Bab 49

2001 Words
Mesya tersenyum bahagia ketika Mama memeluknya. Wanita itu tampaknya juga sudah mendengar apa yang terjadi pada Mesya tadi. Ah, beginilah susahnya kalau Mesya memiliki teman yang sama dengan mertuanya. Tapi tidak masalah, Mesya justru senang dengan semua itu. Banyak wanita di luar sana yang merasa tidak bisa dekat dengan mertua mereka. Bahkan ada yang yang sampai bermusuhan dengan keluarga suaminya. Ah, itu semua pasti terasa sangat tidak menyenangkan. Masih ada banyak wanita yang tidak seberuntung dirinya. Mesya harusnya merasa sangat bersyukur keran selain suaminya, keluarga suaminya juga sangat perhatian dengan dirinya. “Kamu mau langsung pulang?” Mama bertanya sambil menatap Adrel dan Mesya yang sudah bersiap untuk meninggalkan acara ini padahal mereka baru saja duduk selama beberapa jam. Iya, tahu sendiri betapa senangnya wanita duduk bersama dan berbicara mengenai keluarga atau pakaian. Mesya biasanya juga merasa senang kalau disuruh duduk dan berbicara bersama dengan beberapa wanita yang memang sudah kenal dekat dengan Mesya. Berkumpul dengan orang-orang asing yang sekarang menjadi temannya. Sekarang, dengan membawa Adrel ikut serta ke dalam acara ini, sepertinya Mesya memang harus pulang lebih cepat dari biasanya. Suaminya itu sudah cukup tersiksa karena ada banyak sekali wanita yang terus mengerubungi suaminya itu. astaga, Mesya benar-benar tidak tega ketika melihat wajah Adrel yang nelangsa. Sungguh, melihat suaminya mau datang dan menemaninya saja, Mesya sudah merasa sangat senang. Adrel memang akan selalu melakukan apapun untuk membuat Mesya merasa senang. Pria itu tidak pernah memaksakan kehendaknya. Tidak, dia tidak pernah melakukan itu. Oleh sebab itu, saat Adrel mulai keras kepala, Mesya merasa sangat bingung. Tidak, pria itu tidak biasanya melakukan sesuatu yang tidak Mesya sukai. Sejak mereka menikah, apapun yang dilakukan, mereka akan selalu berdiskusi lebih dulu. Tidak pernah ada keputusan yang diambil sepihak. “Gimana, Drel? Kita langsung pulang aja?” Mesya malah balik bertanya ke arah suaminya yang mulai kesal karena sejak tadi Mesya tampak menunda-nunda waktu pulang mereka. Mesya tertawa pelan. Padahal sejak tadi ada Papa dan Mama yang selalu tampak santai. Kenapa hanya suaminya saja yang merasa tertekan? Mesya sungguh tidak mengerti. Ah, inilah resikonya memiliki suami yang tampan. “Pulang aja, Sya..” Adrel merangkul bahu Mesya sambil menatap wanita itu dengan pandangan memohon. Mesya kembali tertawa. Sekalipun usianya sudah tidak muda lagi, Adrel tidak akan sungkan untuk tetap berkelakuan manja jika di depan Mesya. Astaga, pria itu memang sangat menggemaskan. Kalau nanti Mesya memiliki anak laki-laki, Mesya ingin anaknya akan tumbuh seperti Adrel. Suaminya itu sangat baik dan sopan. Adrel juga selalu memperlakukan Mesya dengan sangat baik.  Jangan salah, jika kita ingin diperlakukan baik, maka kita juga harus memperlakukan orang lain dengan baik. Sejak mereka menikah, Adrel selalu memperlakukan Mesya layaknya seorang ratu. Jadi, sebagai balasannya Mesya juga harus memperlakukan suaminya sebagai raja. Ya, meskipun Mesya juga juga tahu kalau raja tidak akan pernah mau menyapu dan mengepel rumah. Sudahlah, Adrel memang suami yang sedikit berbeda. Mesya sangat bersyukur karena dia dicintai dengan sangat tulus oleh seorang pria yang sempurna. Dalam kehidupan ini, ada banyak orang yang mengatakan kalau tidak ada manusia yang sempurna. Padahal, menurut Mesya, definisi manusia sempurna itu berbeda-bena. Bagi Mesya, Adrel adalah orang yang sempurna. “Eh, jangan pulang dulu. Kita belanja aja gimana, Sya?” Mesya meringis ketika mendengar ajakan Mama. Ini sudah pukul 7 malam, kalau mereka pergi ke pusat perbelanjaan.. apa mungkin waktu 3 jam cukup untuk berbelanja? Ya, sedikit banyak Mesya sekarang memang juga tertular oleh virus Mamanya yang maniak belanja. Mesya menatap Adrel, menunggu respon suaminya itu. Tapi ketika perjalanan dari desa menuju ke rumah, Mesya memang selalu tidur. Mesya tidak memikirkan Adrel yang harus mengendarai mobil selama berjam-jam. Sekarang, Mesya sudah memaksa Adrel untuk ikut dengannya menghadiri acara arisan ibu-ibu. Pria itu juga tidak menolak ketika Mesya mengajaknya. Sekalipun dengan sedikit malas, Adrel tetap saja ikt. Sekarang, kalau Adrel menolak menemani Mesya berbelanja, Mesya tidak akan memaksanya. Adrel bisa menolak kalau memang pria itu lelah dan ingin istirahat saja di rumah. “Mau kemana?” Tanya Adrel pada Mamanya. Mesya menatap suaminya itu. hei, memangnya dia mau mengantar Mesya belanja dengan Mamanya? “Ya belanja. Kamu kaya nggak tahu wanita aja. Ini istri kamu udah berapa lama nggak belanja?” Mama terlihat sinis ketika menjawab pertanyaan adrel. Ah, tampaknya wanita itu masih merasa kesal karena Adrel pernah tidak mengangkat teleponnya. Suaminya itu memang sangat ceroboh. Dia sudah tahu kalau Mama adalah orang yang sangat sensitif. Kenapa juga Adrel tidak menjawab teleponnya? “Iya nggak pa-pa..”Adrel menjawab dengan malas-malasan. Mesya kembali tertawa. Beginilah menyenangkannya bisa dekat dengan mertua. Mesya bisa menganggap mertuanya itu seperti ibunya sendiri. Mama selalu memperlakukan Mesya dengan sangat baik sehingga sebagai balasannya, Mesya tentu akan melakukan hal yang sama. Mama selalu saja memperkenalkan Mesya kepada teman-temannya dengan bangga. Padahal, saat itu penampilan Mesya tidak lebih baik dari seorang pembantu. Mesya dulu terbiasa hidup seadanya dengan penampilan yang seadanya juga. Enthalah, untuk seorang Adrel yang terbiasa hidup di kota dengan banyak wanita cantik yang ada di sekelilingnya, kenapa juga pria itu lebih memilih mengejar seorang gadis desa yang benar-benar tampak sangat norak. Bagi Mesya, saat dia masih di desa, penampilannya yang seperti itu memang sudah baik. Tapi ternyata orang kota memiliki selera yang sangat bagus. Mereka selalu menggunakan pakaian-pakaian yang indah sehingga sering kali juga membuat Mesya merasa rendah diri. Adrel adalah pria modern yang sangat keren. Suaminya itu bisa terlihat dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan berbagai gaya pakaian. Berbeda dengan Mesya yang sangat sering merasa tidak percaya diri kalau sedang menggunakan pakaian yang sedikit aneh. Ya, dulu yang Mesya gunakan adalah kemeja dan rok panjang di bawah lutut. Kalau sekarang, Mesya sudah mulai menggunakan pakaian indah yang terlihat sangat pas ditubuhnya. Berkat Mama dan teman-temannya, sekarang Mesya mengalami banyak perubahan ke hal yang positif. Jujur saja, dulu Mesya sering merasa takut kalau suaminya itu akan tergoda dengan gadis lain yang lebih cantik. Iya, ada banyak gadis dengan penampilan yang sangat menawan. Mereka memiliki rambut panjang yang terlihat sangat indah. Mereka juga memiliki kulit mulus yang tampak sangat lembut. Badan mereka sangat indah karena sering melakukan olah raga yang bisa membentuk beberapa otot di tubuh mereka. Ya, sangat berbeda dengan Mesya yang pekerjaannya hanya menonton televisi dan memasak makanan. Kalau sekarang, karena penampilannya juga sudah tidak terlalu memalukan, Mesya sudah tidak perlu merasa takut lagi. Lagi pula, jika sejak dulu Adrel mencari wanita cantik, pria itu tidak akan pernah memilih Mesya. Mesya tersenyum sambil menatap suaminya. Adrel pasti sangat lelah, sudahlah.. lagi pula Mesya masih bisa belanja besok-besok. “Kita pulang aja, Ma. Capek banget seharian ini belum istirahat..” Mesya menatap Mama sambil tersenyum. Wanita itu menganggukkan kepalanya. Tampaknya Mama memang mengerti dengan keadaannya hari ini. Mesya sebenarnya tidak terlalu lelah keran sepanjang perjalanan tadi dia sudah tidur, tapi Adrel? Pria itu pasti sangat lelah. Dia harus segera merebahkan punggungnya di ranjang lalu tidur hingga pagi. “Oh, mau pulang aja? Ya udah, nggak pa-pa. Kita bisa belanja lain kali, ya?” Mesya segera menganggukkan kepalanya. Mama sekarang memang sudah tidak bekerja. Wanita itu sepertinya sangat tidak terbiasa dengan kebiasaannya saat ini. Ya, orang yang sudah terbiasa bekerja selama hidupnya, dia pasti akan merasa kebingungan kalau tidak ada kerjaan. Oleh sebab itu Mama sering sekali meminta Mesya untuk menemaninya belanja. Sering kali Mesya memang akan langsung menerima ajakan Mama, tapi kadang.. ketika Adrel pulang kerja dengan keadaan yang sangat lelah, Mesya akan langsung menolak mertuanya itu. Dibanding berbelanja dan menghabiskan uang, Mesya jelas lebih memilih menemani suaminya yang sedang lelah. “Iya, nanti aku kabarin Mama. Aku boleh ajak Mbak Dira ‘kan. Ma?” Mesya bertanya sambil menatap mertuanya. Biasanya mereka memang lebih sering belanja berdua saja dibanding bersama dengan teman-teman Mama. Kata Mama, wanita itu tidak terlalu suka kalau harus berbelanja dengan orang asing. Jadi, dari pada nanti malah membuat Mama tidak nyaman, lebih baik Mesya bertanya dari sekarang. Ya, lagi pula Mesya memang sudah berencana untuk mengajak Kakaknya keliling kota ini. Dira harus sering jalan-jalan agar pikirannya tidak stres. Mesya sangat tahu kalau Kakaknya itu sekarang sedang banyak sekali pikiran. Dibanding duduk di dalam rumah, akan lebih baik kalau Dira mau diajak jalan-jalan. Lagi pula sekarang Mesya juga sudah bisa mengemudi mobil. Mereka bebas pergi kemanapun yang mereka mau tanpa harus merepotkan Adrel yang sedang bekerja. “Boleh. Nanti kita belanja sama Kakak kamu itu..” Mama tersenyum sebelum kembali merangkul bahu Mesya. *** Mesya melangkahkan kakinya dengan pelan untuk membuka pintu rumah. Ini memang belum terlalu malam, Mesya harap Kakaknya masih belum tidur karena Mesya baru saja pulang sambil membawa beberapa makanan ringan. Ya, Mesya memang tidak bisa mengajak Kakaknya untuk ikut ke acara arisan karena hanya orang tertentu yang boleh ikut datang ke sana. Adrel saja, kalau tidak ada peraturan tertentu, pria itu juga tidak akan diajak oleh Mesya. “Mbak Dira?” Mesya memanggil Kakaknya sambil berjalan menaiki tangga menuju kamar Kakaknya. Sungguh, mana mungkin Dira sudah tidur di jam seperti ini? Mesya menghentikan langkah kakinya begitu dia mencapai lantai dua. Ada sesuatu yang langsung menarik perhatiannya. Apa.. apa yang terjadi? Jantung Mesya langsung berdetak dengan kencang begitu dia melihat kekacauan yang ada di lantai dua. Beberapa pecahan kaca yang berserakan. Juga vas bunga milik Mesya yang sekarang hancur berantakan. Mesya mengernyitkan dahinya. Tidak, apa yang sekarang sedang terjadi? “Mbak Dira?!” Mesya berlari menuju kamar Kakaknya karena sekarang dia merasa ada sesuatu yang tidak benar. Dalam langkahnya yang tidak hati-hati, Mesya sampai harus menerima tusukan pecahan salah satu kaca yang langsung melukai kakinya dengan dalam. Mesya melihat darahnya yang mengalir begitu Mesya mengangkat kakinya. Mesya menjerit ketakutan. Rasanya memang tidak sakit, tapi Mesya terlalu terkejut dengan apa yang terjadi. “Adrel!” Mesya memanggil suaminya dengan suara sekeras mungkin. Sayangnya, sebelum Adrel datang, Mesya malah melihat pintu kamar Dira yang terbuka. Mesya tahu jika akan ada sesuatu mengerikan yang terjadi. Kekacauan yang dia lihat saat ini pasti ada hubungannya dengan Dira. Hanya wanita itu yang tinggal di rumah ini ketika Mesya meninggalkannya. Mesya memundurkan dirinya ketika mulai melihat kaki Kakaknya yang berjalan mendekatinya. Tidak, Mesya tidak melihat Kakaknya. Mesya terlalu takut dengan apa yang terjadi sehingga dia tidak berani melihat Kakaknya. Ada banyak hal mengerikan yang membuat Mesya ketakutan. Sungguh, Mesya ingin Adrel datang dan membawanya pergi dari sini. Apa yang akan terjadi jika Adrel tidak segera datang? “Mbak Dira?” Mesya akhirnya mengangkat kepalanya tepat ketika Kakaknya berdiri di depannya. Mesya ingin menangis ketika melihat Dira yang menghadap ke arahnya dengan mata hitam yang mengerikan. Di tangan wanita itu terdapat sebuah pecahan kaca besar yang diarahkan ke Mesya. Lagi-lagi Mesya kembali histeris ketakutan. “Mbak Dira, jangan.. Mbak Dira mau ngapain?” Mesya semakin memundurkan dirinya. Entahlah, Mesya sungguh tidak tahu kenapa Adrel tidak segera datang setelah mendengar suara teriakannya. Wajah Dira tidak seperti biasanya. Ada banyak luka yang mengalirkan darah segar. Wanita itu juga terkena pecahan kaca. “Mbak Dira..” Mesya semakin menangis ketakutan ketika melihat senyum Kakaknya. Tidak, dia bukan manusia.. “Kamu harus mati” Kalimat itu terucap dengan sangat pelan. Bersama dengan itu, Dira mengayunkan tangannya untuk mendekati wajah Mesya. Tidak, Mesya segera menghindari tangan Kakaknya yang sedang menggenggam pecahan kaca. Terlambat sedikit saja, Mesya yakin kalau sekarang wajahnya pasti sudah berlumuran dengan darah. Mesya semakin memundurkan dirinya. Ya Tuhan, apa yang terjadi? “Kamu harus mati supaya aku yang berkuasa..” “Mbak Dira!” Mesya tidak tahan lagi. apa yang dikatakan oleh Kakaknya itu? Kenapa dia menginginkan semua ini terjadi? Tangan Mesya kembali tertancap oleh pecahan kaca. Mesya menjerit ketakutan ketika Dira malah tersenyum. Wanita itu menampakkan giginya yang tajam. Tidak, itu tentu bukan gigi manusia. Lalu, bersama dengan senyum itu, Mesya kembali melihat Kakaknya menganyunkan tangannya. Dengan kekuatan yang tersisa, Mesya kembali berusaha menghindari Kakaknya. Sayangnya, Mesya tidak sadar kalau dirinya sudah berada di ujung tangga. Tanpa sengaja, ketika menghindari tangan Dira, Mesya akhirnya terjatuh dari tangga. Punggungnya terbentur dengan cukup keras ketika tubuhnya semakin terjatuh ke bawah. Rasanya memang sakit. Tapi, sekarang satu hal yang membuat Mesya merasa jika jatuh dari tangga memang jauh lebih baik drai pada terkurung di lantai dua bersama dengan Dira. Terakhir, hal yang Mesya ingat setelah kepalanya menghantam lantai dengan sangat kuat hingga membuat pandangannya memburam adalah sosok Dira yang terlihat  mengerikan dengan senyumannya yang mengejek Mesya. Matanya menghitam dengan cahaya merah yang tampak mengerikan. Wajahnya masih sama, berlumuran darah dengan banyak luka yang mengerikan. Lalu, tangannya yang masih memegang pecahan kaca. Apa yang terjadi padanya? Tidak, Adrel harus ada di sini sebelum sesuatu yang buruk terjadi. “Adrel..” Sayangnya, Mesya sama sekali tidak bisa mengeluarkan suaranya. Tubuhnya memang benar-benar terluka, kakinya berdarah, tangannya juga begitu. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit karena menghantam lantai. Lalu kepalanya yang mulai berputar karena kesakitan. Adrel.. hanya pria itu yang menjadi harapan Mesya. Bersama dengan matanya yang mulai tertutup dengan ketakutan penuh, Mesya melihat jika Dira berjalan mendekatinya. Tidak, Mesya sungguh ketakutan.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD