Eleanora Zein - 8

1808 Words
Bubaran kelompok, aku mencari si Nitnot alias Nita untuk pulang bareng ke asrama, Tapi nggak tahu dia ada di kelompok berapa. Duh, lupa gak tanya juga. Akhirnya aku celingukan mencari di seluruh aula asrama putra. Tidak menemukan juga, aku beralih ke ruang tamu yang ada di sebelah aula. Banyak peserta berlalu lalang, tapi Nita tidak juga kutemukan. "Masa dia dia dalem sih?" Aku melongok di ambang pintu, ke dalam asrama putra. Tanpa kusadari, ada yang memperhatikan. "Cari siapa?" Suara rendah dan dalam itu, membuatku terkejut sekaligus terpaku. "Eh, em, anu ... itu ..." Aku bingung menjawabnya. Lantas perlahan berbalik. Benar saja, Kak Yongkie yang bertanya. Dia sudah rapi sekarang. "Mau menyelinap masuk lagi?" tuduhnya padaku. "Nggak, kok, nggaak!* Aku cepat-cepat menggeleng. Dia mencondongkan sedikit tubuhnya, lalu berbisik padaku. "Jangan pernah masuk kandang singa sendirian. Nanti kamu diterkam. Ingat pesan yang sudah kutulis kemarin," nasihatnya. "I-iya kak." Dia pun kembali berdiri tegak "Mana tugas yang kuberikan? Tanda tangan seluruh pengurus asrama," tanyanya kembali. "Ah, iya sebentar," kataku sembari menyerahkan buku tulis bersampul batik itu. "Ini kak." "Sip! Aku bawa dulu, untuk diperiksa." Dia menerima buku itu tanpa ekspresi apa pun, lantas menggulungnya sedemikian rupa. "Jangan sampai kena hukuman lagi," ucapnya seraya menepuk-nepuk kan buku itu ke kepalaku. Setelah puas melakukannya, Kak Yo pun pergi begitu saja. Meninggalkan aku yang terbengong-bengong tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Ah iya, aku baru ingat. Tadi kan rencananya nyari Nita buat pulang ke asrama putri. Sudahlah, aku.langsung balik saja, dari pada di sarang macan sendirian. Hiiii * Tepat pukul satu, peserta orientasi yang tergabung dalam kelompok tiga sudah berkumpul di teras Dome seperti perintah bang Ejik. Tidak seperti tadi pagi yang mengenakan jas almamater, kini semuanya memakai baju bebas. Termasuk diriku yang mengenakan kaos oblong warna kuning lengan pendek, dengan celana training hitam. Oh iya, kelompok lain tidak ada yang datang latihan siang ini. Kata Nita, yang ternyata tadi sudah pulang duluan, kelompoknya latihan setelah ashar. Jadi sementara aku latihan ini, dia malah sedang tidur siang. Nyebelin banget! "Ayo kumpul-kumpul!" panggil Bang Ejik. Cowok yang mengenakan kaos oblong hitam dan juga jeans hitam itu makin terlihat eksotis dengan rambut gondrong yang tidak diikat, dan kulit rada-rada gelap. Mirip rocker yang berpenampilan gothic Semua peserta kelompok tiga, duduk bersila mengelilingii Bang Ejik di tengah teras. Kebetulan di sebelah kiriku ada Salsabila yang membawa secarik kertas. Sepertinya itu puisi yang akan dia baca. Sementara di sebelah kananku ada si Rina, penari yang akan memvisualisasikan lagu DENTING. Beberapa teman lain juga membawa kertas contekan lagu. Di seberang sana, terlihat Satya yang sedang membawa gitar. Di sebelahnya ada Suneo. Dia terlihat sedikit keren dengan kaos oblong warna putih dan juga celana jeans. Eh, wait! Aku bilang dia keren? Ish! Eh tapi, kalau dilihat-lihat, walau agak berantakan, dia cukup menarik sih "Oke terima kasih banyak atas kedatangan kalian," kata Bang Ejik membuka sesi latihan dan sekaligus mengalihkan perhatianku dari Suneo. "Saya salut, pada datang tepat waktu. Rupanya adik-adik kelompok tiga ini sangat bersemangat ya, Bagus!" pujinya sembari bertepuk tangan. Kami pun ikut bertepuk tangan. "Baiklah langsung aja kita mulai sesi latihan nya. Sebelum itu marilah kita berdoa menurut kepercayaan masing-masing, agar sesi latihan ini berjalan lancar. Berdoa, silakan," kata Bang Ejik. Kami pun serentak menundukkan kepala untuk berdoa. "Berdoa selesai," ujar Bang Ejik mengakhiri sesi doa beberapa saat kemudian. " Saya harap dalam sesi latihan ini kita semua serius. Biar nanti setelah ashar kita bisa istirahat sampai menjelang acara nanti malam. Oke?" "Oke!" jawab kami serempak. "Sip!" Bang Ejik pun berdiri. "Jadi anggap saja teras ini sebagai panggung, entrancenya di sudut kiri dan kana.. Silakan ke posisi masing-masing!" kata Bang Ejik lagi. Aku segera melipir ke satu sudut, bersama Rina. Sementara itu, lima penyanyi paduan suara berdiri di sisi panggung, berderet dua orang di depan dan tiga di belakang. Di depan mereka ada Satya yang duduk membawa gitar. Jadi kalau dilihat dari atas, formasinya bagus, seperti gambar WiFi. Salsabila sebagai pembaca puisi, berdiri di sisi yang lain, sendirian. "Oke sesuai urutannya, aku bacakan ya," ujar bang Ejik. " Anggap saja saat ini, lampu dimatikan, semua sudah pada posisi. Intro lagu denting dimainkan menggunakan gitarnya Satya. Begitu lampu nyala, Rina langsung masuk, menari bersama lirik lagu. Setelah lagu sampai reff, Rina minggir, lampu sorot pindah ke Salsa yang baca puisi. Setelah puisi usai, Rina masuk lagi, diiringi transisi ke lagu Ada apa dengan cinta. Sampai Reff, Barulah Nino masuk dikejar Nora pakai seragam abu-abu putih. Ada dialog di situ, intinya Cinta suka puisi buatan Rangga, yang dibacakan Salsabila. Lalu dia minta dibuatkan juga. Intro lagi lagu Ada Apa Dengan Cinta, Rina masuk, mereka keluar. Nanti Salsa bertindak sebagai narator juga, bilang: 'beberapa bulan kemudian Cinta dan Rangga bersahabat hingga kuliah'. Cinta ganti kostum gaul. Adegannya, Cinta lagi lihat aplikasi t****k. Kiss your best friend. Begron lagu denting bunyi, Rina menari di sekitar Cinta. Lalu Cinta monolog mau coba challenge itu ke Rangga. Begitu selesai denting, ganti Lagu AADC. Cinta keluar panggung. Ganti Rangga masuk panggung pakai baju bebas. Adegannya Rangga monolog kalau janjian sama Cinta. Tiba-tiba Cinta datang, dan ngajakin tik tokan. Habis itu cinta coba challenge itu dan ditolak. Rangga n cinta membeku pada posisi itu. Diputerin lagu FRIEND, selesai." Kami semua mendnegarkan dengan saksama penjelasan Bang Ejik. "Untuk dialognya, kalian free saja, yang penting pas. Biar nggak usah ngapalin," kata Bang Ejik padaku dan Nino. "Oke, Bang!" jawab Nino. "Sip! Mari kita mulai!" Take satu, maklumlah masih awal jadi sangat berantakan. Penyanyinya banyak yang masih belum hafal lagu denting sama AADC. Salsabila juga belum hafal puisi. Akhirnya sama Kak Eros kami disuruh bawa catatan saja nanti malam, dari pada lupa. Break sebentar, aku dan Nino melihat video yang dimaksud Bang Ejik. Maklumlah aku nggak pernah pakai Tik Tok, jadi agak gak paham itu challenge modelny gimana. "Astagaaaaaa! Ini mah lebih parah dari pada AADC!" celetukku. "Kan cuma akting Ra," celetuk Nino. "Akting gundulmu! Masa juga aku harus niat cium kamu? Ogah!" tolakku. "Udah, jangan bertengkar!" kata Bang Ejik menengahi. "Gak! Aku gak mau," kataku. Sumpah beneran. Ini kegiatan paling gak mutu yang pernah aku lakukan dalam hidupku. Jika saja boleh memilih untuk tidak melakukannya .... "Ra, jangan ngambek. Nggak harus persis ini juga kali. Kamu cuma perlu narik Nino mendekat aja, ntar kan dia nolak," kata Bang Ejik. "Tapi kan, kayak aku cewek apaan gitu," tolakku. " Cewek jadi-jadian," celetuk Nino. Aku spontan menonjok lengannya. "Hati-hati ya kalau ngomong!" sergahku pada Nino. Di pun terdiam. "Pokoknya aku nggak mau, mending tuker jadi penyanyi aja," protesku pada Bang Ejik. "Nggaaaak, kamu aja!" jawab para penyanyi. "Hadeeehh!" "Sudah, sudah. Kalau mau lulus Orientasi, kamu harus mau. Kalau nggak, ya sudah," tukas Bang Ejik lagi, mengandung ancaman. Aku pun tidak berkutik. "Oke, kita latihan lagi ya?" bujuknya. Aku terpaksa mengangguk. "Take dua, and .... action!" ujar Bang Ejik memberi aba-aba. Akhirnya mau tidak mau, aku menurut saja dengan ogah-ogahan. Grup lagu udah mulai kompak. Salsabila juga oke. Rina pun sangat gemulai menari ala balerina modern. Pas adegan lagi nonton tik tok, aku sama sekali nggak niat. "Yang serius dong, Ra!" tegur Rina. "Iya, iya!" Bawel, umpatku dalam hati. Demi apa coba aku mau ikutan kayak gini? Iya, iya, demi beasiswa. Oke, baiklah, mari kita lakukan yang terbaik nanti malam. Nino pun melakukannya juga tidak serius amat. Jadi okelah kita berdua. "Mana ekspresinya!" celetuk Satya. "Lu kalau banyak bacot, coba sini gantian lu yang akting. Kita tukar tempat aja!" jawab Nino yang langsung membuat Satya terdiam. Good job Nino! Hehehehe. Take dua sudah lumayan tertata. Kami break lagi untuk istirahat sebentar. Kak Eros memberi pengarahan mana yang kurang dan perlu diperbaiki. Tangan Satya capek. Jadi untuk Take tiga Bang Ejik yang gantian main gitar. Buset! Orang ini keren amat yak! Penjiwaannya itu loh, gila! Iya, Bang Ejik, si cowok gondrong itu main gitar! Mirip Shawn Mendez banget kalau gini! Serius! Pengen banget acak-acakan tuh rambut ikal, saking gemesnya. Aku sampe ga berkedip. Misal dinyanyiin sama gitar lagu cinta, kayaknya bakal meleleh akutu. Eh! Sadar Nora! Sadaarrr! Aku mengingatkan diriku sendiei. "Hei, Ra! waktunya kamu masuk panggung!" teriak Nino mengingatkan. "Eh iya!" Tuh kan sampai lupa akutu. "Cut-cut! Ulang!" kata Satya yang gantiin Bang Ejik jadi sutradara. Bawelan dia malahan, hadeehh. "Kamu kenapa bengong sih, Ra?" tanya Bang Ejik. "Eh, nggak. Anu itu, terpesona Ama Bang Ejik yang lagi gitaran. Menjiwai banget," jawabku. "Hehehehe," responnya. "Dia kaan anak teater, Ra. Actingnya juga sip," sahut Nino sok tahu. "Pantes!"jawabku. "Oke, kita ulang lagi ya?" kata Satya, sambil bertepuk tangan. "Take Four .... And action!" Kali ini, aku gak boleh Meleng lagi, qiqiqiqi. * Tidak terasa, suara azan ashar terdengar, saat kami selesai latihan take 6. Hampir semua sudah hapal dengan peran masing-masing. Termasuk juga aku dan Nino. Walau dialognya bebas, lumayan nyambunglah dan gak banyak salah lagi urutannya. Kelihatannya Bang Ejik juga puas melihat perkembangan kami. "Oke, latihannya sampai di sini dulu. Gimana dengan kostum kita?" tanya Bang Ejik. "Aku pakai hitam-hitam aja, sama kayak paduan suara," kata Satya. "Sip, lalu Rina, Salsa?" timpal Bang Ejik. "Pengen pakai hitam juga," sahut Salsa pembaca puisi. "Jangan, putih-putih aja kamu, biar kelihatan beda," timpal Satya. "Waduh! Ntar kaya Kunti dong," sahut Salsa. "Yang penting kakinya kan nginjek tanah," sahut Nino, yang disambut tawa semua orang. "Oke, putih," ujar Salsa. "Aku ada kostum nari, basednya hitam, cuma ornamennya aja yang silver gitu. Jadi biar kelihatan menyala," sambung Rina. "Good!" jawab Bang Ejik, laku bwralih pada kami. "Kostum seragam SMA nya gimana?" tanyanya. "Aku dah ada, pinjem anak-anak, ga harus seragam beneran kan. Celana abu kemeja putih kan?" jawab Nino. "Iya. Gitu aja cukup. Kamu Gimana? Rok abu-abu?" tanyanya padaku. "Emmm, blom ada bang. Nanti deh aku cari," kataku bingung. "Yah, acaranya udah bantu malam, Ra. Apa aku pinjemin ke adiknya Bang Yo aja, dia masih SMA," ujar Bang Ejik. "Kecuali ukurannya ga muat," timpal Suneo sembari meneliti tubuhku. "Eh, liatnya ga usah gitu juga kali!" semprotku. Dia cuma nyengir kuda. Dasar cowok! Matanya minta diolesi balsem emang. "Udah, udah, ntar kamu ikut aku Ra," kata Bang Ejik lagi, membuatku tidak lagi menggubris si Nino. "Oke!" jawabku sebal. Kenapa sih, dia rese terus gini? Pokoknya, setelah urusan orientasi selesai, aku nggak mau lagi ngelihat dia. Ilfeeel banget! "Aku harap semuanya serius untuk acara malam ini. Semoga sukses semua, dan kita kumpul habis maghrib, untuk gladi bersih sebelum tampil," kata Kak Eros menutup acara latihan kami sore ini. "Makasih semua!" ujar Satya. Setelah itu, kami pun membubarkan diri. Kecuali aku yang masih berdiam diri bareng Bang Ejik. "Aku tadi udah ngomong sama Bang Yo, buat pinjem seragam adiknya. Dianterin habis ashar katanya. Kamu nanti ambil ya, kalau sudah di WA," katanya. "Oke Bang!" jawabku singkat. "Sip, aku balik dulu ya," katanya. "Iya Bang, ati-ati. Eh, bang Ejik, kapan-kapan gitaran lagi ya, keren banget!" pujiku. "Kamu, itu, biasa saja kok!" Lantas dia mengacak rambutku tanpa permisi. "Eh, jangan pegang-pegang!" Aku menghindar. Dia tersenyum sambil berbalik pergi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD