Bab 56

1738 Words
Mesya melangkahkan kakinya dengan pandangan takut. Sekarang, tidak akan ada yang bisa mereka lakukan lagi. Satu-satunya jalan adalah kembali pulang dan berharap kalau semuanya bisa kembali baik-baik saja sekalipun tidak ada yang bisa membantu. Sungguh, kalau bisa, Mesya ingin kembali ke alam baka dan bertanya pada Dira mengenai apa yang harus mereka lakukan. Mesya melayangkan tatapannya pada Adrel. Suaminya itu juga tampak sedang kebingungan dan juga ketakutan. Benar, setelah apa yang terjadi, baik Mesya maupun Adrel jelas akan sangat ketakutan. Iya, Mesya bahkan tidak tahu harus melakukan apa ketika nanti harus berhadapan dengan Kakaknya. Tidak, dia memang bukan Dira.. wanita itu tidak benar-benar berada di dunia ini. tubuhnya memang milik Dira, tapi roh yang ada di dalamnya, dia tentu bukan Dira. Mesya memundurkan langkahnya ketika pintu terbuka dan menampilkan sosok Kakaknya yang sedang berdiri sambil menatap Mesya. Ya Tuhan, apa yang bisa dia lakukan? “Mbak Dira.. Gimana bisa tahu kalau kami udah pulang?” Dibanding membiarkan Mesya tetap terdiam, Adrel lebih memilih untuk mencoba mencairkan suasana dengan cara berbicara. Adrel menarik Mesya untuk berdiri di belakangnya. Sekalipun dari gerakannya sudah terlihat jelas jika Adrel sedang berusaha menyembunyikan Mesya, dengan tatapan dan juga senyuman Adrel yang berikan. Pria itu melangkahkan kakinya ke depan dengan terus merangkul bahu Mesya. Semua ini tidak mudah. Sungguh, sangat tidak tidak mudah. Mesya sadar kalau keadaan yang ada di depannya ini sungguh tidak mudah. Tapi, mau melakukan apa lagi? Mesya dan Adrel tetap harus pulang ke rumah dan mencoba untuk memperbaiki apa yang terjadi di dalam rumah mereka. Tidak, Mesya memang belum menemukan satupun cara untuk mengatasi kengerian ini. tapi, mau apa lagi? Tidak ada cara lain lagi. Mesya tetap harus pulang ke rumah. “Ah, iya. Aku memang tahu..” Melihat wanita itu tersenyum. Satu-satunya hal yang bisa Mesya lakukan adalah mengangguk dan ikut tersenyum. Mesya mengikuti Adrel yang sedang melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Pria itu selalu merangkul bahu Mesya, dia seakan sedang menjaga Mesya. Untuk sesaat, Mesya memang merasa aman. Hingga sebuah suara benda yang pecah kembali menarik perhatian Mesya untuk membalikkan tubuhnya. Dia melihat apa yang terjadi di depannya. Dira, wanita itu menatap Mesya dengan pandangan marah. Matanya menghitam seperti saat terakhir kali Mesya melihatnya. Tidak, dia pasti bukan Dira. Mesya memundurkan langkahnya, bersama dengan itu, Adrel juga menarik Mesya untuk pergi dari tempat ini. “Mbak Dira..” Mesya melihat Kakaknya itu berjalan untuk kembali membanting sebuah vas bunga yang ada di sudut ruangan. Dari matanya saja Mesya sudah tahu kalau ada sesuatu yang besar terjadi di tempat ini. sungguh, Mesya belum siap dengan apapun. Adrel melangkahkan kakinya untuk mendekati Dira yang tampak sedang berusaha menghancurkan rumah ini. wanita itu berjalan ke sekeliling rumah dan berusaha menghancurkan segalanya. Tidak, apa yang akan terjadi sekarang? Kenapa Dira sampai seperti ini? Wanita itu terdiam ketika melihat Adrel melangkah mendekatinya. Mesya sedang bersembunyi di balik tangga rumahnya. Tidak, Mesya tidak ingin sesuatu seperti ini terjadi. “Apa yang kamu lakukan, Mbak Dira?” Adrel melangkahkan kakinya mendekati Mbak Dira. Seketika itu juga wanita itu membanting tubuhnya ke arah kanan sehingga dia langsung menghantam tembok rumah. Mesya memekik terkejut ketika melihat apa yang dilakukan oleh Kakaknya. Tidak, Mesya memang sangat ingin langsung menghampirinya dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, apa yang bisa dia lakukan? Dia masih gemetar ketakutan setelah melihat tubuh Kakaknya itu melayang dan langsung menhantam tembok sehingga mengeluarkan suara yang amat sangat keras. Dira langsung tidak sadarkan diri. Entahlah, Mesya memang sangat ketakutan saat ini. wanita itu, dia bukan Dira. Tapi Mesya jelas tahu jika tubuh yang terluka itu, tubuh itu milik Dira. Mesya menatap Adrel yang langsung berlari menghampiri Kakaknya yang sedang tidak sadarkan Diri. Adrel segera mengangkat kepala Dira dan pria itu sangat terkejut setelah tahu kepala Dira mengeluarkan darah. Tidak, melihat jika ada aliran darah yang keluar dari kepala Kakaknya, Mesya mencoba memberanikan dirinya untuk mendekat dan melihat apa yang terjadi. Dira, wanita itu memang tidak sadarkan diri dengan luka parah yang ada di kepalanya. Iya, kepalanya memang menghantam tembok sehingga membuatnya langsung kehilanga kesadaran. Beberapa detik mengamati apa yang terjadi dengan keadaan bingung, Mesya dikagetkan oleh suara mobil yang berhenti di depan rumahnya. Selang beberapa saat kemudian, Mesya mendengar jika ada suara pintu yang diketuk dengan gerakan tidak sabar. Mesya menatap Adrel yang sedang berjongkok di depan Dira, pria itu tampak berusaha menghentikan aliran darah Kakaknya. Mesya keakutan. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Satu hal yang pasti, pintu rumahnya harus segera dibuka karena suara ketukannya semakin terdengar kencang. Mesya melangkahkan kakinya dengan ketakutan. Sesekali wanita itu menoleh ke arah Dira yang tampak masih tidak sadrakan diri. Tangan Mesya terulur untuk membuka pintu rumahnya. Di depannya, ada seseorang yang langsung membuat jantung Mesya berdetak dengan lega. Astaga.. ini sangat tidak terduga. “Apa yang terjadi, Mesya?” Mesya memang masih merasa jika kakinya lemas setelah melihat apa yang terjadi. Tapi, mendengar suara Delila yang datang ke rumahnya, Mesya merasa jika dia menemukan satu harapan baru. Tanpa menjawab apapun pada Delila, Mesya lebih memilih untuk menyingkirkan tubuhnya. Mempersilahkan Delila untuk masuk dan melihat sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Jujur saja, sekarang Mesya masih sangat ketakutan. “Astaga, apa yang terjadi, Adrel?” Delila berlari ke arah Adrel yang tampak masih kebingungan dengan apa yang terjadi. Tidak, semua ini memang sangat mengejutkan. Iya, juga sangat mengerikan karena Mesya memang tidak mengerti lagi bagaimana sebuah kejadian bisa terjadi dengan sangat cepat di depan matanya sendiri. Mesya masih berdiri di depan pintu rumah. Dia hanya diam dan mengamati ketika Adrel dan Delila sibuk melakukan pertolongan pertama untuk menghentian pendarahan kepala yang terjadi pada Dira. Satu hal yang mungkin tidak disadari oleh wanita itu, darah yang megalir tidak berwarna merah. Darah itu memiliki warna hitam yang sangat pekat. Tidak, bukankah umumnya manusia memiliki darah yang berwarna merah? Mesya melangkahkan kekinya untuk mendekati Dira. Wanita itu berjongkok untuk memastikan apa yang sebenarnya dia lihat. Benar, darah itu memang berwarna hitam. Bukan merah gelap seperti yang biasanya, darah itu hitam dan sangat keruh. Mesya menyentuhnya menggunakan jari tangannya. Wanita itu menunjukkan pada Adrel yang sedang berusaha menekan kepala Dira. “Darahnya berwarna hitam..” Mesya menunjukkan tangannya pada Adrel. Adrel menatap Mesya sambil mengernyitkan dahinya. Pria itu seperti kebingungan dengan apa yang terjadi pada Mesya. Sekali lagi Mesya menunjukkan tangannya sambil mengatakan satu kalimat yang sama. “Mesya, kamu yakin dengan apa yang kamu lihat?” Delila menatap Mesya yang masih kebingungan karena melihat darah hitam tersenyum. Mesya menganggukkan kepalanya sambil mengernyitkan dahinya. Apa yang dikatakan oleh Delila? Bukankah darah ini memang berwarna hitam? “Kita bicarakan ini nanti. Bantu aku membawa dia ke dalam kamarnya. Kita harus segera menghentikan pendarahannya..” Melihat Adrel yang segera berusaha mengangkar Dira untuk naik ke lantai dua, Mesya juga segera memegang kepala Dira. Berusaha membantu suaminya juga untuk melewaati satu demi satu anak tangga. Mesya berjalan mendahului Adrel untuk membuka pintu kamar Dira. Wanita itu menghentikan langkahnya ketika melihat ada puluhan lilin yang dibiarkan berserakan di atas lantai. Tidak, ini memang bukan lilin yang dinyalakan seperti saat pertama kali melihat Dira. Lilin ini sudah mati dan beberapa di antaranya juga ada yang dihancurkan di atas lantai. Mesya mengernyitkan dahinya. Tapi, dibanding tetap diam di depan pintu dan menghalangi langkah Adrel, Mesya lebih memilih untuk membuka pintu lebar-lebar dan membantu Adrel untuk merebahkan Dira di atas ranjangnya. Mesya menatap Delila yang datang beberapa saat kemudian dengan beberapa peralatan medis yang dia bawa. Delila langsung menangani luka yang ada di kepala Dira dengan sangat baik. Mesya bahkan sampai mengernyitkan dahinya ketika dia melihat keterampilan yang dimiliki oleh Delila. Wanita itu seperti sangat terbiasa melakukan semua ini. dia membersihkan luka Dira lalu memberikan obat dan segera menjahitnya dengan sangat rapi. Mesya merakan tangan Adrel yang menggengga tangannya. Adrel terlihat sangat gelisah. Iya, semua itu terbukti lewat wajah pucat pria itu. Tangan Adrel juga sangat dingin. Sungguh, semua ini memang membuktikan kalau bukan hanya Mesya yang merasa ketakutan. Suaminya itu juga merasakan hal yang sama sepertinya. Mesya menatap Adrel, dia meremas tangan Adrel dengan pelan. Sekarang ada Delila. Wanita itu pasti akan membantunya. Iya, dia pasti berubah pikiran dan memutuskan untuk membantu Mesya. Mesya menghela napas sejenak. Tidak, semua ini memang belum benar-benar baik, tapi.. Mesya yakin semuanya akan menjadi semakin baik-baik saja. Sekarang mereka sudah menemukan orang yang mau mengurusi semua ini. Baik Adre maupun Mesya, mereka tidak tahu harus melakukan apa kalau sampai tidak mendapat bantuan dari wanita itu. “Tenang, Sya.. semuanya akan baik-baik aja. Kamu jangan takut..” Sekalipun dia sedang ketakutan, Adrel tetap saja meminta Mesya untuk tidak ketakutan. Pria itu memang yang paling baik. Dia tidak akan pernah membiarkan Mesya merasa ketakutan. Pria itu selalu memastikan kalau Mesya baik-baik saja. Mesya merangkulkan tangannya ke pinggang Adrel. Sekalipun saat ini keadaan memang masih belum membanik sama sekal. Mesya sangat tahu kalau mereka akan tetap baik-baik saja. Apapun yang terjadi, semuanya harus tetap baik-baik saja. Mesya menatap Adrel sambil menganggukkan kepalanya. Mereka berdua hanya diam saja sambil melihat apa yang Delila lakukan pada Dira. Darah yang berasal dari kepala Dira memang sudah berhenti. Sekarang, Mesya hanya bisa menatap khawatir pada Kakaknya yang tampak masih menutup matanya. Tidak sama dengan tubuh manusia pada umumnya, sekarang Mesya kembali melihat jika di sepanjang tubuh Dira terdapat luka lebam yang lumayan parah. Astaga, apa yang terjadi pada Kakaknya itu? Mesya sudah ingin berjalan mendekati Dira ketika Delila menolehkan kepalanya lalu menggeleng sekilas. Bagaimana.. bagaimana Delila bisa tahu kalau Mesya akan mendekatinya? Sekalipun Mesya memang merasa bingung, wanita itu tetap saja menuruti apa yang Delila inginkan. Delila memang masih terlihat sibuk untuk menjahit luka yang ada di kepala Dira. Sungguh, Mesya tidak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi pada Kakaknya itu. luka yang Dira terima cukup serius, bukankah seharusnya mereka membawa Dira ke rumah sakit saja? Mesya menatap Adrel dengan pandangan bertanya. Dia ingin mendapat penjelasan dengan apa yang terjadi di depannya. “Kita nggak bawa Mbak Dira ke rumah sakit?” Mesya bertanya dengan suara pelan. Adrel menghela napas lalu menggelengkan kepalanya sekilas. Pria itu menatap Delila sejenak sebelum memberikan jawaban pada Mesya. “Delila teman kuliahku. Dia mengambil jurusan kedokteran..” Mesya menatap Delila dengan tidak percaya. Jadi, wanita itu seumuran dengan Adrel? Tidak ada yang bisa dilakukan sekarang. Baik Adrel maupun Mesya, mereka berdua hanya bisa diam dan menunggu apa yang sedang Delila kerjakan. Sungguh, kedatangan Delila ke rumah ini memang sangat tepat pada waktunya. Wanita itu seperti selalu tahu apa saja yang terjadi. Mesya menatap Delila yang mulai membereskan beberapa hal di atas nakas Dira. Wanita itu sudah selesai dengan apa yang dia kerjakan. “Adrel?” Delila menolehkan kepalanya sambil menatap Adrel sekilas. Adrel langsung berjalan mendekati Delila seakan pria itu memang tahu apa yang diinginkan oleh Delila. Sekalipun sedikit kebingungan, Mesya tetap diam saja ketika melihat suaminya berjalan menuju ke arah Delila. Saat ini, tidak ada hal yang lebih penting dari Dira. Apapun yang dilakukan oleh Delila, Mesya yakin itu semua untuk kebaikan Kakaknya. “Ambilkan tali yang kuat. Kurasa Dira harus diikat di tempat tidur ini” Mesya menatap Delila dengan tidak percaya? Apa? Kenapa Dira lagi-lagi harus diikat?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD