"Aku mau kamu, Be!" pinta Juna serak. Sejak dari sekolah tadi ia sudah menahan diri mati-matian agar tidak menerkam Diva. Otak mesumnya bahkan meminta Juna untuk menyeret Diva ke toilet di lantai dua atau gudang kosong tak terpakai di belakang sekolah. Namun, otak warasnya selalu melarang. Beruntung ia masih dapat mempertahankan akal sehat, meski tubuhnya bergetar. Namun, ia tidak akan menyentuh Diva kalau gadis itu tidak mengizinkannya. "Tapi, 'kan, sakit," cicit Diva. Dia masih ingat bagaimana pertama kali Juna kecil memasukinya. Juna menggeleng kuat. Bukan hanya untuk membantah perkataan Diva, terapi juga untuk mengusir pening yang semakin menjadi. "Nggak sakit lagi," ucap Juna dengan suara semakin parau. "Aku bakalan pelan-pelan kayak kemaren." Ia berusaha membujuk. Sementara s