Bab 7 Sudah bukan Suaminya Lagi

1482 Words
Keesokan paginya, Gael bangun dari tidurnya dengan perasaan kacau balau. Tidurnya sangat tidak nyenyak gara-gara kejadian kemarin. Dia tidak menyangka istrinya yang terlihat penurut dan biasa itu akan menjungkirbalikkan dunianya. Tentu saja apa yang terjadi pada rapat pemegang saham tidak langsung diberitahukan kepada keluarganya. Dia bisa mati berdiri karena malu! Gael mengira kalau ketenangan Briana yang sedang memberontak akhirnya mencapai titik jenuh dan akan menyerah. Tapi, dia malah melempar bom langsung ke wajahnya! “Apa? Kamu salah mengenali huruf i kapital dan angka 1? Apa kamu bodoh?! Bagaimana bisa hal sekonyol itu terjadi?! Kamu pikir pelat nomor yang sama ada berapa banyak di dunia ini?!” bentaknya melalui sambungan telepon. Ketua preman yang gugup menjawab. “Ma-maaf, Tuan muda! Jayadi Kuncoro ternyata selalu ikut-ikutan dengan apa yang Raizen Sinclair miliki. Termasuk menyamakan nomor kendaraan mereka. Ditambah lagi, pencahayaan di jalan itu kurang bagus. Ada satu lampu yang rusak, makanya ….” “CUKUP! Aku tidak mau dengar lagi! Kalian benar-benar tidak bisa diandalkan!” Setelah sebulan lebih, dia akhirnya mengetahui penyebab kenapa dia sampai salah paham dengan Briana. Jayadi Kuncoro adalah pebisnis tua yang sangat memuji Raizen Sinclair dalam segala hal. Tidak menyangka dia akan meniru banyak hal darinya agar terlihat memiliki aura yang sama sampai-sampai memesan nomor kendaraan khusus. Gael ingin sekali membanting ponselnya ke lantai, tapi dia hanya bisa menghela napas berat begitu melihat panggilan lain terlihat di layar. “Ada apa?” tanyanya muram. Danira menjawab dengan nada lugu.” Gael, aku kesakitan. Dokter baru saja melakukan cuci darah kepadaku. Ruangan dialisis itu sangat dingin, apakah kamu mau datang memelukku sebentar saja?” “Baiklah. Satu jam lagi aku akan ke sana. Dengarkan kata dokter jika kamu ingin segera sembuh.” “Um. Baik. Terima kasih, Gael. Kamu memang sangat perhatian kepadaku. Aku sangat bersyukur masih ada yang peduli denganku di dunia ini.” “Ya. Tentu saja. Tidak masalah,” balasnya dengan wajah semakin muram. Gael merasa kepalanya mau meledak hebat. Tidak cukup dengan Briana memporak-porandakan dunianya, kini Danira harus segera mendapat ginjal baru secepat mungkin. Sangat sulit baginya yang seorang seniman aktif harus melakukan cuci darah seumur hidup, bukan? Kenapa Briana begitu pelit? Hanya satu ginjal, maka mereka semua bisa hidup dengan tenang kembali. Dia telah berjanji akan mengumumkan pernikahan rahasia mereka ke publik. Bahkan, dia juga sudah bertekad untuk mencoba menjalin hubungan yang layak seperti suami istri pada umumnya. Apa lagi yang dia inginkan agar menyerah dan berhenti membuat keributan terus? Apa yang membuatnya tidak puas? Gael meraung marah, melempar ponsel ke atas kasur dan berjalan cepat menuju kamar mandi. Dia butuh menyegarkan diri dan isi kepalanya! Memaksa Briana seperti dulu untuk melakukan operasi hanya akan membuatnya semakin menjauh dan memberontak. Dia bahkan mendapat dukungan dari Raizen sialan itu! Entah kenapa, dia sangat ketakutan Briana akan benar-benar pergi dari hidupnya. “Berengsek!” umpatnya ketika memasuki kamar mandi. Hatinya benar-benar putus asa dan kebingungan. *** “Mengundurkan diri? Kenapa aku tidak tahu? Bukankah harus mendapat persetujuanku terlebih dahulu sebelum melakukannya?” tanya Raizen dingin kepada manager yang membawahi Briana. Pria tua itu gemetar gugup melihat ketidaksukaan muncul di wajah tampannya. “Ma-maaf, Tuan Sinclair. Anda terlalu sering ke luar negeri. Bukankah Anda melimpahkan sebagian besar keputusan kepada COO Albert? Dia yang menyetujui pengunduran nona Briana saat itu.” Raizen seketika sakit kepala mendengarnya. Tangan kanan memijat pelipisnya yang berdenyut. “Panggilkan COO Albert kemari.” “Ba-baik, Pak!” Tidak lama kemudian. Albert Felix datang ke ruangan. “Aku dengar kamu tidak setuju dengan pengunduran diri Briana Aldamar. Tidak biasanya kamu perhatian seperti itu. Apa ada sesuatu yang tidak aku ketahui?” Raizen mengerutkan kening dalam. “Dia adalah karyawan teladan dan sangat setia. Kenapa tiba-tiba ingin berhenti? Aku baru memberinya bonus besar setelah penjualannya meningkat. Apakah dia mendapat perlakuan tidak menyenangkan di tempatnya bekerja?” Albert terkekeh geli, duduk di tepi meja sambil memainkan pulpen di tangan. “Jangan marah dulu. Katanya, dia resign karena masalah pribadi. Ada yang membuatnya tidak bisa fokus bekerja. Karena takut mengacau, lebih baik dia mundur saja. Aku pikir itu alasan yang bagus dan masuk akal. Rekan kerjanya bilang dia memang sering kehilangan fokus beberapa hari sebelum resign.” Sering kehilangan fokus? Apakah karena masalah suaminya? Gael mempersulit Briana selama dia sibuk melakukan perjalanan bisnis? Bukankah sekretaris pribadinya melapor kalau tidak ada masalah dalam pekerjaan wanita itu? Kenapa informasi ini luput dari perhatiannya? “Hei, Aizen, kamu tertarik kepadanya? Dia cupu sekali, loh! Tidak secantik wanita yang selalu berada di sekitarmu.” “Ini adalah tempat kerja. Jangan panggil aku Aizen,” balasnya dingin. Albert mengedikkan bahunya malas. Aizen adalah panggilan kecil dari Raizen, hanya orang tertentu saja yang boleh memanggilnya demikian. Dia heran kenapa harus seperti itu. Temannya itu benar-benar aneh! Setelah Albert meninggalkan ruangan. Raizen menatap layar ponselnya. Nomor kontak Briana tertera di layar. “Apakah proses perceraiannya bermasalah? Kenapa dia tidak meminta bantuanku lagi? Apa skandal itu membuatnya tidak enak hati?” Briana mengirim pesan permintaan maaf dan mengirim hadiah ke kantornya sebagai ketulusan hatinya. Apakah dengan resign dari perusahaan adalah salah satu bentuk untuk tidak merepotkannya lagi? Tapi, Raizen sangat suka ketika wanita itu meminta bantuannya. Raizen tersenyum kecil menahan tawa geli di bibirnya. “Aneh, kenapa aku merasa seperti simpanan yang ingin menyenangkan tuannya setiap waktu?” gumam Raizen di dalam hati. *** Di akhir pekan, Briana memenuhi janjinya untuk pulang ke mansion keluarganya setelah 3 tahun berlalu. Mobil yang dikendarai oleh Briana melesat melewati jalanan panjang mansion dengan pemandangan taman bunga yang sangat indah di kedua sisi jalan. “Nona, selamat datang kembali! Ayah Anda sudah menunggu Anda di ruang kerja,” ucap seorang butler tua yang berdiri di teras mansion, megah dan sangat besar. Briana mengangguk, tersenyum kecil. “Lama tidak bertemu, Phillipe.” “Putriku! Oh, Putriku! Akhirnya kamu kembali!” teriak ibu Briana yang berjalan menuruni tangga. Suaminya sungguh kejam tidak boleh mencaritahu tentang putri mereka! Benar-benar sangat menyebalkan! Briana segera menyambut pelukan hangat ibunya. Mereka berbicara sebentar meluapkan rasa rindu masing-masing sampai akhir Briana menyadari sedikit perubahan suasana di mansion mereka. “Ke mana kedua kakakku?” Ibu Briana, Fiona Madava menjawab dengan sedikit kesal. “Mereka diberikan banyak sekali pekerjaan penting. Jangan khawatir, nanti mereka akan kembali.” Briana tersenyum kecut. Kedua kakaknya sangat memanjakannya, tapi karena kemurkaan ayahnya, Briana harus memotong semua hubungan dengan mereka semua. Entah bagaimana saat mereka bertemu kembali. Fiona mengecup puncak kepala putrinya sebelum dia menyuruhnya bertemu ayahnya. “Jangan terlalu tegang. Ayahmu juga mulai melunak selama ini. Dia tidak sekejam dulu.” Briana mengangguk kecil, lalu mengetuk pintu ruang kerja. “Ayah?” ucapnya berbisik begitu melihat sesosok pria kokoh berdiri di depan jendela dari lantai ke langit-langit. “Putriku? Masuklah,” balasnya ketika berbalik. Tiga tahun tidak bertemu, Briana cukup kaget melihat perubahan ayahnya. Dia masih tajam dan kuat seperti dulu, tapi sepertinya dia agak kurusan. “Aku tahu aku salah. Bolehkah kita segera membahas proyek yang ayah katakan kepadaku? Aku akan berusaha sebaik mungkin menunjukkan kemampuanku di masa depan.” Mendengar keseriusan putrinya, Harviz Aldamar mengangguk dengan sedikit canggung. Di dalam hatinya, sebenarnya dia sangat merindukan putrinya. Dia cuma pura-pura terlihat dingin dan kejam, tapi sebenarnya air mata sudah ingin merebak. Tiga tahun dia mengabaikannya, tiga tahun pula dia mendengar banyak hal buruk dalam pernikahan putrinya. Tapi, dia berpikir kalau Briana harus mengalaminya sendiri agar tahu betapa salahnya dia dalam memilih pasangan. Hanya saja, dia tidak tahu mengenai perbuatan Gael yang sudah memaksanya ingin memberikan ginjalnya kepada Danira. Untuk satu itu, detektif swasta sewaannya selama ini masih ragu-ragu untuk memberitahunya karena sangat tahu bagaimana sifat pria tua itu ketika sedang marah besar. Selama hampir satu jam, ayah dan anak itu membahas banyak hal mengenai pekerjaan. Tidak terlihat kalau mereka baru bertemu setelah 3 tahun dan mengalami perang dingin. “Raizen Sinclair sangat sulit dihadapi. Dia orang yang sangat teliti dan perhitungan. Sedikit saja membuatnya tidak puas, dia akan membuatmu dalam tekanan luar biasa. Aku tidak akan membantumu dengan latar belakang keluarga Aldamar. Sesuai kesepakatan, rahasiakan siapa dirimu dan mulailah dari bawah.” “Baik, Ayah. Aku tidak keberatan sama sekali.” Harviz mengerutkan kening ragu. “Bagaimana dengan masalah suamimu?” “Mantan suami, Ayah. Dia sudah bukan suamiku lagi,” balas Briana dingin, sangat benci membahas pria sialan itu. Harvis mengelus dagunya pelan, “Kalian belum resmi bercerai, kan? Aku dengar dia mempersulitmu. Ehem… jangan salah. Aku tidak sepenuhnya menelantarkan putriku sendiri. Ada banyak telinga yang mewakiliku di luar sana.” Briana terkekeh kecil melihat ayahnya yang sedikit canggung dan salah tingkah. “Ya. Dia tidak mau bercerai. Tapi, bagiku dia sudah aku anggap sebagai mantan suami. Pria sampah seperti itu tidak pantas disebut sebagai suami. Aku benar, kan, Ayah?” Harviz tersenyum bangga. “Tidak ada kata terlambat untuk memulai kembali, Putriku.” Briana tersenyum lebar mendengar ucapan ayahnya. Sepertinya, dia bisa merasakan masa depan yang lebih cerah dan bahagia setelah lepas dari suami yang tidak bisa diandalkan itu!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD