Bab 2

2071 Words
Mesya menatap Adrel yang sepertinya sedang menunggu penjelasan darinya. Suaminya itu memandangnya sambil menopang dagu dengan kedua tangannya. Mesya menghela napas pelan. Bagaimana caranya memberi tahu pada Adrel jika Dira baru saja meminta izin untuk berkunjung ke rumah mereka? Tidak, Adrel jelas akan langsung mengizinkan Dira untuk datang karena memang sejak lama, suaminya itu sudah menyuruh Mesya kembali berhubungan dengan kakaknya. Bagi Adrel, bagaimanapun kelakuan Kakaknya beberapa tahun lalu, Mesya tidak seharusnya memutuskan hubungan mereka begitu saja. Persaudaraan tidak seharusnya terputus bagaimanapun keadaannya. Tapi Mesya tidak akan bisa menerima saran Adrel dengan mudah. Apa yang diketahui oleh Adrel baru sebagian dari kelaluan buruk Kakaknya, Mesya memang tidak ingin menceritakan aib kakaknya itu, tapi bukankah Adrel harus tahu agar pria itu mengerti keadaan Mesya? Sejak kecil orang tuanya selalu memberikan apapun pada Dira. Entah kenapa Mesya juga merasa jika dibanding dengan putrinya sendiri, kedua orang tuanya akan lebih memanjakan Dira. Kakaknya itu, sekalipun dia adalah anak angkat, orang tuanya tidak pernah membuat perbedaan. Mereka bahkan cenderung lebih menyayangi Mesya. Tidak, Mesya bukan iri atau semacamnya. Orang tuanya juga selalu berusaha untuk membahagiakan Mesya, tidak ada yang perlu dipermasalahkan mengenai hal itu. Tapi kelakuan kakaknya beberapa tahun lalu selalu membuat Mesya merasa geram. Ada rasa kecewa di hatinya setiap kali mengingat perbuatan kakaknya. “Ada apa, Sya?” Adrel meraih tangannya. Mengusapnya perlahan untuk sedikit menenangkan Mesya. Sentuhan kecil yang memang selalu membuat Mesya merasa jauh lebih baik. Satu hal yang selalu Mesya syukuri dalam hidupnya; Adrel. Memiliki pasangan hidup yang selalu mengerti bagaimana keadaannya. Adrel tidak pernah memberikan tuntutan yang membuat Mesya merasa tertekan. Dengan pria itu, Mesya merasa dia bisa menjadi dirinya sendiri. Hidup bahagia sekalipun pada tahun kelima mereka menikah, mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Tidak, Adrel tidak pernah mengeluh ataupun menekan Mesya. Pria itu selalu saja tersenyum dan sebisa mungkin menenangkan Mesya ketika dia mulai merasa putus asa. Sudah banyak usaha yang mereka lakukan, tentu saja juga sudah mengeluarkan banyak uang tabungan mereka, tapi sayangnya.. tidak ada satupun yang berhasil. Adrel yang selalu bersamanya melewati masa sulit itu. Mesya sangat beruntung karena memiliki suami seperti Adrel. Tidak banyak orang yang bisa mendapat keberuntungan seperti dirinya. “Mbak Dira. Dia beneran cerai..” Adrel menghela napas. Terlihat prihatin dengan keadaan Dira. “Aku nggak tahu harus bagaimana..” Mesya mendekatkan dirinya pada Adrel. Bersandar di pelukan pria itu. mencoba untuk menenangkan dirinya yang sedikit terkejut dengan keadaan yang ada. Bagaimanapun juga, Dira adalah saudaranya. Mesya tentu tidak bisa tidak kaget setelah mendengar kabar ini. untuk sesaat, ada rasa takut yang tiba-tiba menyelimuti dadanya. Tidak ada yang dimiliki oleh Mesya kecuali Adrel, melihat rumah tangga kakaknya hancur, tentu saja menimbulkan rasa takut dihatinya. Adrel meraih dirinya, memeluknya dengan nyaman seperti biasanya. Sekarang, hanya dengan pelukan ini Mesya bisa bertahan hidup. Banyak masalah yang memang mendatangi rumah tangga mereka, tapi tidak ada satupun yang bisa membuat mereka terpisah. Tidak, Mesya tidak bisa melakukan apapun tanpa Adrel. “Memangnya kenapa? Kalau bercerai adalah pilihan Mbak Dira, ya sudah biarkan saja..” Adrel membelai rambutnya. Kembali mengirimkan sejuta rasa nyaman yang sedikit menenangkan Mesya. Tidak, untuk apa Mesya merasa takut? Tidak akan ada yang bisa memisahkan mereka. Rumah tangga Kakaknya mungkin akan selesai di tengah jalan, tapi itu bukan berarti semua rumah tangga akan berakhir sama. Tidak, Mesya terlalu jauh berpikir hingga menyiksa dirinya sendiri. “Dia katakanya mau ke sini. Aku nggak tahu harus jawab apa, makanya aku tutup teleponnya gitu saja..” Mesya mendongakkan kepalanya. Menatap suaminya yang sedang mengernyitkan dahinya. Benar, Mesya memang langsung mematikan sambungan telepon begitu mendengar permintaan kakaknya. Entah kenapa masih ada sesuatu yang menganjal di hatinya. . Bukan, ini tentu bukan dendam karena Mesya sama sekali tidak pernah merasa ingin membalas apa yang sudah dilakukan oleh Kakaknya. Tidak, ini hanya perasaan khawatir saja. Mesya merasa takut jika sama seperti di masa lalu, Dira akan membuat masalah lagi. Mengacaukan hubungan mereka sekali lagi. Mereka adalah dua saudara yang sudah lama terpisahkan karena ego masing-masing. Semakin dewasa, Mesya memang merasa jika masalah yang terjadi antara dirinya dan juga kakaknya memang semakin bertambah. Apalagi ini bukan masalah biasa yang bisa diselesaikan dengan berjabat tangan seperti saat mereka masih kecil. Bukan, mereka bukan lagi dua orang anak kecil yang berselisih hanya karena berebut boneka ataupun es krim dan coklat. Tidak, masalah yang terjadi membuat jarak diantara kedua yang Mesya sadari sudah ada sejak mereka kecil jadi semakin membesar. Ada letupan rasa kecewa yang terus menghantui Mesya ketika mengingat hari itu. “Kenapa dia mau ke sini?” Adrel mengernyitkan dahinya. Sebenarnya, sama dengan Adrel, Mesya juga merasa bingung. Untuk apa kakaknya itu datang ke sini? Mereka sudah lama tidak saling berbicara, lalu kakaknya akan datang ketika dia memiliki masalah. Bukankah itu sangat.. sangat tidak masuk akal? Sebenarnya sudah sejak kecil Mesya tahu jika Dira bukan kakak kandungnya. Kakaknya juga mengetahui hal itu. bahkan, beberapa kali Mesya bertemu dengan orang tua kandung kakaknya ketika hari raya. Mereka akan datang ke rumah orang tuanya untuk bertemu kakaknya, sekalipun tidak jarang Dira juga akan berulah. Entah kenapa Dira lebih sering menghindar untuk bertemu dengan orang tua kandungnya. Dulu Mesya menganggap jika kakaknya sedikit aneh. Tapi seiring berjalannya waktu, Mesya mulai mengerti jika mungkin saja dulu ada setitik kebencian yang Dira pendam untuk orang tuanya. Sekalipun Dira selalu diperlakukan dengan sangat baik ketika ada di rumah Mesya, mungkin wanita itu juga sering tidak menerima keadaan yang ada. Untuk apa dia ikut orang lain jika orang tua kandungnya masih hidup? Entahlah, mungkin dulu kakaknya memang marah pada keadaan. Sampai sekarang, kedua orang tua kakaknya masih hidup dan tinggal di kampung. Di kota yang lain. Mesya sempat berkunjung ke sana tahun lalu ketika dia pulang kampung. Bersama Adrel, Mesya mengingat semua kenangan masa kecil, kenangan ketika dia masih remaja. Menjadi anak desa yang nakal. Tidak terasa, waktu berjalan dengan sangat cepat. “Aku nggak tahu. Padahal dia masih punya orang tua di desa. Kenapa tidak pulang saja ke desa?” Mesya menghela napas. Jika dia tidak membiarkan kakaknya datang, bukankah itu tindakan yang sangat buruk? Kakaknya sudah mengatakan jika dia sedang sangat tertekan. Mungkin dia memang ingin menghindar drai kehidupannya selama ini. mungkin juga dia merasa jika ini adalah saat yang tepat untuk kembali menjalin hubungan dengan Mesya. Sedikit memperbaiki hubungan mereka yang sudah lama terputus. “Lalu kamu bagaimana? Kamu izinkan apa tidak?” Adrel membela rambutnya. Mendekat Mesya dengan erat. Padahal suaminya baru saja pulang bekerja, Mesya tahun jika suaminya pasti sangat lelah. Dia belum mandi, bahkan juga belum makan. Tapi Adrel tetap di sini, mendekap Mesya dan membuat Mesya merasa sedikit lebih baik. Mungkin memang benar.. Dira mungkin sangat tertekan karena rumah tangganya gagal. Mesya cukup tahu bagaimana menyakitkannya kehilangan seseorang yang sudah lama menjadi tumpuan hidup. Mesya bahkan tidak akan bisa hidup jika dia sampai kehilangan Adrel. Ah, dia jadi ingat beberapa kejadian di masa lalu. Saat awal Adrel mengejarnya.. Saat itu Mesya selalu mengunci dirinya di kamar. Membiarkan Adrel terus berada di ruang tamu ditemani oleh Dira. Sebenarnya, Adrel adalah salah satu teman Dira di sekolah. Mereka memang tidak dekat, juga tidak satu kelas, tapi karena Adrel mengejar Mesya, pria itu juga jadi mendekati Dira. Mencoba untuk menjalin hubungan dengan semua keluarganya. Satu hal yang membuat Mesya sangat mencintai Adrel. Bukan Mesya yang dia buat jatuh cinta untuk yang pertama kali. Pria itu mengambil hati orang tuanya. Membuat semua keluarga besar menyukainya dengan tutur lembut dan juga tingkah lakunya yang baik. Entahlah, Mesya sendiri tidak terlalu sadar saat itu. Yang dia ingat, awalnya dia sangat tidak menyukai Adrel. Pria itu membuat dia merasa sangat tidak nyaman. Adrel selalu muncul di segala tempat. Setiap mata Mesya bergerak, Adrel pasti ada di sana. Jadi, Mesya merasa sedikit risih. Tapi entahlah, Mesya lupa bagaimana tepatnya. Yang dia ingat, pada akhirnya ada lebih dari 20 orang yang datang ke rumahnya dengan pakaian rapi dan membawa banyak seserahan untuk melamarnya. Saat itulah Mesya baru sadar jika dia akan segera dilamar oleh Adrel. Ini memang aneh, tapi Adrel hanya akan tertawa jika Mesya bercerita mengenai semua itu. Mengenai Mesya yang lupa apa yang terjadi hingga mereka memutuskan untuk menikah. “Sya, dia kakakmu, loh. Masa kamu tega membiarkan dia terlunta-lunta sendirian? Sekalipun mereka bercerai, bukan berarti mereka sudah nggak saling mencintai satu sama lain. Aku yakin Mbak Dira pasti sangat tertekan..” Satu hal yang membuat Mesya selalu jatuh cinta pada sosok suaminya. Dia pria lembut yang sangat peduli pada orang lain. Adrel memang tidak pernah menekan Mesya untuk menjadi apa yang dia mau. Tapi pria itu selalu membantu Mesya untuk menjadi semakin baik. Pria itu yang selalu menggenggam tangan Mesya tidak peduli sehebat apa badai yang menerpa rumah tangga mereka. Adrel tidak pernah membiarkan Mesya menangis sendirian. Bagaimanapun pertengkaran mereka, pada akhirnya Adrel akan kembali datang mengulurkan tangannya ke arah Mesya. Meraih wanita itu untuk kembali pulang ke pelukannya. Menyelesaikan kembali satu cobaan dalam rumah tangga mereka. Menjadi semakin kuat setiap harinya. “Tapi dia selalu membuat kekacauan, Rel..” Mesya merasakan tangan Adrel yang bergerak mengangkat dagunya, membuat Mesya bisa melihat bagaimana wajah suaminya dengan jelas. Suaminya, satu-satunya pria yang selalu menyediakan pelukannya ketika Mesya rapuh. Sosok pria yang pada akhirnya menggantikan posisi ayahnya. Tidak, sebenarnya tidak ada yang bisa menggantikan posisi ayahnya di hatinya, tidak dengan pria di dunia ini, tidak juga dengan suaminya. Mereka adalah dua pria yang memiliki posisi yang sama-sama spesial di hati Mesya. Adrel hanya menggantikan posisi ayahnya di dunia ini. Mengambil alih semua tanggung jawab yang dulu ditanggung oleh ayahnya. Dan pria itu berhasil. Sekalipun mereka masih sering berselisih, Adrel berhasil membimbing Mesya untuk kembali dan menyelesaikan masalah mereka. Tetap bersama dan bertumbuh semakin kuat. Mereka, adalah dua orang yang disatukan dan tidak akan pernah bisa dipisahkan. Sebab, tanpa Adrel, Mesya tidak akan pernah bisa membedakan jalan baik dan buruk. Tanpa Adrel, Mesya jelas akan tersesat.. “Papa dan Mamaku anak tunggal. Nenekku juga anak tunggal. Sementara keluarga Kakek sudah sejak dulu tinggal di Amerika. Aku juga anak tunggal. Jadi, aku tidak pernah tahu rasanya punya saudara yang seumuran. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, Mbak Dira akan tetap jadi saudaramu. Kalau dia pernah menyakiti kamu, dia pasti juga pernah membuat kamu tertawa bahagia. Coba kamu ingat-ingat, di masa lalu.. mungkin hanya sekali, hanya hal kecil. Tapi aku yakin, Mbak Dira pasti pernah membuat kamu bahagia. Pasti ada satu perbuatannya yang menyenangkan hatimu..” Perkataan Adrel membuat Mesya terlempar ke masa lalu. Mengingat satu detail kejadian yang tidak akan pernah bisa Mesya lupakan.. Malam itu, Mesya sedang kelimpungan karena akan mendatangi pesta kelulusan di SMA. Akan ada acara prom night yang diadakan oleh pengurus sekolah. Sebagai kenangan terakhir di masa putih abu-abu. Mesya bukan gadis yang suka mengoleksi berbagai gaun pesta. Satu-satunya gaun yang dia punya adalah gaun merah yang selalu dia gunakan ke segala acara pernikahan keluarganya. Sangat tidak mungkin jika Mesya meminta uang pada Bapak hanya untuk membeli gaun yang mungkin hanya akan dia kenakan sekali. Jujur saja, Mesya tidak seperti Dira yang suka mengoleksi pakaian pesta yang indah. Mesya lebih suka menggunakan celana dan juga kaos oblong yang kebesaran. Sangat cocok dengan kepribadiannya yang sedikit tomboy. Hari itu, Mesya sudah memutuskan untuk tidak ikut ke acara pesta. Sebenarnya, jika meminta uang pada Bapak, Mesya akan langsung mendapatkannya karena kebetulan Bapaknya baru saja menerima uang hasil panen padi di sawahnya yang ada di uar desa. Tapi, jika dipikir-pikir lagi.. untuk apa menghabiskan uang ratusan ribu hanya untuk sebuah gaun yang tentu saja tidak akan sering digunakan oleh Mesya? Hingga akhirnya Dira datang, menawarkan pada Mesya untuk mengambil satu di antara koleksi gaunnya. Kakaknya itu juga menawari Mesya untuk dirias menggunakan make up. Tidak seperti Dira yang sangat jago dalam hal tata rias, Mesya sama sekali tidak menguasa hal itu. Mesya bahkan tidak pernah bisa menggambar alis dengan posisi dan bentuk yang sama. Hari itu pada akhirnya Mesya bisa pergi ke acara sekolahnya berkat gaun yang diberikan oleh Dira. Juga riasan yang dilakukan oleh kakaknya itu. Entahlah.. tiba-tiba saja kenangan masa itu kembali ke kepalanya. Padahal, jika dipikir-pikir kejadian itu sudah berlalu sekitar sepuluh tahun lalu.. “Lalu aku harus bagaimana?” Mesya menatap Adrel. Mencoba untuk kembali mendapat bimbingan dari suaminya untuk mengetahui hal apa yang harus dia lakukan. Sejujurnya.. di lubuk hatinya yang paling dalam, Mesta tetap merindukan kakaknya. Dia rindu mereka yang dulu. Yang akan selalu bertengkar dan berbaikan di waktu yang sama. Tidak seperti sekarang.. “Kamu maunya bagaimana? Coba dipikir baik-baik.. aku tentu nggak akan memberi saran yang membuat hatimu nggak nyaman..” Mesya menimang-nimang ponselnya yang masih ada dalam genggaman tangannya. Kesempatan ini tidak akan datang dua kali. Mesya menghela napas pelan. Semoga apa yang dia lakukan sudah benar.. Dengan tangannya Mesya kembali menempelkan ponsel di telingannya. Menunggu beberapa nada dering yang terdengar lalu kembali mendengar suara kakaknya. “Maaf, Mbak.. tadi teleponnya terputus begitu saja. Oh iya, Mbak Dira kapan akan ke sini? Aku tungguin ya, Mbak..”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD