Bittersweet 04

1138 Words
Minggu pagi. Seoah baru saja terbangun langsung menoleh saat ponsel yang ada di atas nakas bergetar. Pesan dari Minkyu. Oh, hampir saja lupa. Keduanya memang telah bertukar nomor ponsel kemarin, dan pagi ini pria itu berjanji akan membawanya ke suatu tempat untuk bersenang-senang. "Selamat pagi, cantik," tulisnya dalam badan pesan. Seoah terkekeh. Ia mulai membiasakan diri untuk mendengar kata-kata manis dari Minkyu. "Pagi-pagi sudah menggombal." "Aku serius. Kau sudah siap? Biar ku jemput." Rupanya pria itu tengah online, ia cukup fast respon. "Aku akan mandi dulu. Tidak perlu, kita bertemu saja di tempat kemarin." Setelah membalas pesan si pria Kim. Seoah segera bergegas untuk membersihkan diri, entah mengapa ia begitu exited untuk hari ini. Tidak ada yang istimewa. Seoah hanya mengenakan kaos pendek berwarna putih polos yang ia padukan dengan celana jeans juga sneakers berwarna serupa. Rambutnya sengaja ia gerai dengan poni tirai yang menutupi area dahi. Ia juga membawa sebuah ransel kecil yang tersampir apik di punggungnya. Seoah berjalan menuruni anak tangga. Ia bergumam lirih sebelum langkahnya terhenti karena panggilan Seoyeoon dari arah meja makan. "Mau ke mana?" Seoah menoleh. Ia tersenyum tipis ke arah sang kakak dan menjawab. "Bertemu teman." Oh, tentu Seoah tidak ingin berlama-lama bersikap dingin. Setelah dipikir lagi, ia merasa sudah agak keterlaluan semalam. Ya, meski di sisi lain ia masih coba untuk menyembuhkan diri, tapi setidaknya ia harus mengubah sedikit sikapnya terhadap Seoyeoon. "Tidak sarapan dulu?" "Aku akan makan di luar saja. Aku pergi!" Setelah berpamitan, Seoah segera melaju meninggalkan rumah dengan mobilnya. Butuh sekitar lima belas menit untuknya tiba di pinggir laut. Ia turun dari mobil dan melihat ke sana, ke mari. Mencari keberadaan Kim Minkyu. Cukup mudah sebenarnya untuk menemukan pria itu. Tinggi badan yang mencolok membuatnya cukup mudah untuk ditemukan. "Wah!" Keduanya saling menunjuk ke arah satu sama lain dan tertawa. Pakaian yang dikenakan Minkyu hari itu tampak selaras dengan apa yang dikenakan Seoah. Ia mengenakan kemeja putih polos yang ia masukan sebagian ke dalam celananya. Ia juga mengenakan topi berwarna biru. Mereka terlihat seperti pasangan couple. "Pakaian kita mirip, apa ini pertanda berjodoh?" ucap Minkyu terkekeh. Seoah hanya terkekeh, ia memukul pelan lengan si pria. "Mau ke mana kita hari ini?" "Memancing!" Seoah menganga. Ia tidak salah dengar kan? Memancing? Yang benar saja! "Kau serius kita akan memancing?" tanya Seoah masih tidak percaya. Minkyu mengangguk semangat. Pria itu terlihat begitu antusias. "Kau tunggulah di sini. Aku akan mengambil peralatannya dulu." Tanpa menunggu jawaban Seoah, Kim Minkyu segera berlari meninggalkan gadis itu yang hanya bisa menghela napas. Ia menggeleng kecil dan tersenyum tipis. Entah mengapa ia merasa sikap Minkyu begitu lucu. Saat ini keduanya sudah ada di pinggiran laut. Lebih tepatnya di bebatuan dengan masing-masing di tangan mereka ada satu alat pancing. "Kau yakin kita akan dapat ikan?" Seoah bertanya tidak yakin. Bukannya apa, tempat keduanya memancing saat ini bisa dibilang tidak strategis. Debur ombak masih terlalu keras meski tidak berbahaya, agak sulit untuk berpikir jika mereka akan mendapatkan ikan dengan segera. "Tenang saja, kau bisa percaya padaku. Kita akan segera mendapatkan ikan," kata Minkyu percaya diri. Kenyataan tidak selalu seperti apa yang direncanakan. Kiranya kata itulah yang cocok menggambarkan keadaan Seoah dan Minkyu saat ini. Sudah hampir setengah jam keduanya duduk di sana menunggu ikan memakan umpan, namun tidak ada satupun ikan yang kunjung mereka tangkap. Membuat Seoah menghela napas entah yang keberapa kali. 'Apanya yang bersenang-senang? Aku malah merasa semakin bosan,' keluh Seoah dalam hati. Tentu ia tidak tega mengatakannya langsung di depan Minkyu. "Kau lelah tidak?" pria itu berkata tanpa menoleh. "Sejujurnya iya. Aku juga lapar," sahut Seoah sambil meraba perutnya sendiri. "Kita sudahi saja yuk memancingnya. Sebagai gantinya, aku akan memasakkan mu mie soba yang sangat enak." Alis Seoah memicing. "Memangnya kau bisa memasak?" Minkyu mendengekus. Ia menyentil dahi Seoah pelan. "Jangan meremehkan ku, nona. Kau bahkan sudah merasakannya sendri kemarin." Mengingat. Kemarin dirinya hanya memakan teokpokki, atau jangan-jangan?! "Sudah ingat sekarang? Nah, ayo kita ke kedai. Aku sudah lapar." Seoah menatap punggung Minkyu yang sudah berjalan di depannya. Pria yang unik, batinnya. Menunggu. Gadis itu hanya diam memperhatikan sekitar, tidak lama kemudian muncul kepala Minkyu dari sela pintu yang menghubungkan antara dapur dan tempat para pengunjung. "Mau membantu ku tidak? Daripada bosan menunggu," katanya. Tanpa berpikir dua kali, Seoah mengangguk. Ia menghampiri pria dengan celemek berwarna abu itu. "Apa yang bisa ku bantu?" "Tolong bantu rebus mie nya," sahut Minkyu yang sudah mulai sibuk memotong beberapa sayuran seperti lobak dan wortel. "Berapa lama aku harus merebusnya?" "Lima menit cukup. Setelah itu kau bisa duduk di sana," katanya menunjuk sebuah bangku dengan dagu. Seoah melakukan tugasnya dengan baik, ia juga menuruti saran Minkyu untuk mencuci mie yang telah direbus dengan air dingin agar lebih kenyal. "Apa lagi yang bisa ku lakukan?" tanya nya. "Duduk di sana dan semangati aku, nona manis," jawab Minkyu sambil mengedipkan satu mata. Membuat Seoah yang melihatnya jadi terngaga. Pria ini benar-benar. Menurut, Seoah duduk di satu kursi yang tidak jauh dari tempat Minkyu berada. Ia memperhatikan bagaimana pria itu dengan lihai memainkan pisau, memotong beberapa sayur juga meracik bumbu-bumbu yang diperlukan. Tanpa sadar Seoah tersenyum, sejak dulu ia memang suka pada laki-laki yang bisa memasak. "Kau suka pedas tidak?" tanya Minkyu memecah lamunan Seoah. "Tidak terlalu." Minkyu mengangguk. Ia kembali berkutat pada bahan makanan di depannya dan sesekali mengobrol kecil dengan Seoah atau meminta gadis itu untuk menyemangati nya. "Semangati aku dong," katanya. "Kau hanya memasak mie soba dingin, bukannya bermain basket atau sejenisnya. Kenapa harus diberi semangat?" Wajah Minkyu merengut, ia memajukan bibirnya dan membuat ekspresi sedih yang dibuat-buat. Membuat Seoah yang melihatnya terperangah sejenak sebelum kemudian terkekeh. "Baiklah-baiklah. Semangat Kim Minkyu," ucapnya dengan tangan mengepal. "Terima kasih, cantik!" sahutnya riang. Beberapa saat kemudian dua mangkuk mie soba dingin telah tersaji di meja. Lengkap dengan beberapa side dish lainnya. "Masih terlalu pagi untuk makan pedas, jadi sengaja ku buat tidak pedas," kata Minkyu. Pria ini suka sekali tersenyum. Seoah mencicipi sedikit hasil masakan Minkyu. Ia mulai menyendok kuah dengan campuran air es itu sedikit. "Bagaimana?" tanya nya antusias. Sengaja. Seoah memasang wajah berpikir, ia menatap pria di hadapannya dengan tampang kurang meyakinkan. "Kurang enak ya? Padahal ini menu paling banyak disukai di sini," katanya lesu. Melihat bagaimana wajah merengut Minkyu yang tampak seperti anak anjing menggemaskan, membuat Seoah tidak tahan untuk tertawa. Ia benar-benar terlihat begitu imut. "Kenapa tertawa?" Seoah hanya menggeleng, ia secara reflek memajukan tubuhnya. Sebelah tangannya terulur, mencubit pipi Minkyu yang langsung saja membuat pria itu terdiam seperti beku. "Lucunya," ucap Seoah tanpa sadar. Beberapa detik kemudian, seolah tersadar dengan apa yang dilakukan Seoah segera menarik tangannya kembali. "Maaf," katanya tergagap. Sementara Minkyu masih saja terdiam. Ia memegangi pipi kanannya yang baru saja dicubit oleh Seoah. "Yoon Seoah." Panggilan itu membuat si empunya nama menoleh. Bukan, panggilan itu bukan berasal dari Kim Minkyu. Melainkan dari seorang pria yang berdiri mematung di ambang pintu kedai. "Wonshik Oppa?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD