Mengangkut Barang

1126 Words
025 Mengangkut Barang Nyaris dua puluh empat jam selama tiga bulan Halvir dan Anindira selalu bersama. Karenanya sulit bagi Anindira untuk berpisah dari Halvir di dunia yang asing. Dia sama sekali tidak siap. Tapi dengan penjelasan Halvir membuatnya tidak berani mengungkapkan betapa takutnya dia di tinggalkan. ''Aku akan memberikan tiga *Amberku pada Kepala Desa, karena aku akan menitipkanmu padanya selama dua minggu. Aku tidak bisa membawamu. Kalau aku jalan sendiri aku bisa mendapat tambahan beberapa buruan lagi di perjalanan. Lagi pula, akan lebih cepat jika aku bergerak sendiri. Jika aku membawamu ikut bersamaku butuh waktu dua minggu untuk sampai di Kerajaan Singa, bahkan bisa lebih. Setelah aku membayar biaya jahit dan meletakkan bahan di sana. Aku akan segera pulang dan membawamu ke sana untuk mengambil barang-barang yang aku pesan.'' Halvir masih mengusahakan yang terbaik untuk menghibur Anindira yang masih di liputi perasaan kecewa. ''Ehm...'' angguk Anindira. Menjawab Halvir dengan malas, ''Baik,'' tambah Anindira dengan wajah yang sedih tertunduk layu. Nafsu makannya juga sudah hilang sejak dia meletakkan makannya, ''Kak, kenapa harus dengan Kepala Desa?'' Anindira merasa cemas. Dia takut mendengar kata kepala desa. Dalam pemikirannya itu adalah seorang tua yang kaku dan kolot. ''Kenapa tidak dengan kak Hans?'' Anindira merasa lebih nyaman dengan orang yang sudah diketahuinya. ''Kenapa Hans?'' tanya Halvir dengan wajah serius, ''Ternyata benar, kau memang menyukainya?'' Raut wajah Halvir tampak kesal kali ini. ''Tentu aku menyukainya. Dia baik, dan Kak Halvir mempercayainya.'' Anindira menjawab serius pernyataan Halvir dengan pikiran polosnya. Dia sama sekali tidak menyadari kecemburuan Halvir. ''Meskipun begitu. Dia tetap tidak boleh!'' jawab Halvir tegas, ''Lagi pula dia tidak cukup mampu.'' ''Apa sesulit itu mengurusku?!'' ''Bodoh, bukan itu!'' seru Halvir menghardik Anindira dengan lembut, ''Hans itu masih lajang. Itu alasannya. Sedangkan Kepala Desa sudah punya pasangan. Selain itu, dia juga berperingkat *Amethyst. Ada Ruvi yang akan membantunya, karena itu Kepala Desa punya dua poin lebih tinggi dari hans untuk menjagamu.'' Halvir menjelaskan alasannya. Tapi, sayangnya Anindira tidak paham. ''Hans hanya seorang *Berlian. Dia tidak punya kemampuan yang cukup untuk melindungimu. Terlalu banyak pemuda lajang yang peringkatnya lebih tinggi.'' Halvir kembali menambahkan penjelasannya pada Anindira tapi sayangnya Anindira masih tidak memahami kenapa peringkat penting hanya untuk menjaga seorang wanita yang hanya makan sedikit seperti dirinya. ''Hmm...?'' Anindira mengerutkan dahi karena merasa tidak puas dengan jawaban Halvir, ''Apa harus begitu?'' tanya Anindira di jawab anggukan serius dari Halvir, ''Baiklah, terserah Kak Halvir saja. Aku akan menurut, kalau itu bisa membuatmu tenang.'' Anindira pasrah. Dia terpaksa harus menerima keadaan. ''Kepala Desa punya anak perempuan yang seusia denganmu,'' ujar Halvir setelah menurunkan Anindira dari pangkuannya. ''Yang benar?!'' Anindira bertanya dengan harapan di hatinya bahwa setidaknya dia akan punya teman bicara. Dari pada harus berhadapan dengan pria tua yang kolot. ''Eum...'' angguk Halvir sambil tersenyum menjawab Anindira, ''Kau bisa berteman dengannya.'' Halvir tersenyum melihat senyum Anindira mulai terlihat. Selesai makan dan beres-beres mereka segera naik kemudian memilih beberapa helai kain dari kulit binatang. Halvir memilih yang terbaik dari semua kain yang di simpannya. Ada ratusan helai kulit binatang yang telah di samak di dalam peti penyimpannya. ''Kulit binatang yang tipis, akan jadi pakaian musim panasmu. Yang tebal akan jadi pakaian musim dinginmu. Aku akan membawanya. Sisakan beberapa untuk jadi selimut, dan alas tidur!'' Halvir membongkar tiga kotak besar dan mengeluarkan helaian-helaian kain yang nyaris tidak pernah dia gunakan. Kain dari kulit binatang yang dimiliki Halvir dikumpulkan sejak bertahun-tahun lalu. Dari sekian banyak hewan buruan dia hanya memilih hewan buruan yang besar untuk dikuliti kemudian di samak. Dia hanya memilih yang terbaik untuk di simpan. Selama lebih dari tiga puluh tahun paling sedikit setidaknya ada dua puluh helai yang di samak olehnya dalam satu periode musim panas. Tentu saja saat ini koleksinya telah mencapai lebih dari lima ratus helai. Jumlah yang banyak untuk seorang pria tanpa wanita. Karenanya lebih banyak jadi fosil karena tak tersentuh bertahun-tahun diam di dalam peti. ''Yang benar saja, bagaimana akan membawa barang sebanyak ini?!'' Anindira mengeluh dengan mata terbelalak saat melihat tumpukan kain yang sudah di pilih dan di pilih menjulang tinggi. ''Aku sedang memikirkannya...'' jawab Halvir santai. ''Kak, kita pilah lagi. Kurangi jumlahnya, kau tidak mungkin akan membawa barang sebanyak ini sendirian!'' ''Tidak, biarkan saja!'' jawab Halvir tegas dengan penuh keyakinan. ''Tapi, kak...'' ''Dira, kau membutuhkannya. Aku tidak akan menguranginya...'' ''Terima kasih. Aku mengerti betapa besarnya perhatianmu padaku. Untuk sekarang, asal sudah ada satu atau dua itu cukup... Bukankah kau mau membawaku ke sana. Kita bisa membawa sisanya saat itu...'' ''Tidak apa, tidak perlu menunggu nanti!'' seru Halvir dengan wajah menyeringai sorot matanya berbinar licik, ''Hans yang akan membawanya!'' ''Ternyata Kak Halvir memang mau pergi sama Kak Hans.'' ''Tidak!'' seru Halvir mengangkat alisnya sambil menatap Anindira, ''Baru terpikir.'' Wajah Anindira terlihat mencebik menanggapi Halvir. ''Ternyata terlalu banyak,'' jawab Halvir pada reaksi yang dibuat Anindira. ''Itu jelas, kak!'' sahut Anindira agak kesal, ''Kalau pun Kak Halvir pergi dengan Kak Hans. Tetap tidak mungkin membawa barang-barang ini.'' ''Jika pergi dengan Hans pasti akan terangkut semua.'' ''Kak...'' panggil Anindira dengan mata menyelidik menatap Halvir, ''Kak Halvir tidak sedang merundung Kak Hans, Kan?!'' ''Apa maksudmu?'' ''Apa kakak sedang menyalah artikan ucapanku tentang Manusia tidak bisa hidup sendiri?!'' ''Dira, apa yang ingin kau katakan sebetulnya?!'' ''Kak Halvir, aku tahu kau kuat tapi bukan berati kau bisa *menjajah orang lain!'' ''Aku tidak tahu kau bilang apa tapi aku merasa itu punya arti yang buruk. Dan itu ditunjukan untukku...'' ''Ya,'' jawab Anindira tegas. Dia sangat berani menatap Halvir meski sedang mengkritiknya, ''Untukmu. Dan itu benar, maknanya buruk...'' Halvir tidak mengerti kata *menjajah yang diucapkan Anindira. Anindira juga tidak tahu bagaimana mengucapkan *menjajah dalam bahasa dunia manusia buas. Alhasil dia mencampur aduk dalam satu kalimat. ''Apakah maksudmu aku akan melakukan sesuatu yang buruk pada Hans?'' ''Lalu, apa lagi?! Pasti kakak akan menyuruh Kak Hans untuk memabawa ini semua untukmu.'' ''Tentu saja. Kan, aku sudah bilang tadi. Hans yang akan membawanya....'' ''Kakak tidak boleh seperti itu! Meski Kak Hans mau, itu karena terpaksa...'' ''Kenapa terpaksa?! Dia tidak akan seperti itu. Dia bisa menolak kalau tidak mau. Tapi aku yakin dia tidak akan menolakku...'' ''Kak Halvir jahat! Aku tidak suka Kak Halvir yang suka memaksakan kehendak pada orang lain...'' ''Kenapa aku harus memaksakan kehendak?! Apa lagi pada Hans. Meski seperti itu, Hans bukan orang yang akan mengikuti ucapan orang lain begitu saja.'' ''Lalu bagaimana Kak Hans sendirian bisa membawa barang sebanyak itu?!'' ''Dengan gerobak...'' ''Ha... apa?... G-ge... ge-apa?'' ''Gerobak...'' ''Apa itu?'' Gerobak adalah kata baru untuk Anindira. Dengan wajah merah menahan malu karena telah berburuk sangka pada Halvir dia menerima penjelasan tentang apa itu gerobak. ''Hans punya gerobak karena dia sering menggunakannya untuk berbagai keperluan, utama keperluan medis. Di Kerajaan Singa ada banyak herbifora menjual berbagai keperluan medis. Karena itu aku tahu Hans tidak akan keberatan untuk ikut pergi denganku.'' ''Owh,'' jawab Anindira singkat karena dia terlalu malu menyahut saat ini. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD