Bab 1. Ketahuan Berselingkuh
Sofie pulang dengan rasa kesal luar biasa. Ia membanting pintu mobil yang terparkir di rumah mewah di kawasan elite Jakarta. Dengan langkah tergopoh-gopoh, ia masuk ke dalam rumah mewahnya untuk langsung mencari suaminya, Revan.
“Mas! Mas Revan di mana kamu?!” panggil Sofie dengan rasa kesal dan marah yang sudah mencapai ubun-ubun.
Revan tengah bersantai di hari Sabtu dengan menscroll tablet di kursi makan. Seperti biasanya, hari ini ia berencana keluar rumah agak siang tapi sekarang ia ingin bersantai. Namun, ketenangannya terusik sewaktu mendengar istrinya masuk lalu memarahinya.
“Ada apa sih?” tanya Revan dengan raut wajah kebingungan. Sofie yang baru tiba langsung memperlihatkan sebuah benda yaitu lingerie wanita berbahan lace.
“Apa ini?” Sofie melemparkan benda itu di atas meja tepat di dekat piring makan Revan yang baru saja kosong. Revan kaget sekaligus tercekat. Ia menelan ludahnya dengan susah payah.
“Uh itu ....”
“Kamu kalo mau n***e sama cewek jangan terang-terangan di mobilku!” hardik Sofie dengan rasa marahnya yang luar biasa. Ia benar-benar sakit hati saat menemukan pakaian dalam itu tercecer di salah satu sudut mobilnya.
“Kamu ngomong apa sih?” sahut Revan masih mencoba membela diri. Sofie mendengus tidak percaya. Ia memang sudah mendengar desas-desus suaminya bermain mata dengan wanita lain, tapi selama ini Sofie mencoba untuk tetap bersabar.
“Kamu masih mengelak, Mas? Ini buktinya kamu maen sama perempuan lain di mobilku!”
“Aku gak tahu itu punya siapa!” bantah Revan masih bersikeras. Ia menutup tabletnya dan mencoba merayu Sofie yang begitu marah serta kecewa.
“Itu bukan milikku, Mas!”
“Ya ... kalau bukan punya kamu, punya siapa dong?” Revan malah makin mengelak sembari berdiri dan mencoba menyentuh pundak Sofie. Sofie menepis tangan suaminya.
“Jangan berbohong lagi, Mas! Aku tahu kamu selingkuh di luar!”
“Selingkuhan apa! Kamu ngomong apa sih?” sahut Revan tidak mau mengaku sama sekali. Sofie berdecap begitu kesal dengan napas memburu menunjuk ke arah Revan.
“Aku gak pernah rela diselingkuhi sama kamu kayak gini! Aku gak akan pernah rela, Mas! Gak akan!!” sahut Sofie sekaligus memekik marah. Revan hanya bisa diam menelan ludahnya menyaksikan Sofia pergi meninggalkannya di ruang makan dan berjalan cepat menaiki tangga ke kamar mereka di lantai atas.
“Aduh, gimana sih, Astrid? Kenapa dalamannya malah ditinggal! Bikin malu aja, Huh ....” Revan mengucek rambutnya dengan kesal dan berkacak pinggang. Sekarang ia bingung apa harus menyusul istrinya, Sofie atau ia membiarkan saja untuk sementara waktu.
Sementara, Sofie duduk di sisi ranjang dengan sebelah tangan memegang ujung keningnya dan ia menundukkan kepala. Sofie terisak sendirian menahan kepedihannya. Hati dan harga dirinya sebagai istri sah Revan Barata terinjak sudah.
Pernikahannya selama lima tahun bersama Revan kini dibayang-bayangi pengkhianatan suaminya yang berselingkuh dengan wanita lain. Sofie makin bersedih karena ia tahu penyebabnya. Hal itu karena Sofie masih belum bisa memberikan keturunan pada Revan selama ini.
“Apa lagi yang harus aku lakukan?” gumam Sofie pada dirinya. Ia sudah meninggalkan semuanya demi Revan termasuk kariernya yang cemerlang sebagai wakil CEO setelah menikah dengan Revan.
Revan masuk ke kamar mereka beberapa saat kemudian. Ia menunjukkan raut wajah menyesal serta sedih. Ia bahkan berlutut di dekat Sofie untuk menunjukkan rasa penyesalan yang dalam.
“Sayang, tolong dengerin aku dulu. Aku gak tahu gimana ceritanya benda itu ada di mobil kamu. Aku gak bersalah ....” Sofie langsung menaikkan pandangan pada suaminya yang menatapnya memelas. Revan tidak berani langsung menatap mata Sofie dengan tajam karena ia tengah berbohong.
“Aku bukan perempuan bodoh, Mas! Kamu minjem mobilku selama satu minggu kemaren. Untuk apa kamu melakukan itu? Supaya kamu bisa bawa selingkuhan kamu jalan-jalan karena kalian gak mungkin ngelakuinnya di kantor, iya?!” tukas Sofie masih kasar menghardik Revan. Revan makin menelan ludah takut. Kali ini ia akan sulit melepaskan diri.
“Gak ... gak seperti itu, Sayang.”
“Mas, aku udah bersabar sama tingkah dan perilaku kamu selama ini. Apa kekuranganku sampai kamu harus mencari perempuan lain di luar sana. Aku mencoba melayani kamu sebaik mungkin di ranjang! Aku berhenti dari karierku atas permintaan kamu supaya aku fokus sama rumah tangga kita. Apa lagi, Mas! Apa lagi yang kurang!!” sahut Sofie meluapkan semua emosinya.
Revan pun hanya bisa terdiam dengan raut tak mengenakkan sama sekali. Sofie memang sempurna kecuali satu bahwa ia belum bisa memberikan Revan keturunan.
Revan pun masih mencoba membujuk dengan meraih tangan Sofie lalu menggenggamnya. Wajahnya dibuat memelas mungkin agar Sofie tidak lagi marah padanya.
“Percaya deh sama aku, Sayang. Aku gak berbuat apa pun, kebetulan aja ada barang itu di mobil kamu. Coba kamu ingat-ingat lagi, mungkin kamu pernah belanja lingerie baru ....” Sofie sontak mendelik pada Revan dengan matanya yang indah. Namun sepertinya Revan tidak pernah lagi melihat keindahan itu.
“Cukup, Mas! Ini bukan bahan becandaan!” Revan terdiam dan sedikit menundukkan kepalanya.
“Kamu keluar dari sini, aku mau sendiri ....” Revan masih belum bergerak sampai Sofia kembali mengusirnya.
“Mas Revan tolong! Aku butuh waktu untuk sendiri!” potong Sofie lagi makin mengusir suaminya keluar. Revan pun mengalah. Sambil menarik napas lesu, ia berdiri dan berjalan keluar kamar meninggalkan Sofie. Sofie menungkupkan kedua tangannya menutupi wajah dan menangis. Pria yang ia cintai kini bermain hati dengan wanita lain dan Sofie tidak bisa berbuat apa pun.
Di luar kamar, Revan mulai resah meski ia yakin masih memegang kendali pada Sofie. Toh bermain dengan Astrid bukanlah sesuatu yang harus jadi masalah, bukan?
“Ah, jadi masalah deh ini! Kalau udah ngambek bisa berhari-hari,” gerutu Revan begitu turun dari kamarnya. Revan yang jengah dengan situasi pertengkaran rumah tangganya akhirnya menghubungi Astrid sambil sesekali menengok ke arah tangga kamarnya. Ia hanya harus memastikan jika istrinya, Sofie tidak tiba-tiba turun lalu memergokinya menghubungi kekasihnya itu.
“Kamu di mana?” tanya Revan begitu sambungan telepon itu tersambung.
“Di rumah. Bosen ni, Mas! Kita jalan-jalan yuk!” terdengar suara manja Astrid yang membuat Revan menyengir lebar.
“Ayuk, bentar ya! Aku ke sana, tunggu ya! Hehe!” Revan langsung menutup panggilan lalu berjalan mindik-mindik ke arah pintu depan sambil meraih kunci mobilnya. Lebih baik ia pergi bersenang-senang menghabiskan waktu libur dari pada menghadapi kekesalan dan kemarahan Sofie di rumah.
Mobil meluncur dari garasi melewati sedan yang diparkir Sofie sebelumnya tanpa pamit sama sekali. Sofie yang bisa mendengar jika ada mobil yang keluar dari garasi lantas langsung berjalan cepat ke arah balkon. Ia menyaksikan mobil suaminya pergi begitu saja dari rumah mereka keluar dari gerbang yang dibuka oleh salah satu satpam dan pergi.
"Kenapa Mas Revan malah pergi? Ya Tuhan ... apa benar Mas Revan selingkuh? Kalau benar, apa aku siap menghadapinya?" isak Sofie makin menangis dan luruh di lantai balkon kamar.