Eungh...
Queen mengerang dengan kelopak mata yang secara perlahan terbuka. Queen mengedarkan pandangannya ke segala arah dan ia sadar kalau kamar yang kini ia huni adalah kamar yang semalam ia dan Auriga masuki.
Queen ingat betul tentang kejadian semalam di mana ia dan Auriga saling bercinta atau lebih tepatnya melakukan hubungan sexs. Kejadian semalam tidak bisa di sebut dengan bercinta mengingat dirinya dan Auriga sama sekali tidak memiliki perasaan cinta sama lain, keduanya bahkan baru saja bertemu beberapa jam yang lalu, jadi kegiatan semalam tidak bisa di sebut dengan bercinta.
Queen sendiri sama sekali tidak tahu kenapa ia bisa dengan mudah melakukan hal sejauh itu dengan Auriga, begitu mudah menyerahkan mahkotanya pada Auriga, mahkota yang selama ini ia jaga dan akan ia berikan kelak pada suaminya. Tapi tanpa sedikitpun menolak sentuhan yang Auriga lalukan pada setiap inci tubuhnya, ia terbuai dengan setiap sentuhan yang Auriga berikan sampai pada akhirnya kini ia sudah bukan lagi seorang perawan.
Apa Queen menyesal?
Jelas iya, kini setelah ia sadar kalau apa yang semalam ia dan Auriga lakukan adalah salah, rasa penyesalan itu mulai memenuhi hati dan juga pikirannya.
Queen tidak bisa membayangkan betapa murkanya Adams dan Lia jika tahu kalau dirinya kini sudah tak lagi suci dan lebih parahnya melakukan sexs dengan orang yang baru saja beberapa jam lalu ia kenal.
Apa Adams dan Lia akan mengusirnya dari rumah jika tahu apa yang sudah ia lakukan semalam?
Jika memang itu resiko yang harus ia hadapi, makan Queen akan menerimanya dengan lapang d**a. Setiap perbuatan pasti akan ada resikonya, jadi Queen akan menerima apapun konsekuensi dari apa yang semalam ia dan Auriga lakukan, sekalipun jika ia di usir dari rumah atau bahkan yang lebih parahnya adalah, ia di coret dari daftar keluarga Adams.
Queen tentu tidak akan menyalahkan Auriga karena Auriga sama sekali tidak memaksanya untuk melakukan sexs. Queen menyalahkan dirinya sendiri, yang dengan tanpa rasa tak tahu malunya melakukan hal itu dengan Auriga.
Queen sontak berbalik menghadap Auriga yang kini masih terlelap. Dengan seksama Queen mengamati wajah Auriga dan tanpa ia sadari tangan kanannya terulur, membelai wajah Auriga yang bersih tanpa bulu dengan intens.
Entah berapa lama Queen diam, lebih tepatnya mengagumi wajah Auriga yang memang sangat tampan mempesona. Sampai pada akhirnya Queen tersadar kalau ia harus segra bersiap untuk membersihkan diri kalau ia tidak mau sampai ketinggalan pesawat yang akan membawanya kembali ke Jakarta.
Secara perlahan, Queen menyibak selimut yang menutupi tubuhnya lalu menuruni tempat tidur, dengan langkah tertatih berjalan menuju kamar mandi yang letaknya ternyata cukup jauh.
Selama melangkah menuju kamar mandi, tak henti-hentinya Queen meringis, menggigit kuat-kuat bibir bawahnya saat ia merasakan rasa sakit di bagian intinya yang tak terkira.
Sial! Queen pikir kalau rasanya tidak akan sesakit ini, tapi ternyata rasanya luar biasa sakit. Mungkin karena ini kali pertama ia melakukannya.
Queen lantas mengisi bathtub, lalu berendam dengan mata terpejam. Setelah hampir 30 menit berendam dengan air hangat, Queen akhirnya membasuh tubuhnya di bawah guyuran shower, masih dengan air hangat yang kini mengalir membasahi tubuhnya. Kini rasa sakit di bagian pangkal pahanya tidak sesakit tadi, meskipun dirinya masih belum bisa berjalan secara normal.
"Kamu sudah mandi?" Queen terlonjak kaget begitu mendengar suara bariton Auriga yang berbisik tepat di telinga kanannya.
Sejak kapan Auriga memasuki kamar mandi? Kenapa pula ia tidak sadar dengan kehadiran Auriga yang kini berdiri tepat di balik punggungnya?
Queen maju, lalu berbalik menghadap Auriga yang tampak bugil sama sekali tidak mengenakan sehelai benangpun di tubuhnya. Queen bahkan bisa melihat dengan jelas milik Auriga yang mengacung dengan gagahnya.
"Jangan mendekat!" Peringat Queen tegas saat melihat Auriga melangkah mendekatinya.
"Kenapa?" Tanya Auriga dengan santainya, bukannya berhenti melangkah seperti apa yang Queen ucapkan, Auriga malah kembali melanjutkan langkahnya mendekati dengan Queen langkah tegap dan secara naluriah, Queen pun bergerak mundur, mencoba menghindari Auriga.
"Jangan mendekat!" Queen akhirnya berteriak dan langkah Auriga pun sontak terhenti. Auriga tentu saja terkejut begitu mendengar teriakan Queen, ini pertama kalinya ia mendengar seseorang berteriak padanya.
"Jangan mendekat, aku mohon," lirih Queen dengan mata memerah di susul air mata yang menggenang di pelupuk matanya dan saat itulah Auriga merasakan sakit di relung hatinya.
Tanpa banyak kata Queen melangkah keluar dari kamar mandi, melewati Auriga yang diam mematung di tempatnya.
Auriga berbalik memandang pintu kamar mandi yang baru saja tertutup. Auriga mengerang, mengacak rambutnya prustasi lalu memilih untuk memasuki bathtub, ia akan berendam terlebih dahulu sebelum nanti berbicara dengan Queen untuk membahas kejadian semalam.
Tanpa Auriga sadari, saat Auriga memilih untuk berendam, Queen bergegas keluar dari kamar Auriga, secepat kilat meraih tasnya yang berada di kamarnya, lalu berlalu pergi meninggalkan hoteal menuju bandara dengan taksi yang sudah ia pesan.
Saat Queen menaiki taksi yang di pesannya saat itulah Auriga baru saja selesai dengan kegiatan berendamnya. Auriga mengumpat sejadi-jadinya saat ia sadar kalau Queen sudah tidak ada di kamarnya. Auriga bergegas memakai pakaiannya, lalu keluar kamarnya, berlari menuju kamar Queen yang berada tepat di hadapannya.
Berulang kali Auriga menekan bel tapi tak kunjung ada jawaban dari Queen, akhirnya Auriga memilih untuk memasuki kamar yang Queen gunakan dengan cara menempelkan telapak tangannya pada alat pemindai dan tak berselang lama pintu di hadapannya terbuka.
Auriga tentu bisa melakukan hal itu karena ia adalah pemilik hotel ini, jadi ia bisa dengan mudah mengakses pintu kamar Queen karena kamar yang Queen tempati sebenarnya adalah kamarnya sendiri, karena itulah letaknya berada id lanati teratas dan hanya ada dua kamar, yaitu kamar dirinya yang di tempati oleh Queen dan kmar dirinya yang semalam ia dan Queen tempati.
"Kosong," gumam Auruga lirih sesaat setelah ia mengecek setiap sudut kamar dan ia sama sekali tidak melihat kehadiran Queen.
"Sial!" Umpat Auriga seraya menendang sebuah kursi yang berada tak jauh dari tempatnya. Auriga kembali memasuki kamar yang semalam ia dan Queen tempati, lalu meraih ponselnya, menghubungi anak buahnya, mencari info tentang di mana Queen sebenarnya berada.
Beberapa menit kemudian.
Auriga sudah sampai di Bandara, dari info yang di berikan anak buahnya, mereka bilang kalau Queen ada di Bandara dan bersiap untuk kembali ke jakarta.
"Queen!"
Tubuh Queen seketika menegang begitu ia mendengar suara dari orang yang sangat ingin ia hindari. Queen masih enggan untuk menoleh, ia malah memejamkan matanya, berharap kalau suara yang ia dengar hanya ilusinya semata.
Mata Queen kembali terbuka begitu ia mendengar suara langkah kaki yang berdiri tepat di hadapannya. Nafas Queen memburu begitu ia melihat sepasang sepatu mengkilap kini berada tepat di hadapannya. Dengan gerakan selow motion, Queen mendongak dan nafasnya semakin memburu saat ia melihat siapa orang yang kini berdiri menjulang tepat di hadapannya, pria yang kini sedang menatapnya dengan sorot matanya yang tajam.
"Kenapa kabur hm?" Auriga maju, memegang dagu Queen dengan tangan kanannya, mencegah agar Queen tidak lagi menunduk.
"Si-siapa yang kabur?" Tanya Queen terbata dengan bola mata yang bergerak gelisah, sama sekali tidak berani menatap Auriga yang sejak tadi terus menatapnya dengan intens.
"Jangan berani macam-macam Queen!" Peringat Auriga dengan nada penuh ancaman. Apa Auriga sedang mengancam Queen? Ya Auriga memang sedang mengancam Queen.
Queen sontak mendongak, menatap tajam Auriga. "Maksudnya apa?" Tanyanya sinis seraya menepis tangan Auriga dari dagunya.
Auriga menunduk dan kini wajah tampan Auriga berada tepat di hadapan wajah Queen. Untuk sesaat Queen terpesona tapi ia segera menepis pikirannya dan kembali menatap Auriga dengan sorot mata yang tak kalah tajam dari Auriga.
"Jangan berani dekat dengan pria manapun selama nanti di Jakarta," bisik Auriga tepat di depan bibir merah merona Queen.
"Kenapa tidak boleh? Apa itu masalah?" Tanya Queen tak paham.
Queen belum sepenuhnya mengerti dengan apa yang Auriga katakan karena itulah ia bingung. Lagipula siapa yang tidak akan kebingungan saat pria yang baru beberapa hari ia kenal tiba-tiba mengancam dirinya untuk tidak dekat dengan pria manapun selama ia di Jakarta.
"Tentu saja masalah," jawab Auriga cepat.
"Apa maksudnya?"
"You are mine, Queen," jawab Auriga dengan penuh penekanan di setiap suku katanya.
Mata Queen sukses membola begitu ia mendengar jawaban yang Auriga berikan. Tunggu dulu, apa ia tidak salah dengar? Apa Auriga baru saja mengklaim dirinya sebagai milik pria itu?
Dengan kasar, Queen mendorong bahu Auriga agar menjauh darinya, kembali menatap Auriga dengan tajam. "Aku bukan milik siapapun," ujar Queen tegas. Sama seperti Auriga, Queen juga menekan setiap suku kata yang keluar dari mulutny tanpa sedetikpun mengalihkan tatapannya dari Auriga.
Auriga tersenyum, senyum devil yang mampu membuat bulu kuduk Queen meremang. Queen berniat berdiri untuk menghindari Auriga tapi Auriga dengan cepat menahan bahu Queen, kembali membuat Queen duduk di kursinya.
"Lepasin!" Teriak Queen seraya mencoba melepas kedua tangan Auriga dari bahunya.
Tapi Auriga sama sekali tidak mau melepaskannya, ia malah semakin kuat menahan bahu Queen, membuat Queen tak bisa bergerak dengan leluasa. Queen melihat ke area sekitar dan ia sadar kalau dirinya serta Auriga kini mulai menarik perhatian dari para penumpang Bandara.
Auriga sontak melepas kedua tangannya dari bahu Queen begitu ia sadar kalau Queen mulai panik, itu terlihat dengan jelas di manik matanya yang indah. Expresi wajah Queen bisa dengan mudah Auriga baca karena itulah Auriga memilih untuk melepas kedua tangannya dari bahu Queen.
Auriga lantas berjongkok di hadapan Queen, menggenggam erat kedua telapak tangan Queen dengan lembut, lalu membawa punggung tangan kanan Queen ke bibirnya, mengecupnya dengan penuh kasih sayang, membuat setiap sel darah dalam tubuh Queen bergejolak.
"Berjanjilah Queen," ujar Auriga dengan nada penuh kelembutan sesaat setelah melepas kecupannya dari punggung tangan kanan Queen.
Queen mengangguk, akan lebih baik kalau ia menuruti kemauan Auriga dengan begitu ia bisa lepas dari Auriga. Queen yakin, kalau ia terus membantah ucapan Auriga maka Auriga akan terus menahannya.
Terdengar suara panggilan kalau pesawat yang akan Queen tumpangi sudah siap dan itu artinya Queen akan segera meninggalkan Bali.
Auriga berdiri di ikuti Queen yang juga ikut berdiri, tanpa Queen duga, Auriga maju, mengecup keningnya dan membisikan kata-kata yang mampu membuat sekujur tubuh Queen meremamg sebelum akhirnya pergi mengantarkan kepergian Queen.
•••