Bab 6

2287 Words
“Kamu apa kabar sayang?” Mesya tersenyum ketika mendengar pertanyaan Mamanya. Kebetulan Mamanya sedang berkunjung ke rumah mereka ketika Mesya dan Adrel baru saja pulang. Untung saja tadi pagi Mesya sudah sempat memasak makanan. Jika tidak, mereka akan terpaksa membeli makanan terlebih dahulu. Sebenarnya bukan apa-apa. Hanya saja Mesya merasa sungkan jika dia yang seorang wanita pengangguran seperti dirinya tidak bisa merawat rumah dengan baik. Mesya selalu berusaha memasak makanan suaminya sendiri bagaimanapun keadaannya, karena bagi Mesya, ketika dia memutuskan berhenti bekerja untuk fokus merawat dan melayani suaminya, makanan untuk Adrel harus selalu tersaji dengan baik. Sekalipun sebenarnya Adrel tidak pernah menuntut Mesya untuk seperti itu. Adrel akan sangat menghargai jika Mesya berusaha bangun lebih awal untuk membuat sarapan dan juga bekal makan siang, tapi jika keadaan tidak memungkinkan, Adrel juga tidak akan marah jika harus makan masakan luar. Mesya saja yang merasa jika salah satu kewajibannya adalah menyiapkan makanan hangat di meja makan. Padahal kata Adrel, sebenarnya itu adalah tugasnya. Kata orang, tugas suami adalah menyediakan sandang, pangan, dan juga papan. Tugas Adrel bukan hanya mencari uang untuk membeli baju baru, tapi juga menyiapkan baju bersih dan rapi untuk digunakan oleh Mesya. Memasak dan menyiapkan makanan juga sebenarnya adalah tugasnya. Juga memastikan rumah bersih dan rapi, karena papan tempat tinggal juga seharusnya menjadi kewajiban Adrel. Jika Mesya sudah mau membantunya, itu adalah bonus tersendiri. Adrel tetap tidak boleh membebani Mesya dengan semua kewajiban itu. Mesya memang sangat beruntung memiliki suami seperti Adrel. Dia juga beruntung karena semua keluarga Adrel sangat baik dan perhatian padanya. Termasuk Mama mertuanya. “Aku baik, Ma. Mama sendiri bagaimana?” Wanita yang sedang duduk di depannya sambil menikmati kue bolu buatan Mesya kemarin malam itu tersenyum, terlihat dengan jelas jika Mamanya baik-baik saja. Di ruang tamu hanya ada Mesya dan Mama. Adrel sudah sejak tadi memilih pergi ke kamar untuk membersihkan diri. Kebiasaan Adrel, dia akan langsung mandi setelah pulang dari luar. Maka dari itu, kemarin sore ketika mendapati Adrel sedang berbaring di tempat tidur tanpa mandi terlebih dahulu, sempat membuat Mesya merasa aneh. “Mama juga baik. Eh, ini kue buatan kamu sendiri??” Mama bertanya sambil mengangkat kue bolu yang sedang dia nikmati. Mesya tersenyum sambil mengangguk. Itu memang bolu buatannya. Karena selalu menghabiskan waktu di rumah, Mesya jadi lebih sering berlatih untuk mengembangkan hobinya sejak kecil. Mesya sering sekali mencari resep makanan baru di internet lalu mencoba praktik dengan Adrel yang akan menjadi juri masaknya. Sekalipun tidak jarang hasilnya banyak yang gagal, Adrel tetap akan memakan hasilnya hingga habis. Katanya, sekalipun tidak enak, Adrel akan tetap menghargai usaha Mesya. Yang sedang dia nikmati bukan masakan gagal, tapi usaha keras Mesya yang tentu saja harus diharga. Jika sudah seperti itu, Mesya tidak akan jadi menyerah. Dia akan kembali berusaha untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. “Wih, kamu tambah pinter masak, ya? Pantas saja Adrel kelihatan lebih gemuk..” Mesya tertawa, memang benar apa yang dikatan oleh Mama. Adrel sedikit melar belakangan ini. Sebenarnya penyebab utama tubuh Adrel yang jadi membengkak bukan hanya karena masakan Mesya. Tidak, ada sebab lain lagi. Setiap kali suaminya izin pergi futsal atau ke gym, Mesya akan merengek untuk ikut. Alasannya hanya satu; Mesya bosan di rumah sendiri. Pada akhirnya Adrel akan mengalah dan tidak jadi pergi. Entah kenapa belakangan ini Mesya jadi sangat sedih jika Darel meninggalkannya di rumah sendirian setelah pria itu pulang kerja. Pembantu yang biasanya membantu Mesya membersihkan rumah hanya datang tiga hari selama satu minggu, jadi di sisa hari lainnya, Mesya hanya akan menghabiskan waktunya sendirian di rumah. Jika setelah pulang kerja Darel akan pergi lagi, Mesya jadi sendirian lagi. Dulu Mesya memang berusaha mengerti tentang suaminya yang sangat menyukai olahraga. Tapi sudah hampir satu bulan ini Mesya selalu melarang Adrel untuk pergi. Dia merasa tidak suka jika Darel meninggalkannya begitu saja. Entahlah, ini memang sedikit aneh.. tapi begitulah adanya. Untung sekali Adrel tidak pernah marah ataupun kesal menghadapi Mesya yang kadang memang sangat menyebalkan. Suaminya hanya akan diam sebentar lalu kembali tersenyum beberapa detik setelahnya. Dari pada harus menghadapi kemarahan Mesya yang kadang bisa sampai satu hari penuh, Adrel lebih memilih menuruti ucapannya. Selagi tidak ada yang dirugikan, kenapa juga dia tidak mengikuti kemauan Mesya? Ya, walaupun pada akhirnya tubuh pria itu jadi sedikit melar. Sudahlah, sebenarnya Mesya sangat menyukai tubuh kekar Adrel, tapi setiap kali mereka jalan keluar rumah, banyak gadis muda yang tentu saja usianya di bawah Mesya menatap kagum ke arah suaminya. Tidak, Mesya sangat tidak rela jika ada gadis lain yang menikmati keindahan tubuh suaminya walaupun hanya lewat tatapan saja. Jika sudah seperti itu Mesya akan kesal setengah mati. “Aku ‘kan di rumah terus, Ma. Jadi ya cuma ini yang bisa aku lakuin supaya nggak bosan..” Mamanya tersenyum ketika mendengar curhatan Mesya. Sekali dia adalah Mama mertua, Mesya tidak pernah merasa segan untuk mengatakan isi hatinya. Mesya memang sering menceritakan masalah yang sedang dia alami pada mama mertuanya. Ya, dengan batas wajar yang memang sudah Mesya ketahui. Ada kalanya Mesya hanya menyimpan masalahnya untuk dibicarakan bersama dengan Adrel. Mesya cukup tahu jika ada masalah tertentu yang tidak boleh divceritakan pada orang lain. Sekalipun pada orang tuanya atau orang tua suaminya. Jadi, apapun yang dia ceritakan, Mesya sudah memikirkan itu semuanya baik-baik. Mana yang sekiranya pantas untuk dia ungkapkan sehingga juga tidak menimbulkan beban untuk mertuanya. “Kalau bosan, kamu bisa telepon Mama seperti biasanya. Kamu tahu sendiri kalau sekarang Mama juga jadi pengangguran..” Memang sudah beberapa tahun ini Mama berhenti bekerja sebagai seorang dokter. Usianya sudah lumayan tua sehingga Adrel melarang Mamanya untuk bekerja. Sekarang, sama seperti Mesya, mertuanya itu juga seorang ibu rumah tangga. Tapi setidaknya Mama memiliki banyak pengalaman dalam bekerja menjadi dokter selama puluhan tahun. Tidak seperti Mesya yang sejak menikah dengan Adrel memutuskan untuk diam di rumah. Bukan karena Mesya malas bekerja atau semacamnya, tapi karena pendidikan yang Mesya punya tidak cukup untuk mencari pekerjaan di kota ini. Dia hanya lulusan SMA. Dulu di desa, seorang perempuan bahkan jarang ada yang sampai lulus SMA. Mesya sudah termasuk wanita yang beruntung karena memiliki orang tua berada yang bisa menyekolahkan dirinya hingga jenjang SMA. Tidak seperti gadis lain yang hanya lulusan SMP atau bahkan SD. Tapi karena pendidikannya terbatas, Mesya juga jadi tidak mudah mencari pekerjaan di kota seperti ini. “Iya sih. Adrel juga selalu bilang begitu..” Mesya sebenarnya merasa sungkan jika dia terus-terusan merepotkan mertuanya hanya karena dia merasa bosan. Jadi, Mesya lebih memilih untuk membunuh waktunya dengan cara memasak atau bahkan belajar make up. Kata Adrel, tidak masalah jika Mesya tidak terlalu menyukai make up, tapi setidaknya Mesya harus tetap bisa. Baiklah, karena memang tidak ada ruginya juga jika dia mulai belajar merias diri, pada akhirnya Mesya menurut saja. “Makanya, kamu sering-sering ke rumah Mama. Masa harus Mama yang datang ke rumah kamu, sih?” Sambil tertawa Mama berbicara seperti itu. Mungkin wanita itu tidak bermaksud untuk menyindir ataupun menyinggung Mesya, hanya saja kalimat Mama memberikan peringatan tersendiri dalam diri Mesya. Mesya memang tinggal di kota yang sama dengan orang tuanya suaminya. Jika dengan kendaraan roda empat, mungkin mereka hanya perlu waktu sekitar satu jam untuk bisa berkunjung ke rumah masing-masing. Tapi kadang Adrel sering sibuk di kantor sehingga ketika pulang, suaminya akan langsung istirahat begitu saja. Mesya tidak mungkin meninggalkan Adrel yang sedang istirahat di rumah. “Maaf ya Ma, Mesya belum hamil juga..” Entah kenapa malah kalimat itu yang keluar dari bibir Mesya. Ada rasa bersalah yang selalu menghantui Mesya mengenai hal ini. Kenapa.. kenapa hingga bertahun-tahun berlalu Mesya tidak juga dibiarkan mengandung? Padahal usaha yang mereka lakukan juga sudah tidak kurang-kurang. Sering kali Mesya dan Adrel melakukan berbagai program kehamilan di dokter spesialis kandungan dengan biaya yang tidak murah. Tapi hingga saat ini, mereka tidak juga segera diberi momongan. Sebagai seorang istri, Adrel jelas merasa khawatir. Ada banyak ketakutan yang sering mendatangi dirinya mengingat jika orang tuanya dulu harus menunggu hingga 20 tahun untuk mendapatkan dirinya. Ketika Mesya lahir, ibunya sudah berusia 40 tahun. Begitu juga bapaknya. Mengurus seorang anak di usia senja memang tidak menyenangkan, kadang malah lebih repot. Apalagi saat itu tidak hanya ada Mesya, ada Dira yang juga beru berusia balita. Orang tuanya pasti sangat kerepotan. Tinggal di desa tidak membuat orang tuanya jadi mengenal pengasuh ataupun pembantu. Ibunya yang membesarkan Mesya dan Dira sendirian. Ibunya juga yang mengurus rumah dan semua keperluan bapak. Saat itu, entah bagaimana repotnya orang tuanya. “Hei, nggak usah bilang begitu. Kalian itu masih muda, jangan terlalu terburu-buru” Sebagai orang yang terpelajar, Mama jelas tahu jika memiliki anak tidak hanya memikirkan masalah usia. Tapi juga kesiapan secara batin dan juga finansial. Mesya sangat bersyukur karena orang tua suaminya tidak pernah membebani Mesya apapun. Mereka tidak seram seperti mertua yang biasanya Mesya lihat di salah satu saluran televisi. Cerita mengenai menantu yang dianggap sebagai pembantu untuk mertua dan juga suaminya. Tidak, Mesya tidak akan sanggup jika dia harus mendapat mertua seperti itu. “Oh iya, Ma. Aku mau cerita ini sejak kemarin, untung saja Mama datang ke sini” Satu masalah yang sudah diketahui oleh Mama sejak dulu; mengenai hubungan Mesya dan kakaknya. Jadi, karena kebetulan Dira akan datang ke sini dan saat ini sedang ada Mama juga, lebih baik Mesya menceritakan keadaannya. Juga sedikit memberi tahu mengenai kecemasannya yang sedikit tidak jelas. “Ada apa?” Mama mendekatkan diri pada Mesya ketika dirasa apa yang akan dikatakan oleh Mesya adalah sesuatu yang penting. Untuk sesaat Mesya memikirkan kalimat apa yang sekiranya cocok untuk dia katakan. “Mbak Dira katanya mau ke sini” Mesya menunggu reaksi Mama. Sebenarnya, ketika Dira membuat masalah beberapa tahun lalu, Mama sudah mengerti secara langsung karena kebetulan Mama juga sedang ada di sana. Orang tua Mesya meninggal saat itu, jadi mana mungkin Mama tidak ada. Setelah kejadian itu, Mesya juga sering menceritakan masalahnya pada Mama mertuanya. Jadi saat inipun sama. “Dira, kakak kamu itu?” Mesya mengganggu ketika melihat ada keraguan di wajah Mama. Benar, bukan hanya Mesya yang merasa aneh dengan kedatangan Dira yang sangat.. sangat mengejutkan sebenarnya. Untuk sesaat Mesya jadi mengingat pembicaraannya dengan Dira kemarin saat di telepon. Kakaknya itu memang terdengar sedang menangis, oleh karena itu Mesya merasa sangat prihatin. Juga karena kata-kata Adrel yang ada memintanya untuk membiarkan Dira datang. Suaminya mungkin memang ingin Mesya kembali berhubungan baik dengan Dira. Hanya saja, saat ada keluarga lain yang masih berhubungan baik dengan wanita itu, kenapa Dira malah memilih Mesya? Sebenarnya juga Mesya sudah ingin kembali memulai hubungannya dengan Dira. Mereka saudara, benar apa yang dikatakan oleh Adrel. Tidak seharusnya dua orang saudara saling marah dalam waktu yang lama. Tapi sekarang terlalu mengejutkan. Dira menghubunginya setelah sekian tahun berlalu, lalu wanita itu berkata akan datang dan menginap selama beberapa saat di rumah Mesya. Bukan, Mesya bukan keberatan dengan kedatangan kakaknya. Hanya ada, dia merasa ini cukup aneh. “Kenapa tiba-tiba sekali?” Tanya Mama. Nah, ternyata Mama juga berpikiran sama dengan Mesya. “Dia bercerai katanya..” “Ya Tuhan..” Mama langsung merespon dengan menutup mulutnya. Terlihat prihatin dengan keadaan Dira yang bahkan tidak dikenal dengan baik olehnya. Jujur saja Mesya juga sangat prihatin dengan keadaan kakaknya. Perceraian adalah momok mengerikan dalam sebuah pernikahan. Itu adalah akhir yang tidak pernah diinginkan oleh semua orang. Karena sekalipun sudah bercerai, masalah yang terjadi tidak akan pernah benar-benar selesai. Justru akan semakin menimbulkan luka yang membekas dengan sangat dalam. Dalam kehidupan Mesya, perceraian adalah mimpi buruk yang tidak akan pernah bisa menjadi nyata. Tidak, Mesya tidak ingin hal seperti itu terjadi dalam rumah tangganya. Semenjak menika dengan Adrel, Mesya mulai merasakan rasa takut yang amat sangat dalam. Dia tidak ingin kehilangan seorang pria yang sudah seperti separuh jiwanya itu. Hanya dengan Adrel, Mesya merasa aman. Merasa jauh lebih baik karena pria itu akan selalu menjaganya. “Kamu tahu dari mana?” Mama bertanya. Mesya menghela napas pelan. Karena suda terlanjur bercerita, mungkin memang ada baiknya jika Mesya menceritakan semuanya dari awal. Memberikan penjelasan mengenai kakaknya yang katanya akan segera datang ke sini dalam waktu beberapa hari ke depan. Jika Dira berada di kota ini, Mesya juga pasti akan mengajaknya untuk datang dan bertemu dengan kedua mertuanya. Mungkin lebih baik jika memberi tahu Mama apa yang sebenarnya terjadi sehingga nanti ketika Dira ada di sini, tidak ada satupun kalimat yang mungkin saja akan menyakiti hatinya. “Kemarin dia telepon. Awalnya yang angkat Adrel, tapi akhirnya aku telepon balik. Katanya dia bercerai dari suaminya dan sekarang, karena ingin menenangkan diri, dia mau datang ke sini..” Ada jeda beberapa deting sebelum Mama berbicara. Membuat Mesya jadi berharap-harap cemas karena menunggu respon dari ibu mertuanya. “Kamu sudah benar-benar memaafkan dia apa belum?” Mesya menganggukkan kepalanya. Mencoba mencari tahu apa maksud dari pertanyaan itu. Memaafkan yang bagaimana yang Mama maksudkan? Ada dua jenis memaafkan di dunia ini. Yang pertama, memaafkan lalu kembali seperti dulu. Berlaku seolah-olah kejadian tidak menyenangkan itu tidak pernah terjadi. Lalu yang kedua, memaafkan tapi juga menyelesaikan sampai di situ. Memutuskan semua rantai hubungan tapi juga mulai melupakan masalah yang terjadi, lengkap dengan orangnya. Saat ini, Mesya mungkin sudah memaafkan Dira. Tapi untuk kembali seperti dulu.. sepertinya sangat tidak mungkin. Apalagi setelah Mesya tahu bagaimana sifat asli kakaknya. “Maksud Mama?” Mesya melihat Mama tersenyum maklum. Memang cukup sulit jika harus menerima perlakukan kurang ajar kakaknya saat itu. Sebenarnya, seiring berjalannya waktu, bukankah seharusnya kemarahan juga mereda? Tidak baik jika Mesya terus hidup dalam amarahnya sendiri. “Jangan sampai pas nanti dia ke sini, kamu malah memperlakukan dia dengan kurang baik. Sebagai orang tua yang cukup mengenal kamu, Mama percaya kalau kamu jelas tidak akan melakukan hal itu secara sadar. Tapi bagaimana jika tanpa sadar ada perkataanmu yang menyakiti dia? Kadang tanpa sadar, ketika kita masih menyimpan amarah, kita bisa mengeluarkannya begitu saja..” Mesya mengangguk mengerti. Hal ini yang sejak kemarin mengganggu pikiran Mesya. Tapi Adrel sudah berhasil meyakinkan Mesya, tapi entah kenapa keraguan itu tetap saja datang kembali. “Itu juga yang aku takutkan..” “Tapi dia kakakmu, Sya. Masa kamu tega membiarkan dia harus menanggung beban masalahnya sendiri? Kamu mungkin tidak akan banyak membantu menyelesaikan masalahnya, tapi mungkin kamu bisa memberi dia semangat untuk tetap bertahan. Perceraian itu bukan keputusan yang mudah.” Mesya mengangguk mengerti. Pada akhirnya sama saja, karena Dira adalah kakaknya, tidak baik jika Mesya membiarkan dia begitu saja. Baiklah, coba saja dilihat besok ketiak Dira datang ke sini. Mesya harap dia tidak berbuat buruk pada kakaknya..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD