The Show

1803 Words
Gladi bersih telah terlaksana dengan lancar, tepat sebelum azan isya berkumandang. Iyalah, ada banyak bagian yang di skip, seperti sambutan-sambutan. Selanjutnya kami diberi waktu break untuk salat isya sampai pukul 19.15. Acara penutupan Orientasi Penghuni Baru akan dimulai tepat pukul 19.30. Panggung yang berukuran cukup luas itu didekorasi sederhana tapi aestetik. Dihias dengan rangkaian bunga yang ditata mengelilinginya. Untuk back drop, dibingkai dengan beberapa kain yang menjuntai, juga balon-balon lucu. Selain itu dengan menggabungkan sorot lampu dan juga display begron digital dari LCD projector, panggung malam ini makin terlihat spektakuler. Menurut ku itu pasti hasil kerja anak asrama jurusan Diskomvis. Kami para peserta dan seluruh penghuni asrama, duduk lesehan di atas terpal dan karpet. Sementara bapak dan ibu pengasuh asrama, pejabat kampus yang diundang, juga pentolan-pentolan pengurus Asrama, diberikan tempat beralas tatami empuk, di deretan paling depan. Cemilan dan minuman juga tersedia di atas meja. Aku duduk di tepi deretan paling belakang bersama Salsa dan Rina, agar nanti bisa langsung pergi kalau giliran kami tampil. Mereka berdua sudah memakai kostum "Kamu kok belum ganti, Ra?" tanya Salsabila begitu melihatku masih memakai kaus panjang gombrong alias jumper dan celana Stretch berbahan jeans. "Udah kok, di dalem ini seragam SMA. Tinggal lepas jumper ini, dan pakai rok abu-abu, tapi nanti saja. Agak riweh soalnya, duduk lesehan pakai rok," jelasku. "I see." Obrolan kami terhenti begitu Mbak Rani naik ke atas panggung. Dia mengenakan gamis navy dan kerudung biru muda, yang senada dengan jas almamater kampus kami. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat malam semuanya," salamnya membuka acara. "Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh," jawab kami hampir serempak. "Terima kasih. Perkenankan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Maharani Syailendra, mahasiswa semester enam, jurusan Kimia, angkatan 2013, yang juga menjabat sebagai bendahara umum asrama. Kali ini, saya didapuk untuk menjadi pembawa acara, dalam Penutupan Masa Orientasi Penghuni Baru Asrama Mahasiswa Universitas Kartarajasa Tahun Penerimaan 2015-2016." Tepuk tangan riuh dan juga suara 'cuit-cuit' segera meramaikan malam. Aku tertawa mengetahui Bang Ejik lah yang bersuara paling keras. Maklum, dia memang fans berat Mbak Rani. "Baiklah, kami sebagai panitia pelaksana mengucapkan selamat datang, kepada Ibu Siti Nur Halimah sebagai pengasuh drama putri, Bapak Makhrus Ali sebagai pengasuh asrama putra, Ananta Wijaya sebagai ketua tim pengasuh, Bapak Haris Kusuma sebagai perwakilan pengurus Yayasan Kartarajasa, juga Ibu Zhafira Almahyra sebagai perwakilan Bidang Pengembangan Mahasiswa Universitas Kartarajasa. Kami haturkan beribu terimakasih karena telah berkenan hadir dalam acara malam ini." Tepuk tangan pun kembali menggema, tiap Mbak Rani selesai berbicara. Ya, siapa lagi trigernya, kalau bukan Bang Ejik yang memulai. "Tanpa berpanjang kata lagi, saya akan bacakan susunan acara Penutupan Masa Orientasi Penghuni Baru Asrama Mahasiswa Universitas Kartarajasa Tahun Penerimaan 2015-2016, sebagai berikut: 1. Pembukaan, yang sudah kita akui bersama. 2. Sambutan-sambutan yang akan diberikan oleh Ibu Zhafira Almahyra sebagai perwakilan Bidang Pengembangan Mahasiswa Universitas Kartarajasa. Kemudian Bapak Haris Kusuma sebagai perwakilan pengurus Yayasan Kartarajasa, dan yang terakhir dari Bapak Ananta Wijaya sebagai ketua tim pengasuh. 3. Inaugurasi, penampilan hasil karya Peserta Orientasi. Berurutan dari kelompok satu sampai lima. 4. Pengumuman peserta terbaik Orientasi, baik Individu maupun kelompok. 5. Penutupan Orientasi oleh Presiden utama. 6. Doa. Itulah rangkaian acara pada malam hari ini. Dengan demikian, kita lanjutkan acara selanjutnya yakni sambutan-sambutan. Kepada yang terhormat Ibu Zhafira Almahyra, kami persilakan untuk maju ke atas panggung." Tepuk tangan pun mengiringi Ibu Zhafira yang maju ke atas panggung. Aku tidak terlalu memperhatikan sambutan-sambutan yang diberikan, karena Bang Ejik memanggil. "Ikut aku bentar," katanya setelah mencolekku. "Oke." Kami pun mengendap-endap meninggalkan tempat. Setelah agak jauh dari dome dan mendekati asrama putra, terlihat seseorang sedang berdiri di bawah bayang-bayang pohon. "Bang Yo mau ngomong sama kamu," kata bang Ejik. "Hah? Ada apa ya?" tanyaku. "Udah buruan Sono, aku harus kembali ke belakang layar. Ntar kalau urusannya udah kelar, kamu langsung siap-siap tampil ya," katanya lagi. "Eh, Bang, tungguin dong ...." tapi Bang Ejik sudah baik berlari ke dome dengan cepat. Astaga, aku ditinggal sendirian. Sambil menoleh kanan kiri, aku mendekati kak Yo yang bersandar di pohon. Satu kaki yang tadinya menekuk, seksrang diturunkannya menjejak tanah. "Kak Yo nyari saya?" tanyaku begitu jarak kami cukup dekat. "Hmmm. Ini buku tanda tanganmu, sudah selesai kuperiksa," katanya menyodorkan buku bersampul batik itu padaku. Wajahnya sama sekai tanpa ekspresi, dan malah cenderung pucat. Aku sampai khawatir dia bukan manusia. "Oh, iya. Terima kasih kak. Tidak ada yang kurang kan?" tanyaku sambil memaksakan senyum. "Tidak," jawabnya singkat. "Seragamnya cukup kan?" tanyanya lagi. "Oh, cukup kok Kak. Terima kasih lagi, akan saya kembalikan secepatnya," kataku lagi. "Tidak perlu. Setelah selesai buang saja, aku tidak butuh lagi. Bukankah sudah kutuliskan di pesan dalam kantong? Kamu tidak membacanya?" Doa teelihat jengah. "Oh, iya, maaf saya lupa. Tadi buru-buru soalnya," elakku mencari alasan. "Hmm. Ya sudah. Kamu boleh kembali," tukasnya dingin. Aku mengangguk dan cepat-cepat kembali ke arah dome. Namun, ternyata kak Yo ikut berjalan di belakangku. "Eh, kakak mau ke dome juga?" tanyaku kemudian mendadak berhenti berjalan. Tidak kusangka Kak Yo tidak punya rem. Otomatis dia menabrakku dari belakang. Hampir saja aku tersungkur, jika.dia tidak segera merangkulku dari belakang. Aku berdiri mematung beberapa saat. Punggungku menempel pada dadanya, hingga bisa terdengar detak jantungnya yang sama cepat dengan debaran jantungku. "Lepas kak," kataku dengan suara bergetar. Namun dia bergeming. Ini tidak nyata. Tolong, seseorang bantu aku keluar diri sini... Seolah mendengar harapanku, tiba-tiba dari kejauhan tampak seseorang berjalan ke arah kami, dari arah dome. "Kak Yo, lepas. Ada orang, bagaimana kalau nanti dia melihat kita?" kataku.lagi, sekarang dengan sedikit meronta. "Asal kamu tahu ya, aku tidak mudah melepas seseorang ..." bisiknya di telingaku, sebelum kedua lilitan tangannya terurai. Tidak melewatkan kesempatan, segera aku berlari menuju dome tanpa menoleh lagi. Setelah dekat, aku bisa melihat jelas wajah orang yang berjalan dari dome. "Nora?" sapa kak Diaon, dengan tatapan penuh tanda tanya. "Iya kak, permisi ya. Maaf buru-buru," kataku sambil ngeloyor pergi. Bisa kurasakan dia sangat penasaran kenapa aku buru-buru lari dari arah asrama putra. Semoga saja dia tidak melihat kejadian tadi. Semoga ... "Noraaaa! Lama banget kamu, ayo buruan ganti baju," sergah Nino yang menghampiriku. "Sorry No," jawabku masih dengan napas terengah-engah. "Buruan, ditunggu Bang Ejik di sana," ujarnya sembari berlari mendahuluiku. Astaga, rasanya aku seperti habis marathon. Gerah! Segera kuambil tas ransel, lalu mengeluarkan rok abu-abu setelan dari seragam. Kucari sudut yang agak sepi, kemudian memakai rok tersebut. Selanjutnya, Kulepas jumper dan merapikan kemeja SMA, yang sudah kupakai dari asrama putri sejak tadi. Tidak lupa pula, kusisir rambutku ke atas, membentuk ekor kuda yang cukup tinggi. Persis seperti gayaku saat sekolah dulu. Setelah merapikan poni, jumper pun kumasukkan kembali ke dalam ransel. Dengan penuh percaya diri aku menuju kelompok tiga, melewati para peserta dari kelompok lainnya yang sedang berkerumun. "Noraaak?" panggil Nita, yang sengaja menghadang jalanku. "Ish, minggir dong, aku ditunggu kelompokku," kataku pada Nita. "Are you insane? Itu baju ga ada yang lebih gedean lagi Ra? Ini terlalu ..." "Sexy? Udahlah gapapa, cuma bentar doang juga makenya. Abis scene sekolah, ganti kok Not," kataku lagi, sambil menyuruhnya minggir. Dia tidak berkata-kata lagi setelah aku ngeloyor pergi. Bisa kurasakan pandnagan mata dari peserta lain yang mencuri lihat. Ya, memang sih aku merasa extraordinary memakai baju ini. Bodo amatlah, dari pada nyari baju lain. "Cuiit cuiittt," spontan si Suneo bersiul padaku, saat aku sampai di kelompok kami. "Sekali lagi kamu begitu, aku out. Gak tampil," ancamku sambil menunjuk mukanya. "Jangan galak-galak lah," jawabnya sambil nyengir. "Sering-sering aja pakai baju gini, pemandangan seger," ucapnya kurang ajar. "Jaga matamu, No! Kalau nggak kucolok dua-duanya," balasku balik. "Sudah, sudah," ujar Rina menengahi. "Kalian ini beneran kayak Tom n Jerry deh.. Sebentar akur sebentar kisruh. Yuk siap-siap bentar lagi giliran kita," katanya lagi. Salsa menarik tanganku menjauhi Nino. "Serius kamu pakai baju ini?" tanyanya. "Iyalah. Adanya cuma ini, dipinjemin pulak," kataku acuh tak acuh. "Kancingnya sampai ga muat gini, Ra! Terlalu v****r tauk," kata Salsa lagi. "Terus aku harus gimana dong? Ini sudah kukasih daleman tanktop hitam kok. Ga bakalan kelihatan apa pun," ujarku bersikukuh. "Oh, yaudahlah kalau gitu. Aman," timpal Salsa. Kami pun segera mendekati sisi samping panggung dan melihat acara selanjutnya. Mbak Rani sudah kembali berdiri di depan mikrofon di tengah panggung. "Terima kasih, kepada Bapak ibu yang sudah berkenan memberikan sambutan. Setalah ini kita akan langsung menuju acara selanjutnya, yaitu penampilan karya spektakuler dari peserta Oerientasi Asrama Mahasiswa Kartarajasa," Mbak Rani mengumumkan. Tepuk tangan meriah pun kembali terdengar. "Baiklah, untuk penampilan pertama, beri tepuk tangan pada kelompok satu, menampilkan TEATRIKAL KEHIDUPAN!" Kami semua memberi tepuk tangan pada kelompok si Eni. Ternyata mereka menampilkan gerak pantomim. Pantas saja si Eni pakai baju kayak daster Kunti, putih-putih. Acara pun berlanjut, ke penampilan kelompok dua. Ada si Nita di situ. Mereka menampilkan tari Saman yang kompak banget. "Ayo semua, siap-siap," kata Bang Ejik. Dia menyodorkan mikrofon kecil yang bisa dijepit ke baju. "Makasih Bang." Segera saja kupasang mikrofon itu di kerah baju. Tadinya aku merasa Bang Ejik memandangiku, tapi saat mendongak dia sudah berpaling arah dan pergi begitu saja. "Terima kasih untuk kelompok dua," kata Mbak Rani bergema di loud speaker, memberi semangat. "Selanjutnya, kami tampilkan kelompok tiga, dengan Panggung Sandiwara, puisi, tari, drama dan lagu. Beri tepuk tangan yang meriah!" ucapnya lagi, sebagai tanda kelompok kami agar bersiap-siap. Lampu panggung seketika padam, gelap. Semuanya bersiap di posisi. Para penyanyi, dan Satya duduk setengah melingkar sesuai formasi. Salsabila sudah berdiri di tempatnya. Satu lampu menyala, menyorot Satya dan para penyanyi. Intro lagu denting berbunyi dan kemudian .... " ?Denting yang berbunyi dari dinding kamarku .... Sadarkan diriku dari lamunan panjang ....Tak terasa malam kini semakin larut ....'Ku masih terjaga ....?" Suara para penyanyi bersatu padu, menyanyikan lagu dengan simphoni syahdu. Satu lampu sorot menyala, begitu Rina masuk ke panggung. Dia menari seolah memberi gerakan pada lagu tersebut. "?Sayang, kau di mana aku ingin bersama?... Aku butuh semua untuk tepiskan rindu .... Mungkinkah kau di sana merasa yang sama? ....Seperti dinginku di malam ini...?" Rina membeku dalam tariannya, dan panggung pun gelap kembali. Melodi denting masih berbunyi dari gitar yang dipetik Satya dan lampu masih menyorot cowok itu. Satu lampu lain menyala, menyorot Salsa yang berdiri dipeluk Rina. Rina melepas Salsa, saat gadis itu mulai berpuisi. "Aku lari ke hutan, kemudian menyanyiku Aku lari ke pantai, kemudian teriakku Sepi-sepi dan sendiri Aku benci Aku ingin bingar, Aku mau di pasar!" Salsa membacakannya dengan penuh penghayatan. Sementara Rina menari di belakangnya sebagai penari latar. "Bosan aku dengan penat, dan enyah saja kau pekat seperti berjelaga jika Ku sendiri Pecahkan saja gelasnya biar ramai, biar mengaduh sampai gaduh, Ada malaikat menyulam jaring laba-laba belang di tembok keraton putih, Kenapa tak goyangkan saja loncengnya, biar terdera Atau aku harus lari ke hutan belok ke pantai?" lanjut Salsabila. Setelah puisi usai dibacakan, disambung nyanyian lirik lagu oleh tim paduan suara. " ?Rintik gerimis mengundang kekasih di malam ini ...Kita menari dalam rindu yang indah ... Sepi kurasa hatiku saat ini, oh sayangku ...Jika kau di sini, aku tenang...?" ... bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD