DUNIA LAIN

1608 Words
015 DUNIA LAIN Tidak seperti Halvir yang nyaris selalu berwajah datar. Hans bisa menampilkan banyak ekspresi dan sopan. Persamaan dari keduanya adalah sama bersikap lugas. Dengan bijak Hans bisa dengan santainya membawa percakapan antara dirinya, Halvir dan Anindira pada sebuah situasi di mana memberikan keleluasaan pada Anindira untuk jujur tanpa merasa ragu apa lagi takut dengan konsekuensinya. ''Dari apa yang telah aku alami selama tiga bulan... aku bisa tahu kalau Dunia ini bukan Duniaku.'' Ucapan Anindira yang mempercayai Hans sebagaimana Halvir mempercayainya cukup mengejutkan. Halvir dan Hans yang awalnya hanya sekedar ingin mencari tahu apa yang terjadi, kini jadi semakin serius menyimak. ''Di duniaku. Tidak ada hal di mana manusia bisa mengubah wujudnya menjadi binatang. Begitu pun kekuatan kalian, meski aku hanya melihat Kak Halvir tapi dari pembicaraan kita sejak tadi. Aku menyimpulkan kalau itu adalah hal biasa di sini... Hal itu tidak ada di duniaku.'' ''Anindira, jika para prianya tidak bisa berubah wujud dan juga tidak punya kekuatan seperti kami. Lalu bagaimana mereka melindungi kalian, para wanita?!'' ''Pria, wanita, sama saja. Tidak ada yang bisa mengubah wujudnya di duniaku, sebagaimana aku pernah melihatnya pada Kak Halvir,'' jawab Anindira apa adanya. ''Halvir kau tidak tahu apapun tentang ini?'' tanya Hans melirik dengan tatapan menyelidik pada Halvir. Halvir menjawab dengan menggelengkan kepala, ''Dia bahkan bicara dengan bahasa yang berbeda,'' tambah Halvir, ''Kami kesulitan berkomun ikasi di awal.'' ''Tidak heran aksenmu sangat aneh...'' Anindira tersenyum mendengar ucapan Hans meski dia tidak tahu kata aksen tapi dia bisa menebak jika itu adalah maksud ucapannya. ''Dengan siapa kau sampai di hutan itu?'' Hans bertanya lagi. ''Sendirian'' ''Apa kau ditinggalkan?'' tanya Hans lagi, ''Di sana, sendirian?'' ''Tentu saja tidak!'' seru Anindira menjawab dengan tegas, ''Aku tiba-tiba ada di sana.'' ''Maafkan aku. Tapi bagiku itu aneh. Aku tidak tahu yang seperti ini. Baru kali ini mendengarnya... bagaimana mungkin ada manusia yang tidak bisa berubah wujud?! Aku hanya tahu wanita yang tidak bisa. Tapi kalau pria juga tidak bisa... apa mungkin kau satu-satunya yang tersisa dari Klanmu?'' ''Tentu saja tidak!'' jawab Anindira tegas, ''Yang bisa berubah wujud hanya para pria, wanita tidak bisa. Kenapa?'' ''Kami tidak tahu. Sudah sejak dulu begitu. Hal itu membuat kalaian para wanita rentan dengan bahaya. Itu sebabnya kami menjaga kalian dengan hati-hati.'' ''Ah, begitu... Tapi aku bukan yang terakhir, masih banyak yang lain.'' ''Tapi tadi kamu bilang di duniamu tidak ada yang bisa mengubah wujudnya?!'' seru Hans bertanya dengan wajah sangat heran. Sama seperti Hans, Halvir juga berpikir dengan tentang pola pikir yang sama. ''Iya,'' ujar Anindira menjawab dengan percaya diri, ''Memang seperti itu. Tapi kami tetap selamat dan hidup sampai sekarang.'' ''Seperti apa para prianya?'' tanya Hans masih penasaran. Sudah jadi sifat alami Hans yang selalu ingin tahu lebih jelas tentang sesuatu hal. ''Biasa saja. Tapi tentu saja, secara umum para pria lebih kuat dari wanita.'' ''Bukankah kalau begitu artinya Klanmu sangat lemah?!'' seru Hans tegas, ''Bagaimana mungkin mereka bisa tetap bertahan sampai sekarang?'' ''Hah?!?!'' Anindira memekik kaget, dahinya berkerut, merasa seperti sedang di remehkan. ''Dengar,'' ujar Hans dengan segera karena bisa merasakan suasana hati Anindira yang buruk karena ucapannya, ''Ketika kami berubah wujud kekuatan kami juga akan meningkat begitu juga dengan ukuran tubuh kami. Hal itu menunjukkan dengan jelas sejauh mana kami berkembang. Maka dari itu, menurutku jika kalian tidak bisa berubah wujud, itu artinya kalian lemah. Karena jika seperti itu, lalu bagaimana kalian akan menghadapi ganasnya hewan-hewan liar? Apalagi saat ada serangan dari Klan yang bisa berubah wujud seperti kami?! Berapa banyak Anggota klanmu, apa mereka hampir musnah?'' ''MUSNAH?!'' pekik Anindira hampir tertawa dengan pernyataan Hans, ''Kami manusia, itu tidak mungkin!'' ''Maksudmu?!'' Hans dan Anindira sangat aktif bicara sedangkan Halvir lebih pasif tapi tetap menyimak perbincangan dengan serius. ''Kami ada banyak. Tentang Klan, jika yang di maksud adalah suku. Ada beragam, banyak sekali... meski beberapa sudah tidak ada tapi aku rasa punah tidak selalu benar. Hanya saja, modernisasi membuat sebagian besar melupakan asal muasal masa lalu keturunan mereka. Belum lagi kawin campur antar etnis. Tapi manusia musnah?! Itu tidak mungkin! Hewan liar berbahaya?! Kami manusia, jauh lebih berbahaya.'' Halvir dan Hans mengerutkan dahi heran dengan ucapan Anindira, tapi mereka juga bisa merasakan kalau tidak ada kebohongan dari setiap kata-kata yang diucapkannya. ''Begitukah?!'' tanya Hans penasaran. Anindira mengangguk menjawab pertanyaan Hans. ''Tapi aku masih sulit untuk memahaminya, bagaimana kalian hidup sehari-hari?'' tanya Hans lagi. ''Ya begitu saja... bekerja, cari uang. Orang tua membesarkan dan mendidik anak-anaknya... Apa lagi?!'' ''Kau bilang pria kuat hal yang tidak ada di duniamu,'' sahut Hans. Dia yang rasa ingin tahunya besar tentu penasaran ingin mengerti hingga detail terkecil, ''Lalu bagaimana mereka bekerja? Tanpa kekuatan yang cukup tentu akan sulit.'' ''Alat...'' ''Alat?!'' Halvir dan Hans membeo dengan nada bertanya bersamaan. ''Kami menggunakan alat untuk mempermudah kegiatan kami sehari-hari.'' ''Hanya mengandalkan alat, bagaimana kalau rusak atau hilang?!'' ''Beli lagi, apa yang sulit?!'' ''Bagaimana jika terjadi keadaan darurat kemudian alat rusak...'' ''Celaka, tentunya.'' ''Lalu, kalian nyaman dengan itu?!'' ''Apa ada pilihan lain?!'' ''Benar juga... Apa kalian para wanita bisa hidup sejahtera dengan kehidupan seperti itu?'' ''Sebagian besar, iya.'' ''Bagaimana denganmu, apakah kau termasuk yang hidup sejahtera?'' tanya Halvir penasaran dengan kehidupan pribadi Anindira. ''Tentu saja. Ibuku dokter sedangkan ayahku Dosen. Makan cukup empat sehat lima sempurna, begitu pun dengan sandang dan papan. Pendidikan kami pun tercukupi dengan sangat baik.'' ''Aku masih bingung. Bagaimana pun aku mendengar ucapanmu aku tetap tidak mengerti bagaimana kalian bisa bertahan hidup. Begini, di desa ini ada enam Klan yang berbaur. Jika dijumlahkan, semuanya ada sekitar delapan ratusan orang. Desa ini disebut Desa Hutan Biru, salah satu dari ratusan bahkan ribuan Desa yang ada di sekeliling KERAJAAN yang diperintah oleh Raja Singa.'' Hans masih sulit menerima tentang sesuatu yang bertentangan dengan sesuatu yang telah menjadi hukum alam di dunia ini. Begitu juga dengan Halvir. ''Berapa jumlah orang di KERAJAAN?'' tanya Anindira dengan segera. Anindira berasumsi itu adalah sebuah negara besar, mendengar bukan Kepala Suku tapi Raja penyebutannya. ''Sekitar tiga ratus ribuan,'' Jawab Hans. ''Aku tidak tahu berapa jumlah pasti tiap Suku di tempatku, tapi kami semua berada di bawah satu pemerintahan yang sama, jumlah kami hampir tiga ratus juta jiwa.'' ''Juta?!'' seru Hans bertanya. Dia dan Halvir tidak mengerti dengan kata itu, ''Apa itu?'' ''Eum...'' Anindira mencoba memikirkan sebuah jawaban, ''Bagaimana ya... Tiga ratus ribu... Sekitar, delapan ratus tiga puluh tiga kali dari tiga ratus ribu…'' ujar Anindira dengan wajah polos, ''Bukan hanya itu. Dunia tempatku berasal adalah salah satu dari lebih dari dua ratus wilayah... Maaf, bukan wilayah. Tapi negara. Ada lebih dari 200 negara di duniaku. Dan jumlah populasi kami bukan yang terbesar. Negaraku menempati posisi keempat dengan populasi terbanyak. Sedangkan untuk luas wilayah, negaraku menempati posisi kelima belas. Lalu untuk suku, ada ribuan suku. Sangat banyak... '' ujar Anindira kembali menambahkan penjelasannya. Hans dan Halvir terkejut dengan ucapan Anindira. Mereka tidak percaya ada begitu banyak orang di satu tempat, bahkan jika KERAJAAN dan Desa-desa di sekitar dijumlahkan bersama, jumlah itu tidak akan di dapat. Yang paling mencengangkan bagi Halvir dan Hans sekarang adalah, ternyata, itu hanya dari satu wilayah dan masih banyak lagi wilayah lain yang bahkan lebih besar. Mereka heran dan terkejut hingga merasa kalau Anindira sedang mengada-ada. Tapi mereka juga tidak memungkiri jika tidak melihat adanya kebohongan dari Anindira. Mereka yakin kalau kalau apa yang dikatakan Anindira adalah kenyataan tanpa dibuat-buat. Mereka bisa menebak dari sorot mata Anindira dan bunyi degup jantungnya yang biasa saja. ''Berapa jumlah Wanitanya?!'' Halvir dan Hans, mereka berdua serempak bertanya. ***** Wanita adalah Harta Terpenting. Bukan hanya untuk sebuah keluarga tapi juga Desa bahkan KERAJAAN BESAR sekalipun. Wanita akan dijaga dan dilindungi walau nyawa taruhannya, meskipun jika pria tidak mengenalnya. Kehilangan wanita, berarti sebuah Desa atau Klan akan kehilangan kemampuan untuk bisa memiliki generasi penerus. Dan jika itu terus terjadi, maka tidak akan menunggu lama sampai akhirnya Desa atau bahkan yang terburuk sebuah Klan akan lenyap. Hal itu bukan hanya jadi sebuah dongeng tapi sudah banyak Desa atau Klan yang musnah karena kehilangan para wanitanya. Klan atau Desa yang kehilangan wanita akan dipandang sebelah mata karena itu artinya mereka lemah. Walau mereka bisa memasuki Klan atau Desa lain tapi mereka hampir tidak akan pernah dilirik oleh wanita karena ketidakmampuan mereka untuk menjaga dan melindungi wanita. ***** ''Hah?!?! seru Anindira menjawab karena terkejut, ''Aku-aku... Tidak tahu...'' Dua orang pria gagah tiba-tiba menanyakan perihal wanita bersamaan dengan wajah serius. ''Aku bilang kami ada delapan ratus orang di desa ini kan?!'' sahut Hans dengan sikap antusias, ''Kau tahu berapa jumlah wanitanya? Hanya ada tiga puluh tiga, ditambah denganmu jadi tiga puluh empat. Di kerajaan Singa yang besar ada tiga ratus ribu orang. Tidak jauh berbeda dari desa ini, jumlah wanitanya pun sedikit. Hanya ada kurang dari seribu lima ratus wanita. Itu yang aku tahu, lima tahun yang lalu karena sudah lama aku tidak kesana…'' ujar Hans menjelaskan. ''Wow, sedikit sekali. Sepertinya aku bisa membayang kan tentang sesuatu. Di duniaku, wanita dan pria punya proporsi jumlah yang seimbang. Justru, wanita lebih banyak dari pria... Sepertinya begitu.'' Hans dan Halvir tidak ada yang menanggapi. Mereka masih bingung, heran seolah tidak percaya. Kaum Anindira lemah tapi memiliki populasi yang luar biasa besar. Tapi tidak ada yang pernah mengetahui tentang hal ini sebelumnya. Pertanyaan terbesar dalam benak Halvir dan hans saat ini adalah, apa rahasia mereka bisa memiliki populasi sebesar itu. ''Eum... Berapa usiamu?'' tanya Hans dia mengubah pertanyaannya, dia ingin mencari tahu lebih banyak lagi. ''Enam belas tahun.'' ''Kau masih muda, apa kau sudah memasuki kedewasaanmu?'' tanya Hans lebih jauh lagi. ''Hm... Apa maksudnya?'' tanya Anindira, dia tidak mengerti dengan kata-kata yang diucapkan Hans barusan. ''Siklus *panasmu,'' jawab Hans. Baru saja Hans ingin menjelaskan pada Anindira tapi segera di potong oleh Halvir. ''Ayo pulang!'' seru Halvir memotong ucapan Hans, dia segera mengangkat Anindira, menggendongnya kemudian membawanya keluar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD