Kenyataan

1195 Words
Ningsih berjalan mengendap-endap, khawatir orang itu memergokinya dan berbuat jahat. Ketika sudah agak menjauhi kali, terdengar seseorang memanggilnya, "Mbak Ningsih!" Ia mengenal suara itu, suara Bagas. Ia menoleh dan mendapati Bagas sudah dekat dengan berjalan cepat. "Mbak Ningsih sore-sore di kali ngapain? Sepi lagi." Bagas tampak khawatir, ia meletakkan keranjang berisi beberapa ekor ikan. "Kang Bagas? ada di kali juga?" Ningsih bertanya heran, pemuda tampan dan bersih itu ternyata mau juga menangkap ikan. Bagas memang lebih banyak menghabiskan waktu di kota untuk belajar, ia hanya sesekali pulang saat liburan atau untuk urusan penting. "Iya, tadi sama Mas No, tapi dia sudah pulang. Mbak Ningsih lagi sedih, ya? Tuh matanya sembab gitu." Bagas mengamati wajah Ningsih membuat wanita itu salah tingkah. "Ah, nggak apa-apa, kok cuman sedih aja, Mas Danu nggak jadi pulang. Jadi ya, aku jalan-jalan buat menghibur." Bagas mengangguk-angguk, "kasian Mbak Ningsih, mudah-mudahan Kang Danu bisa pulang secepatnya, siapa tau dekat lebaran nanti ada jadwal penerbangan lagi." Ia menghibur. "Iya, aku duluan ya, Kang." Ningsih pamit lebih dulu, ia tidak ingin menimbulkan gosip baru di kampungnya atas kedekatannya dengan Bagas. Para ibu yang memergoki pasti tidak akan melewatkan membuat berita heboh baru. "Mmm, ini ikan buat Mbak Ningsih aja, itung-itung buat menghibur. Nggak banyak sih, tapi lumayanlah besar-besar." Bagas menyodorkan keranjang ikannya pada Ningsih. Dengan tidak enak hati Ningsih menerima keranjang itu. "Makasih, Kang." Bagas tersenyum simpul. Ningsih segera berlalu meninggalkan Bagas. Sambil jalan ia mengamati keranjang ikan di tangannya. "Mau diapakan ikan ini? Di rumah banyak banget makanan," gumam Ningsih merasa bingung. Sesampainya di rumah, ia membersihkan ikan-ikan pemberian Bagas, lalu menyimpannya di kulkas. Adzan Maghrib berkumandang, Ningsih bergegas mengambil air wudhu, lalu shalat dengan khusyuk. "Ya Allah, aku mohon ampun atas segala dosa-dosaku. Aku hanya berharap Mas Danu cepat pulang, aku kangen banget sama dia, Ya Allaaah." Isak tangis Ningsih kembali pecah, hanyut dalam harapan-harapan bersama lantunan doa yang sudah tersamar akibat isakan. Hingga selesai waktu isya barulah Ningsih beranjak dari sajadahnya. Ia merasa lebih tenang setelah mencurahkan segala keluh kesahnya pada Sang Pencipta. Memang, keluh kesah yang dicurahkan akan memberikan efek positif dari pada dipendam, apalagi jika curhatnya ke Allah langsung, efek positifnya lebih terasa dan menyejukkan. *** Pagi-pagi sekali pintu rumah Ningsih sudah diketuk oleh seseorang. Dengan terburu-buru Ningsih memasang jilbabnya sambil berjalan. Ia membuka pintu, pandangannya kembali dikejutkan dengan sosok Bagas yang berdiri di depan pintu membawa plastik hitam entah berisi apa. "Maaf mengganggu pagi-pagi, Mbak. Kemarin aku liat Mbak Ningsih sedih benget jadi aku bawain buku-buku bacaan supaya terhibur." Bagas menyodorkan plastik yang dibawanya. "Aduh, nggak usah repot-repot, Kang, aku nggak apa-apa, kok." Dengan sungkan Ningsih menerima pemberian itu. "Nggak repot, kok. Oya, saya langsung terus ya, sekali lagi maaf mengganggu." Ningsih mengamati kepergian pemuda itu hingga punggungnya tidak lagi terlihat. Ia lalu mengamati buku-buku yang dibawakan Bagas, ada tiga buah buku n****+ dan dua buah buku non-fiksi. Ia mengambil salah satunya dan mulai membacanya. Ningsih lalu mengirim pesan pada Winda untuk datang ke rumahnya makan ikan bakar siang nanti. *** Siang harinya, Winda datang ke rumah Ningsih. Ia langsung masuk dan menemukan Ningsih sedang membakar ikan. "Belum selesai bakar-bakarnya? Hmmm, aku kecepetan datangnya berarti," gerutu Winda. "Tunggulah di situ, ada buku-buku baru di meja bagus-bagus. Kamu pasti suka, bawa aja yang mana kamu suka." Ningsih berbicara sambil mengipasi ikan bakarnya. "Ini dari mana buku sebagus ini?" Ningsih mengamati buku-buku yang tidak mungkin dikirim oleh Danu itu. "Dari Bagas, dia datang ke sini tadi, katanya buat menghibur karena aku lagi sedih." Ningsih bercerocos tanpa menyaring apa pun. Baginya, Winda adalah bagian dari dirinya, tidak perlu ada rahasia. "Bagas?" Winda tampak terkejut, ekspresi wajahnya berubah seketika. "Nah, sudah masak, waktunya makaaaannn!" Ningsih ber-euforia dengan ikan hasil bakarannya, aroma sedapnya menguar ke udara memancing para cacing bergerak meronta-ronta. "Beneran ini dari Bagas?" Winda meyakinkan. "Yep, tadi pagi-pagi sekali ngantar itu. Ikan ini juga dari dia, kemarin aku kesel banget jadi pergi ke kali, pas pulang tau-taunya ada dia di sana. Jadi dia kasih ikan-ikan ini." Dengan santainya Ningsih menceritakan kejadian kemarin pada Winda, ia tidak mempedulikan perubahan ekspresi wajah sahabatnya yang sudah merah padam itu. Hanya beberapa potong Winda menyantap ikan bakar, ia langsung pamit. "Aku bawa dua novelnya, ya," ujar Winda tanpa mempedulikan Ningsih yang menatapnya keheranan. "Lho kok cepet banget, belum dimakan ikannya, Win. Kami buru-buru?" Ningsih menyusul Winda yang sudah berjalan cepat keluar dari rumah Ningsih. Ia naik ke motornya lalu melaju kencang meninggalkan rumah itu. *** Winda membelokkan motornya ke kali yang sunyi dan memastikan tidak ada orang, lalu menghubungi Bagas. "Halo, Kang. Aku tunggu di pinggir kali dekat pohon asam sekarang." Ia memutuskan telepon tanpa menunggu jawaban bersedia dari Bagas. Napasnya terengah-engah, ada gumpalan kemarahan di dalamnya. Tidak lama kemudian, Bagas datang dengan mengendarai motornya. Ia turun dengan keheranan, lalu mendekati Winda. "Ada apa?" Brugh! Winda melemparkan dua buah n****+ yang diambilnya dari rumah Ningsih, tepat mengenai d**a pemuda itu. "Kamu memang b******k, Kang! Aku pikir kamu mutusin pertunangan kita karena urusan penting apa, ternyata kamu diam-diam menjalin hubungan dengan Ningsih?!" Sorot mata Winda tajam laksana pedang, kalau saja sorot mata itu mengeluarkan senjata pastilah Bagas sudah mati berkali-kali. "Memangnya kenapa kalau aku menjalin hubungan dengan Ningsih? dengan siapa saja wanita di desa ini juga tidak masalah, kan? kenapa kamu mau ngatur-ngatur aku?" Bagas juga terbawa emosi. "Harusnya kamu sadar, Ningsih itu sahabat aku, aku nggak masalah kamu menjalin hubungan sama siapa pun, tapi dengan Ningsih? dia sudah punya suami, juga sahabat karib aku, kamu mau merusak semuanya?" Winda menekankan ucapannya. "Itu bukan urusan kamu. Urusan kita sudah selesai, jadi jangan saling mengganggu lagi. Lagian pertunangan itu juga hanya orang tua kita yang berhubungan, aku tidak punya perasaan apa-apa sama kamu. Anggap saja tidak pernah terjadi sesuatu di antara kita, jadi bersikaplah biasa saja." Usai mengucapkan kalimat itu, Bagas langsung berbalik dan naik ke motornya. Ia hendak memakai helm, tapi ditahannya. "Kamu harus tau bahwa perasaan itu tidak bisa dipaksakan, kamu pasti bisa mendapatkan pria yang lebih baik dari aku." Bagas mengegas motornya dengan kencang, dia melesat seperti bayangan dan dalam sekejap sudah tidak ada di sana. Winda menutup wajahnya, menangis sejadi-jadinya. Hatinya sangat sakit, Bagas adalah pria yang dia cintai dan dambakan. Siapa yang tidak bahagia mendengar dirinya akan dijodohkan dengan Bagas? Harapan sudah tergantung setinggi-tingginya, namun dengan sebait kalimat Bagas "Maaf, aku sudah punya orang yang aku cintai," mampu menjatuhkan dan meluluh-lantakkan harapannya. "Bagas! Ningsih! Tunggu pembalasanku! Kalian akan menderita selamanya!!!" teriak Winda disela isak tangisnya. Bersambung... Terima kasih banyak semuanya... masih setia membaca hingga part ini... Kalian adalah penyemangat terbaikku... Love you all, big hug for you all... See you at the next chapter... Note: ✓ Tekan Love untuk yang belum tekan ya, yuk beri semangat penulis dengan love-nya. ✓ Ramaikan komentar biar aku makin semangat update, klik tanda kotak di ujung bawah. ✓ Bantu share sebanyak-banyaknya ya. ✓ Terkait maraknya tindakan ilegal memperjualbelikan ebook/PDF n****+ online dan plagiarisme, aku buat note tambahan : Cerita ini hanya terbit di Platform Dreame dan Innovel, jika ada yang memperjualbelikan ebook/PDF n****+ ini atau menerbitkannya di luar Platform ini berarti tindakan ilegal yang wajib dilaporkan. Dan penjual maupun pembeli ebook/PDF ilegal dan plagiator tidak akan mendapat keberkahan di dunia dan akhirat, karena sangat merugikan penulis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD