjadi di luar dugaan, ada orang yang telah berani mencelakai Elin bahkan tahap ingin membunuh.
“Aku sudah meminta Damar untuk menyelidiki masalah ini, aku berjanji padamu akan memberikan hukuman setimpal pada mereka.” Kedua tangan Bhanu mengepal dengan erat, siapa pun orangnya ia takkan memberi ampunan.
Elin hanya menatap suaminya dengan datar. Beruntungnya sebelum makhluk-makhluk itu menyerangnya, gelang giok ini melindungi Elin. Gelang itu memancarkan sinar hijau terang hingga membuat kedua sosok tadi mengerang kesakitan lalu pergi dari sana, tapi efeknya Elin juga merasakan rasa sakit juga seolah energinya juga ikut digunakan sebagai perlindungan.
Tepat setelahnya ada Bhanu yang datang, sosok-sosok itu semakin tersudut dan menghilang begitu cepat.
Entah apa pun itu, yang penting nyawanya selamat.
“Aku hampir mati di sini, kapan kamu membawaku pulang ke alam manusia?” Masih ingat dengan rasa kecewanya karena Bhanu menyembunyikan hal besar darinya, Elin memanfaatkan kesempatan ini untuk merajuk.
Bhanu tak senang mendengar pertanyaan Elin, tapi sebisa mungkin ia menahan kekesalannya.
“Nanti kalau sudah saatnya. Untuk sekarang ini fokus sembuhkan dirimu, sebentar lagi kamu juga akan diangkat menjadi permaisuri kerajaan ini.” Jawaban Bhanu terdengar tegas.
Elin mencebikkan bibirnya, ia rindu toko roti, pembeli hingga si Venda yang bermulut rombeng. Elin merasa tidak aman di sini, ia ingin pulang.
Bhanu menyadari rasa kesal istrinya, ia pun melunak.
“El, masalah toko roti sudah ku minta Venda untuk mengelolanya. Aku juga menempatkan anak buahku di sana, kamu jangan khawatir. Tetap lah di sini bersamaku dan buktikan pada rakyat bahwa kamu adalah ratu yang bijaksana.” Setelah Elin diangkat menjadi permaisuri, maka gelar ratu otomatis ia sandang.
Elin menutup matanya selama beberapa detik.
“Baik, aku akan di sini.” jawabnya sembari membuka mata.
Bhanu senang mendengar jawaban Elin.
“Boleh aku minta kamu berjanji padaku?” tanya Elin dengan menyelidik.
“Pasti, apa yang kamu inginkan?”
“Berjanji lah padaku, apa pun yang kamu sembunyikan tolong jujur padaku. Bila ada masalah, katakan padaku, kita adalah suami istri dan sudah seharusnya saling berbagi.” tukas Elin.
Tubuh Bhanu sedikit menegang, dan Elin bisa melihat itu, ia menyeringai masam.
“Kenapa? Kamu terlihat keberatan.”
Bhanu buru-buru menggelengkan kepalanya. “Aku tidak keberatan sama sekali, seperti katamu bahwa kita adalah suami istri yang seharusnya saling berbagi. Ya, aku tidak akan menyembunyikan apa pun darimu.”
“Lebih baik saling jujur, daripada harus mendengar kenyataan dari orang lain.” Elin bergumam sangat pelan tapi Bhanu masih bisa mendengarnya.
Pria itu sedikit heran dengan sikap Elin baru-baru ini, wanita itu sering berbicara sarkas dan penuh teka-teki.
“Yang perlu kamu ingat adalah aku sangat mencintaimu, jangan pernah ragukan itu.” Bhanu menatap Elin dengan dalam, tampangnya juga sangat serius.
“Iya.” Elin hanya bisa menjawab seadanya.