Kepalaku terasa sakit belakangan ini. Terlalu banyak masalah yang terjadi sampai-sampai membuatku tak bisa tidur nyenyak. Rena yang terus menghubungi untuk meminta pembatalan gugatan cerai ditambah dengan kerinduanku yang mendalam pada Puput dan juga rasa bersalahku pada Iza. Aku sungguh kecewa atas pilihanku sendiri selama ini. Kupikir Renata Olivia seorang gadis polos seperti yang kutemui saat dia masuk ke dalam masjid. Ternyata mata hanya bisa melihat, sedangkan aku tak dapat menilai dengan logika apalagi merasakan dengan hati. Berkali-kali aku mengutuki diriku yang telah salah dalam mengambil keputusan. Padahal Tuhan sudah memberikan dorongan agar aku menjauhi Rena karena sebuah kejadian nahas itu, tapi nafsu dan emosi membuatku mengambil jalan kiri setelah Rena datang kembali. Hany