Mesya melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah ketika melihat pintu rumahnya sudah tidak tertutup. Suaminya mungkin sudah pulang lebih dulu.
Langkahnya bergerak pelan untuk menelusuri rumahnya, berjalan menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Biasanya setelah pulang kerja suaminya akan langsung menuju kamar untuk mandi dan beristirahat.
Dan benar saja, ketika Mesya membuka pintu kamarnya, di ranjang sudah ada suaminya yang sedang berbaring terlentang. Memejamkan matanya dengan pakaian kerja yang masih melekat di tubuhnya. Tumben sekali, biasa suaminya akan mandi dan membersihkan dirinya lebih dulu sebelum tertidur di ranjang. Apa dia memang terlalu lelah?
“Aku pulang..” Kata Mesya sambil membuka pintu kamarnya lebar-lebar.
Suaminya membuka matanya sekilas, melirik Mesya yang langsung menjatuhkan tubuhnya di samping suaminya. Melihat senyum terkembang di wajah tampan seorang pria yang menemaninya selama beberapa tahun belakangan.
Mesya membalas pelukan pria yang sedang memejamkan matanya.
Huh, sekalipun sudah lebih dari lima tahun mereka menikah, Adrel tidak pernah berubah. Pria itu akan selalu bersikap manis jika bersamanya. Memperlakukan Mesya dengan sangat baik seperti saat mereka masih berpacaran.
Menghibur Mesya ketika wanita itu mulai kembali bersedih ketika mengingat mereka tidak juga diberi momongan padahal sudah menikah selama lebih dari lima tahun.
“Habis dari mana?” Tanya suaminya sambil mengecup pipi Mesya.
Mesya tersenyum. Bagaimanapun keadaan mereka saat ini, Mesya sangat bersyukur karena memiliki suami yang sangat baik. Sangat mencintainya tanpa pernah menuntut apapun dari Mesya. Adrel bahkan tidak pernah mengeluh ketika Mesya tidak kunjung hamil padahal usia mereka sudah lebih dari cukup untuk menjadi orang tua.
“Pergi sebentar ke supermarket. Kamu sudah pulang dari tadi?” Tanya Mesya.
“Ya ampun, aku lupa.. tadi ada yang telepon kamu. Kamu kok kebiasaan sih? Ponselnya suka ditinggal begitu kalau pergi..”
Mesya mengernyitkan dahinya. Dia tadi memang sengaja meninggalkan ponselnya karena benda itu kehabisan daya.
Dengan gerakan pelan Mesya meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas samping. siapa yang menelepon?
Biasanya tidak ada yang menghubunginya selain Adrel.
“Siapa yang telepon?” Tanya Mesya. Wanita itu lebih memilih bertanya dibanding melihat langsung di ponselnya.
“Mbak Dira..”
Sekarang kernyitan di dahi Mesya semakin dalam. Kenapa Kakak tirinya itu menelepon padahal sudah lebih dari tiga tahun mereka tidak saling berbicara.
Ada sedikit masalah yang membuat Mesya jadi sangat kecewa dengan kelakuan kakak tirinya itu. Satu hal yang langsung memutuskan komunikasi mereka selama bertahun-tahun.
Jadi.. apa yang membuat Kakaknya itu memutuskan kembali menghubunginya setelah sekian tahun berlalu?
“Mbak Dira? Ada apa dia telepon aku??”
Adrel bangkit dari posisi tiduran. Menarik tubuh Mesya untuk duduk di atas ranjang. Berhadapan dan saling menatap satu sama lain.
Kadang, di tengah kesibukan suaminya yang bekerja di kantor Mesya memang sering merasa kesepian. Dia tidak bekerja setelah menikah dengan Adrel, dia juga mengikuti suaminya untuk pindah ke kota tempat pria itu bekerja. Meninggalkan rumah tempat dia dibesarkan, meninggalkan juga beberapa sanak saudara yang dulu tinggal satu kota dengannya. Tinggal di sini membuat Mesya juga jadi kehilangan teman-temannya. Hanya ada Mesya sendiri jika di sing hari. Untungnya ketika Adrel pulang, pria itu akan selalu meluangkan waktu untuk Mesya. Berbicara dengannya, mendengarkan segala keluh kesah Mesya sambil tersenyum. Menikmati waktu mereka berdua. Ya, setidaknya Adrel membuat Mesya jadi sedikit lebih baik ketika sore hari.
“Dia cerai sama suaminya..”
Berita itu memang cukup mengejutkan bagi Mesya. Bagaimanapun juga Dira tetap adalah saudaranya. Mesya juga akan bersedih ketika mendengar berita buruk mengenai kakaknya itu.
“Kok bisa?” Tanya Mesya.
“Kamu telepon sendiri saja, deh. Tadi dia Cuma nangis terus bilang sama aku supaya kamu telepon dia balik kalau ada waktu.. Mending kamu telepon dia sekarang”
Mendengar kalimat yang dikatakan oleh Adrel, Mesya jadi menghela napas.
Dia memang sedih mendengar kabar tentang kakaknya, tapi untuk menelepon wanita itu? oh, Mesya masih belum bisa melupakan apa yang dilakukan kakaknya di masa lalu. Sebuah kesalahan yang masih sangat membekas di hati Mesya.
Dia memang bukan orang yang akan membalaskan kejahatan orang lain. Tidak, Mesya sudah menerima perlakukan kakaknya yang sangat keterlaluan saat itu. Mesya juga tidak berniat membalas dendam atau semacamnya. Tidak, Mesya hanya mengingat itu semua. Sebuah kejadian yang sangat melukai hatinya.
Mesya sudah berusaha untuk melupakan hari itu. mencoba memaafkan kakaknya yang mungkin sedang digelapkan oleh harta dunia. Tapi sayangnya tidak semudah itu..
Mesya masih mengingat setiap detail kejadian hari itu.
“Males aku.. kamu aja yang telepon dia.” Mesya malah melemparkan ponselnya ke pangkuan suaminya. Membuat Adrel mengernyitkan dahinya.
“Jangan kaya begitu, dia lagi kena musibah, Sya..”
Mesya memang mengerti jika kakaknya sekarang sedang tertimpa musibah. Perceraian memang bukan hal yang diinginkan oleh semua orang. Dalam pernikahan, perceraian berarti adalah kegagalan. Kegagalan kedua belah pihak dalam menjaga hubungan suci yang seharusnya tetap akan berjalan hingga maut memisahkan. Mesya cukup mengerti jika tidak akan ada orang yang tetap baik-baik saja setelah terjadi perceraian. Tapi, Mesya juga tidak tahu apa yang harus dia katakan pada Kakaknya di telepon nanti. Setelah bertahun-tahu tidak bertemu dan juga tidak berkomunikasi, Mesya tentu akan canggung jika tiba-tiba mendengar kakaknya menangis dan mengeluh.
Selain itu, entah kenapa kejadian tiga tahun lalu juga terputar di kepala Mesya. Mengganggu Mesya dan membuatnya jadi kembali kesal.
Ini memang bukan perilaku yang baik. Mesya tahu jika seharusnya dia sudah menerima segala yang terjadi di masa lalu karena bagaimanapun cara Mesya marah dan kecewa, kejadian itu sudah terjadi.
“Ya aku juga tahu. Tapi mau bagaimana lagi? Memangnya aku bisa bantu apa? Dia kan ada di luar kota” Mesya masih mencoba membela dirinya. Membuat alasan untuk tidak menghubungi Kakaknya yang katanya sedang terkena musibah itu.
Entah bagaimana keadaan kakaknya sekarang. Kabar terakhir yang Mesya dengar tentang Dira adalah Kakaknya itu baru saja melahirkan tapi bayinya meninggal di hari yang ke tiga. Mesya memang sudah ingin menghubungi Kakaknya ketika mendengar kabar duka itu. Tapi entah kenapa setelah satu tahun berlalu, Mesya juga tidak kunjung menghubungi Kakaknya. Hingga saat ini Mesya kembali mendengar kabar buruk dari Kakaknya.
“Bantuan itu nggak hanya bisa kamu kasih ketika kamu dekat. Kadang, telepon dari orang yang kita sayang berarti sangat berharga bagi orang yang sedang bersedih. Mbak Dira pasti sedih banget sekarang, coba kamu telepon dia. Tanyakan bagaimana keadaannya. Mungkin itu bisa sedikit meringankan bebannya”
Mesnya memang setuju dengan apa yang dikatakan oleh suaminya. Tapi sesuatu dalam hatinya masih memberontak.
Sekalipun begitu, entah kenapa sekarang Mesya sudah memegang ponselnya kembali. Menyalakan layarnya lalu mencoba mencari kontak Kakaknya.
Sudah tiga tahun berlalu sejak masalah besar itu terjadi, seharunya Mesya sudah bisa memaafkan kakaknya yang mungkin saat itu sedang dikuasai oleh pikiran jahat.
Mesya menempelkan ponselnya ke telinga ketika melihat panggilannya sudah tersambung.
“Halo, Mbak?” Mesya mencoba untuk menyapa dengan ramah sekalipun saat ini jantungnya sedang berdetak sangat kencang. Dia merasa sangat gugup hanya karena menghubungi saudaranya sendiri.
Kadang masalah kecil bisa menjadi besar hanya karena kesalahan dalam komunikasi. Tapi lihat apa yang terjadi sekarang. masalah di masa lalu tidak juga selesai karena Mesya memilih untuk memutuskan komunikasi mereka.
Mesya tidak menampik jika selama ini ada rasa rindu yang menghampirinya.
Sepanjang masa kecilnya, Mesya menghabiskan waktu bersama dengan Dira. Bermain bersama, hidup bersama sebagai seorang saudara. Tapi, lihatlah apa yang yang terjadi ketika mereka dewasa. Permasalahan yang harusnya bisa diselesaikan dengan baik malah dibiarkan berlarut-larut hingga bertahun-tahun kemudian.
Mereka menghabiskan masa kecil dengan bertengkar setiap hari. tapi masalah mereka selalu setelah dan mereka kembali bersama keesokan harinya. Tapi sekarang? Mereka bahkan tidak berbicara selama tiga tahun.
“Mesya? Ini benar kamu?”
Mesya mendengar dengar jelas jika saat ini kakaknya mulai menangis.
Menghela napasnya pelan, Mesya tersenyum lalu mengangguk. Sekalipun dia juga tahu jika kakaknya tidak akan melihat senyumannya, Mesya tetap melakukan gerakan itu.
“iya.. ini aku. Mbak Dira apa kabar?”
“Mbak tadi telepon ke kamu. Apa suamimu sudah bilang apa yang terjadi?”
Mesya melirik Adrel yang sedang duduk di depannya. Apa yang harus Mesya katakan pada Dira? Seharunya tadi Mesya bertanya lebih dulu pada Adrel sebelum memutuskan untuk menelepon.
Ah, jika sudah seperti ini Mesya jadi bingung sendiri.
“Adrel nggak bilang apa-apa. Katanya Mbak Dira telepon dan minta untuk ditelepon balik. Ada apa, Mbak?”
Mesya memutuskan untuk berbohong. Dia tidak ingin Dira berpikir jika Mesya menelepon karena dia merasa prihatin dengan keadaan wanita itu. Setidaknya Mesya mau mendengar langsung apa yang sebenarnya terjadi pada kakaknya itu.
“Mbak mau cerai, Sya. Mbak nggak kuat lagi..”
Mesya kembali mendengar suara tangisan Dira di ujung sana. Sepertinya perempuan itu benar-benar terpukul dengan keadaannya.
Ya, semua orang juga akan sangat terpukul dengan perceraian. Mesya bahkan tidak akan berani membayangkan apa yang akan dia lakukan jika kejadian itu menimpa rumah tangganya. Oh tidak, tidak.. Mesya tidak perlu membayangkan sesuatu yang buruk. Adrel tidak akan pernah meninggalkannya.
Entah apa yang akan terjadi jika Adrel memang meninggalkannya, Mesya tidak akan bisa melakukan apapun tanpa pria itu..
Tidak..
“Apa yang terjadi, Mbak??” Mesya tidak tahu harus merespon apa ketika di ujung sana hanya terdengar suara tangisan yang sepertinya tidak akan mudah berhenti.
“Sya, boleh mbak ke rumahmu? Mbak butuh tempat untuk menenangkan diri”
Mesya mengernyitkan dahinya. Tidak dia kira jika kakaknya akan menanyakan ini padanya setelah tiga tahun berlalu dan mereka tidak lagi saling bicara.
Bukan, Mesya bukan menunggu permintaan maaf kakaknya karena perbuatan yang telah Dira lakukan di masa lalu. Sungguh, jika bisa Mesya lebih memilih untuk melupakan itu semua. Dia tidak ingin lagi larut dalam amarah yang sama sekali tidak berguna.
Tapi mendengar permintaan Dira yang sedikit mengejutkan memang membuat Mesya kehilangan kata-katanya untuk sesaat. Apa kakaknya memang sudah melupakan apa yang terjadi tiga tahun lalu?
Mesya melirik ke arah suaminya yang masih setia di tempat yang sama. Menatap Mesya sambil tersenyum seakan dia mendukung apa yang Mesya lakukan.
Mesya juga merasa jika apa yang dia lakukan sudah benar. Karena kakaknya sedang tertimpa masalah, Mesya memang seharusnya menunjukkan kepeduliannya terhadap saudaranya itu. Tapi bukan ini yang Mesya kira akan terjadi.
Bertahun-tahun berlalu, Mesya mungkin masih belum siap untuk bertemu dengan Dira.
Bertelepon seperti ini saja tidak akan Mesya lakukan jika bukan karena Dira dulu yang menghubunginya.
Tapi mau bagaimana lagi? Dira mungkin memang sedang sangat tertekan karena keadaan yang terjadi.