PERINGATAN!
Mengandung adegan dewasa yang 'itu'!
Mohon bagi yang belum cukup umur atau belum layak membaca bacaan seperti ini agar skip saja, ya!
Langsung lompat ke bab 8 saja!
Cerita ini hanya rekaan dan imajinasi penulis, mohon agar tidak mengikuti hal-hal buruk dalam n****+ ini!
Karena imajinasi tak seindah kenyataan!
Terima kasih!
____________________________________
Kegembiraan melonjak di dalam d**a perempuan itu, semburat merah muncul di wajahnya, bukan karena uap panas kamar mandi, melainkan birahinya yang sudah nyaris mencapai batas.
"Ryu-Ryuhei!"
Ia segera menjulurkan tangan meraihnya, namun saat ujung jemari mereka baru bersentuhan sedikit, perempuan itu goyah.
Bruk!
Kiriko jatuh berlutut tepat di depan pria itu. Pijakannya goyah akibat terlalu lama menahan 'api' yang menggerogoti tubuhnya dari dalam. Lututnya sakit dan lecet, tapi ia tak peduli. Adrenalin dan birahinya membuat dirinya kuat secara biologis. Rasa hangat dan basah di antara kedua pahanya sangat menggetarkan dirinya ketika jatuh bersimpuh, ini membuatnya otomatis merapatkan pahanya.
Jantungnya tersiram sedikit rasa nikmat menggelora.
Basah sekali. Ia menggesekkan kedua pahanya agar membuat 'nektar alami' miliknya tak meluber jatuh ke lantai. Ia membutuhkannya untuk merasai kejantanan lelaki itu!
Setengah kesadarannya sudah perlahan menghilang tertelan oleh godaan pria di depannya itu. Kepalanya mendongak, terkunci oleh mata dingin yang menyiram hatinya yang panas membara.
Senyum iblis terukir indah di wajah dingin Ryuhei, tangannya yang menggantung di udara diturunkan perlahan. Mata memancarkan kilau tipis kebencian yang muncul hanya sedetik.
Ketika tangan kanan Kiriko hendak menyentuh 'milik' pribadi Ryuhei, lelaki itu mundur perlahan.
Perempuan itu menelan ludah gugup, dadanya seolah ingin memberontak oleh raibnya hasrat tertahannya.
"Ryu-Ryuhei?!"
Kekagetan tak bisa disembunyikan dari suaranya, ia menatap pilu pada mata dingin itu.
"Aku bilang aku akan menyiksamu, bukan? Jadi, tunduklah padaku saat ini," ia meraih shower dan menarik selangnya, memutar keran beberapa kali hingga mode semprotan air yang paling banyak keluar dari kepala shower tersebut.
"Hu-hukum aku sesukamu! Kumohon!" kedua tangannya menapak ke lantai. Kiriko merasa dirinya rendah sekali saat ini, tapi ia menikmatinya. Ia ingin dikuasi oleh lelaki itu tampan itu!
"Bukan menghukummu, tapi menyiksamu, wanita nakal," dengan senyum tipis dan jahatnya, ia menyiram puncak kepala Kiriko, gerakannya hati-hati dan anggun. d******i pria itu sangat kuat di dalam kamar mandi tersebut, ini membuat Kiriko tanpa sadar menurut begitu saja.
Perempuan berambut panjang itu seperti orang yang kehausan, lidahnya terjulur keluar berkali-kali merasai air hangat yang membasahinya. Air hangat itu membuat api dalam dirinya semakin menggelora, menjilat jiwanya seperti dicelupkan dalam bara api panas.
"Berdiri...." perintah Ryuhei dingin dan pelan.
Perempuan itu segera berdiri tanpa disuruh dua kali, kedua kakinya gemetar. Ryuhei mendorong tubuhnya hingga menabrak dinding dengan kasarnya.
"Ah..." ia mendesah oleh rasa nikmat dan sakit di saat bersamaan, kening bertaut.
"Saat aku bersamamu, aku tak suka kau bergosip, Kiriko."
Mata perempuan itu tertuju pada bibir merah lelaki itu, tapi tak ada tanda-tanda akan bersentuhan dengan bibirnya. Ia menjadi gelisah, tubuhnya gemetar oleh sensasi dan debaran jantung yang seolah akan pecah di telinganya.
"A-aku tak akan mengulanginya lagi! Aku janji!" ucapnya di sela-sela desahan nikmatnya.
Ryuhei mendengus geli.
"Apa kau tak ingat kalau kau akan menghadiri rapat hari ini?"
Kedua bola mata Kiriko membesar. Logika sedikit kembali pada dirinya.
"A-aku..."
"Silahkan pilih, pergi menghadiri rapat itu? Atau di sini bersamaku dengan siksaan yang pedih?"
Tangan kiri Ryuhei membuka perlahan handuk kimononya, memperlihatkan separuh badannya yang telanjang dan sintal.
Kiriko sekali lagi menelan ludah gugup. Otaknya menjadi macet. Debaran jantungnya sudah memenuhi setiap inci bagian tubuhnya. Napasnya perlahan memburu.
"Ra-rapat itu tak penting..."
"Benarkah?" ia memiringkan kepalanya penuh minat, senyum jahat itu kembali meluluhkan hati sang wanita.
"Ya! Siksa aku, Ryuhei...!" matanya terpejam nikmat seraya menggigit bibir bawahnya, dagunya terangkat sedikit.
"Aku tak suka perempuan yang suka berubah pikiran," ia mendekat ke telinga Kiriko, berbisik mengancam penuh godaan, "jangan menyesal dengan permintaanmu itu...."
Tangan Ryuhei yang bebas disapukan pada tubuh bagian depan Kiriko, mulai dari d**a hingga turun ke bagian paling bawah, lalu menetap di sana. Ia menjatuhkan shower ke lantai dengan air masih mengucur keluar.
Tubuh Kiriko tersentak kaget. Perlahan, tangan Ryuhei kembali bermain di bagian terhangat dan pribadi perempuan itu.
"Siksa aku sepuasmu...." ia memiringkan kepalanya, mata terpejam dengan jari-jari tangan kanan digigit seksi menahan sensasi berdenyut dan panas 'miliknya' di bawah sana.
Cairan cinta Kiriko semakin banyak dan meluber membasahi kedua sisi pahanya, membuat gesekan masuk dan keluar jari tengah Ryuhei semakin licin. Sebagian juga sudah mengalir pelan hingga ke pergelangan tangan lelaki itu.
Kiriko melenguh tertahan. Itu baru permainan tangan Ryuhei di bagian pribadinya di bagian luar, belum bagian 'paling dalam' dirinya, tapi ia sudah merasa hampir melayang dengan gesekan memutar dan menekan tersebut.
"Le-lebih dalam, Ryuhei..." ia menatap penuh harap dengan mata sayu, wajahnya merona merah.
Tiba-tiba jari tengah Ryuhei menekan kuat milik pribadi Kiriko hingga napasnya tertahan.
"Kau sedang dihukum, bukan? Tak boleh ada yang melewati batas ini," bibirnya menyapu bibir Kiriko dengan lembut dan cepat.
"A—aaahh~" Kiriko mendesah, tapi bukan desahan nikmat melainkan kekecewaan. Sedari tadi ia ingin dilumat bibir indah itu, tapi apa ini? Hanya sapuan kilat? Kiriko tak puas! Arah matanya mengikuti kepergian bibir itu, kepalanya sedikit dimajukan seperti orang yang terhipnotis.
"Tahan siksaan ini sampai aku merasa cukup untuk memaafkanmu. Paham?"
Kiriko yang tak suka dengan kenyataan itu hanya bisa mengangguk pasrah, mulut dimajukan.
"Ta-tapi, Ryu-Ryuhei, bi—Aah!" belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Ryuhei memasukkan jari tengahnya sedikit lebih dalam, hanya dibagian tepinya semata tapi sanggup membuat tubuh perempuan itu bergetar hebat seolah dialiri listrik tegangan tinggi, kakinya menekuk sedikit karena kekuatan yang nyaris melahap dirinya.
"Kau ingin protes? Mulut kotormu itu selain suka bergosip, juga suka mengeluh rupanya?"
"A-aku memang buruk. Hukum dan siksa aku sampai sadar, Ryuhei!" tangannya meraih tangan lelaki itu yang bebas, menaruhnya di salah satu dadanya lalu menuntunnya untuk melakukan gerakan remasan.
"Ya. Kau memang buruk, Kiriko," ia mulai meremas tanpa tuntunan perempuan itu lagi.
"Ah..."
Desahan nikmat itu tidak membuat Ryuhei tergoda, ia tidak tertarik sama sekali.
Apalagi ekspresi mes*m perempuan itu yang kini begitu terlihat cantik dan merona merah bak apel terlarang, hanya membuat hatinya semakin dingin lebih dari sebelumnya.
Pertunjukan panas di depannya tak cukup untuk bisa meluluhkan bagian terdingin dirinya itu. Tidak! Tidak akan cukup! Hanya ada satu perempuan yang mampu menandinginya, tapi bukan perempuan di depannya saat ini. Ia tersenyum lemah memikirkannya tapi hanya sekilas, dengan cepat berganti dengan raut wajah dingin iblisnya.