Bagian 8

1722 Words
Devian baru saja selesai mandi. Lelaki itu nampak mengusap rambutnya dengan handuk yang mengalung di pundak. Devian mengambil hpnya lalu memeriksa. Ada satu panggilan tak terjawab, nomor yang asing. Devian menekan layarnya untuk menelfon balik. "Hay... ini yang tasnya tertukar ya...?" Devian mengerutkan keningnya, sejenak ia menjauhkan hpnya dari telinga lalu di letakan kembali. "Iya..." jawab Devian dingin. "Aku minta maaf, bisakah kamu kembali besok untuk menukarnya kembali? Jam dua belas siang." "Iya." Jawab Devian yang langsung mematikan hpnya lalu di letakan di nakas. Devian keluar kamar ia langsung mendapati Nai di depan pintunya. Membawakan sepiring pisang nugget olahan sendiri. Devian mengedipkan matanya sambil menyingkirkan piring agar bisa melihat wajah Nai yang pendek itu. Nai tidak lebih sedada Devian. "Kamu ingin membunuhku? racun apa yang kamu masukan di dalam makanan itu." Ujar Devian sambil bersandar di pintu. Nai merasa gemas susah payah dia buat tapi di hina. Nai mencubit pinggang Devian membuat lelaki itu meringis. "Aww..." Devian menegakan tubuhnya. Nai menarik Devian lalu duduk di kursi makan. Devian dengan pasra ikut. "Makanlah..." kata Nai berbinar. Devian mulai mengambil satu potong pisang nugget coklat lalu memakannya. Devian mulai mengunyah dan membulatkan jarinya tanda enak. "Enak... kamu bisa masak." Kata Devian sambil mengambil lagi di piring. Nai mengangguk lalu menggeleng tapi mengangguk lagi. "Apa yang Nai suka maka Nai masak." Jawab Nai. Nai kembali ke dapur lalu membawa puluhan kotak yang diikat ke depan rumah. Devian nampak diam "Apa itu?" Devian berdiri lalu membantu Nai. "Pisang nugget... ayo bantuin." Nai menyuruh Devian membawa kotak yang terikat keluar. Para pengawal kaget, mereka ingin membantu tapi Devian menggeleng. Pengawal itu akhirnya mundur dan membungkuk. "Mau di bawa kemana?" Tanya Devian. Nai menengok kesana dan kemari. Nai lalu memanggil Devian menuju ke sebuah panti terdekat. Panti itu tidak jauh dari komplek rumah hanya perlu berjalan kaki lalu menyebrang. Setelah sampai di panti Nai masuk ia memanggil seluruh anak- anak disabilitas di antaranya tuna daksa, tuna rungu dan tuna wicara. Anak- anak itu langsung girang ia kemudian mendatangi Nai dan Devian. Termasuk sepasang kaka beradik yang si kaka tuna rungu dan si adik tuna wicara mereka berumur enam dan tujuh tahun.. Sang penjaga panti datang, Nai melambaikan tangannya ke suster Maria. Suster Maria seorang non muslim tapi dirinya memelihara anak- anak muslim. Suster Maria seorang biarawati di salah satu gereja di Serang. "Kau datang Nai?" Tanya Suster Maria. Nai mengangguk ia kemudian mengambil lengan Devian. Suster tersenyum ia mengangkat tangannya yang tersampir kalung salib. "Semoga tuhan memberkatimu Nak." Ujar suster. Devian mengangguk dan tersenyum. Ingat kemarin Nai keluar? Saat itu Nai di kawal oleh Khabil. Khabil adalah penyandang tuna rungu. Walaupun begitu dirinya bisa bekerja karena Tuhan memberikannya kemampuan. Kemampuan itu adalah bela diri. Makanya Devian menangkatnya menjadi pengawal untuk Nai. Khabil mengemakan alat di telinganya agar bisa mendengar. "Kamu mengikutiku?" Tanya Nai saat berbalik. Khabil terdiam kemudian mengangguk ia sedikit cengengesan "Maaf nona. Tapi ini perintah tuan Devian." Jawab Khabil. Nai mendengus ia memanggil Khabil agar jalan sejajar. Khabil perlahan maju dan berjalan sejajar. "tidak apa- apa..." jawab Nai. Nai terus berjalan. "Ngomong- ngomong nona mau kemana?" Tanya Khabil. Nai berfikir lalu menggeleng. "Tidak tau, aku hanya ingin jalan- jalan saja." Jawab Nai. Khabil mengangguk. "Bagaimana kalau kepanti? Di sini ada panti khusus disabilitas. Dulu aku tinggal di sana kak sebelum akhirnya aku keluar dan merantau lalu kerja." Ujar Khabil. Nai menengok ia tersenyum lalu mengangguk. "Aku juga disabilitas. Aku seorang tuma wicara.'' Ucap Nai menggunakan bahasa isyarat. Khabil membalas menggunakan bahasa isyarat bahkan fasih. Nai berbinar dan tertawa pelan. ''Aku di buang oleh orang tuaku Nona. Hingga sekarang aku tidak tau keberadaan mereka di mana. Ngomong- ngomong lewat sini nona." Khalil menunjuk jalan. Nai mengikuti. "Kok bisa?" Tanya Nai. Nai bersyukur walaupun cacat mamahnya tidak membuangnya. Khabil menaikan bahunya. "Mungkin saya cacat nona ckck. Nah kita sudah sampai.'' Kata Khabil sambil memasuki pekarangan panti. Nai langsung terdiam di depan matanya sangat banyak anak disabilitas ada yang bermain, belajar bahkan berdiam diri. Anak- anak disini masih kecil. Bahkan balita. "Ibu Maria." Sapa Khabil. Maris diam ia mencoba mengingat. "Saya khabil yang dulu pernah di sini..." Suster Maria langsung menutup mulutnya tidak menyangka. Suster Maria langsung memeluknya. Nai hanya diam dan berdiri ia menengok ke samping kanan di sana ada seorang anak yang sedang membeli jajanan. Anak laki- laki itu memakai tongkat lalu di sampingnya ada seorang adik perempuan yang memegangnya. Mereka nampak ingin membeli pisang nugget tapi karena uangnya tidak cukup jadi kembali. Nai langsung teringat dirinya dan Jello. Dirinya bersyukur pada Allah yang memberikannya hidup nyaman. Tidak seperti kaka beradik di sana. Nai kemudian tersenyum besok ia akan kesini dan membuatkan jajanan enak lalu memberikan kepada mereka. "Apa yang kamu bawa Nai?" Tanya Suster. Nai tersenyum sambil menyuruh Devian meletakan makanan di meja. "Pisang nugget dan makanan lainnya bu." Jawab Nai. Nai mencari sosok kakak beradik kemarin. Mata Nai menemukan sosok mereka. Mereka sedang berada di dekat Devian. Nilaya dan Khalif, itu nama mereka berdua. Suster Maria tersenyum "Terima kasih nak. Sudah membantu kami. Kau tau kebanyakan anak di sini adalah terlantar dan di buang oleh orang tuanya di jalan atau tempat sampah. Setiap aku melihatnya tidak sampai hati untuk meninggalkan mereka. Walaupun aku seorang non muslim tapi aku menyayangi mereka dan memberikan ilmu agama islam untuk anak- anak. Memanggilkan guru ngaji dan privat." Jelas suster Maria. Nai tersenyum ia menggandeng suster menuju ruang tengah panti. Di sana Nai membagi- bagikan makanan bersama suster Maria. Devian yang dari jauh nampak terharu dan takjub melihat hati Nai yang baik. Devian bersandar di meja. Satu kakinya ia lipat sedikit dan ia menautkan kedua tangannya di d**a. Devian merasakan pakaiannya di tarik dari bawah. Devian menengok dan menegakan tubuhnya lalu berjongkok. "Kenapa?" Tanya Devian, ternyata itu Khalif. "Bisakah kakak melihat? Apa rasanya melihat kak? Apa saja yang kakak lihat selama ini? Apa melihat itu enak kak? Memandang ciptaan Tuhan." Tanya Khalif. Devian terdiam, anak di depannya mengalami katarak dini hingga ia tidak bisa melihat. Devian berdehem dan tersenyum. Walaupun senyuman itu tidak bisa di lihat. Devian duduk bersila lalu membantu Khalif duduk. "Namamu siapa?" Tanya Devian. Khalif menggerakan kepalanya sedikit. "Khalif." Jawab Khalif sambil menunjuk dirinya sendiri. "Baklah Khalif, perkenalkan nama kakak Devian, mari kakak bercerita... melihat itu adalah anugerah dari tuhan salah satu panca indra kita...." Devian mulai bercerita menjelaskan betapa indahnya melihat. Kadang manusia kurang bersyukur saat di berikan kesempurnaan yang melimpah. Bukan soal harta melainkan manusia itu sendiri. Setelah acara makan- makan, Devian duduk di tengah mereka sambil memegang gitar. Gitar itu milik panti. Devian mulai memetik sinar gitar dan mulai bernyanyi. Dengan suara merdunya ia menghibur anak- anak panti. Nai mengeyampingkan rambut Devian yang menutupi kening ke samping. Devian tersenyum dan mengangguk seolah berkata "makasih". Devian menyanyi lagu we are the world by michael jakson There comes a time when we hear a certain call Akan tiba waktunya ketika kita mendengar sebuah panggilan. When the world must come together as one Saat dunia harus bersatu padu There are people dying Banyak orang sekarat And it's time to lend a hand to life Dan kinilah saatnya membantu kehidupan There greatest gift of all Itulah hadiah paling besar We can't go on pretending day by day Kita tak bisa terus menerus berpura-pura That someone, somewhere will soon make a change Bahwa seseorang di suatu tempat akan membuat perubahan We are all a part of God's great big family Kita semua adalah bagian dari keluarga besar Tuhan And the truth, you know, Dan sesungguhnya, kau tahu, Love is all we need Hanya cinta yang kita perlukan We are the world we are the children Kita adalah dunia, kita adalah anak-anak We are the ones who make a brighter day Kita adalah orang-orang yang mencerahkan dunia. Anak- anak nampak bahagia saat Devian dan Nai bernyanyi hingga selesai. Setelah bernyanyi mereka bermain tebak- tebakan dan lain- lain hingga saat waktunya tidur. Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Untuk mengakhiri, Devian dan Nai membacakan mereka sebuah dongeng. Dongeng sebelum tidur hingga akhirnya tertidur pulas. Setelah selesai Nai dan Devian pamit untuk pulang. "Terima kasih Nai dan Devian. Mereka lebih ceria dari sebelumnya dan memiliki semangat untuk menjalani hidup." Ujar suster Maria. Devian menunduk begitupun dengan Nai. "Banyak pelajaran yang kami berdua bisa dapat. Terutama saya suster." Jawab Devian. Nai mengangguk "Kami pamit suster... permisi." Nai dan Devian berbalik dan meninggalkan panti. Sepanjang jalan mereka hanya diam. Devian tau kata "bersyukur" adalah sebuah kata yang amat sangat kita ingat setiap kali melihat ke bawah. Devian mendengar suara isakan ia menengok ke Nai. "Kamu menangis? Hey." Devian mengambil Nai lalu menghapus air matanya. "Mereka terbuang Devian. Mereka terluka karena orang tua yang tidak bertanggung jawab. Aku bersyukur saat seumuran mereka mamahku gak membuangku hiks... dan papah aku menyayangiku dan adikku... sampai keluarga besar menerimaku dan adikku berlapang d**a. Jika tidak mungkin kami bernasib sama." Cerita Nai. Nai menaham sesak selama di sama dan baru meluapkan sekarang. Devian memeluk Nai dan mengusap belakangnya. "Tidak apa- apa Nai. Sekarang kita pulang." Devian membawa Nai pulang ke rumah untuk istirahat. *** Siang hari.... Devian duduk di kaffe restoran dengan sedikit risau ia melihat jam tangannya. Ia beberapa kali memesan kopi sambil menunggu wanita yang ingin menukar belanjaannya. "Hay" sapa perempuan. Devian mengangkat wajahnya. Devian memberikan milik wanita itu. "Mana punyaku?" Tanya Devian datar bahkan tidak melepas kaca matanya. Wanita itu meletakan tas bungkusan milik Devian di meja. Devian mengambilnya lalu segera bangkit. Tapi langkahnya tertahan saat wartawan mendekatinya. "Perkenalkan kak aku Niya. Aku akan membantu kaka menutupi skandal gimana? Anggap aku wanita yang kaka tiduri semalam ckck. Dengan begitu masalah kakak yang selalu di uber wartawan selesai." kata Niya. Devian menggeleng tapi wanita itu keras kepala. Ia segera mendatangi wartawan dan berbicara. Devian langsung menyusul "Apa ini wanita di hotel, Devian?" Tanya wartawan. Niya dengan pede menjawab membuat Devian melepaskan kaca matanya. "Iya, aku adalah wanita yang di hotel bersama Devian dan tidur bersama." Jawab Niya sambil menatap Devian. Devian langsung mencengkram Niya. "Dia bukan wanitanya. Maaf, saya permisi." Devian menyeret wanita itu menjauh lalu melepasnya kasar "Kau adiknya Erdogan bukan? Temannya Nai? Kamu dan kakak sialanmu menjebakku dan Nai. Sebaiknya kalian bersiap untuk masuk ke jeruji..." kata Devian tajam. Devian kembali ke wartawan dan memberikan kebenaran. "Ah sial. Karena kakak. Aku juga bodoh... kalo cowoknya setampan Devian dan kaya... lebih baik aku yang menggantikan Nai. Bukan anak cacat itu... ishhh" Niya menghentakan kakinya dan pergi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD