Happy Reading.
Deby benar-benar merasa deg-degan saat ini, wanita itu takut jika kakeknya Alvaro adalah orang yang galak dan menakutkan. Pria bertubuh gendut dengan rambut yang sudah memutih, suaranya yang menggelegar serta mata yang selalu melotot itulah deskripsi yang dibayangkan oleh Deby.
"Tuan, aku takut," lirih Deby saat Alvaro mobil Alvaro masuk ke dalam gerbang rumah yang tinggi. Deby bisa melihat tembok yang mengelilingi rumah itu tinggi menjulang. Kemudian Alvaro menghentikannya mobilnya dan di sambut oleh dua pengawal yang sudah siap di samping mobil untuk membukakan pintu.
"Sekali lagi aku mendengarmu memanggilku seperti itu lagi, apalagi di depan Kakek, lihat saja aku akan menghukum mu!" ujar Alvaro datar, sangat datar hingga Deby langsung takut dengan aura dingin yang menyelimuti Alvaro.
"Maaf, Mas," Deby langsung memukul pelan mulutnya dengan telapak tangannya berkali-kali, dia kenapa jadi ceroboh seperti ini. Kalau sampai rencana Alvaro gagal gara-gara dia yang keceplosan seperti itu, pasti nasibnya entah bagaimana. Bahkan dia harus siap menerima hukuman dari pria itu.
"Ayo keluar, bersikaplah biasa saja, tidak perlu berpura-pura menjadi wanita anggun dan jadilah dirimu sendiri, kakek itu sangat pintar membaca karakter seseorang, jadi jangan terlalu kentara saat kau sedang berakting menjadi kekasihku," ujar Alvaro.
Deby mengangguk mengerti, kemudian dia keluar dari dalam mobil setelah pintunya di buka kan oleh pengawal sang kakek. Alvaro menghampiri Deby dan menggandeng tangannya.
"Relax," bisik Alvaro.
"Iya mas," jawab Deby tersenyum.
Mereka melangkah menuju ke arah pintu yang tiba-tiba saja terbuka, seorang pengawal membukanya untuk mereka. Deby mengeratkan pegangannya di lengan Alvaro. Sungguh dia benar-benar takut dengan pendapat kakeknya Alvaro. Apakah pria itu nanti akan mengusirnya karena dia tidak pantas untuk menjadi menantu di keluarga kaya raya tersebut.
"Dasar anak nakal! Mana janjimu pada ku!" Deby terkejut ketika seorang pria paruh baya yang sudah terlihat sedikit tua mengayunkan sebuah tongkat pada lengan Alvaro yang bebas.
"Kakek, jangan seperti ini! Malu sama Deby!" seketika Kakek Albian menghentikan aktivitasnya yang tengah memukul cucunya itu.
"Deby?" Kakek Albian menatap wanita di samping Alvaro dengan tatapan memicing. "Kau siapa?" tanya sang kakek.
Deby merasa gemetar dengan tatapan kakek Albian, dia merasa di intimidasi dan seperti di lucuti. Namun, dia ingat perkataan dari Alvaro yang mengatakan jika dia harus menjadi dirinya sendiri.
"Hai kakek, saya Deby, kekasih Alvaro," jawab Deby dengan senyum yang terlukis di bibirnya. Dia melepaskan belitan tangannya pada lengan Alvaro, kemudian dia menyodorkan tangannya pada sang kakek.
Kakek Albian menatap tangan Deby, kemudian kakek menyambut jabat tangan Deby dengan tersenyum lembut.
"Kakek apa kabar? Ternyata kakek masih muda, ya? Ganteng lagi, kakek pasti bukan orang Indonesia 'kan? Soalnya hidungnya mancung seperti orang-orang Arab itu loh," ujar Deby panjang lebar. Sungguh sebenarnya jantungnya sudah berdetak kencang.
"Hahaha, kau ini lucu sekali, ternyata wanita yang seperti ini yang di sukai oleh cucuku? Ayo-ayo masuk!" Deby melirik Alvaro yang sejak tadi hanya menampilkan wajah yang datar. Apakah Alvaro tersinggung dengan ucapan sang kakek?
Deby benar-benar tidak menyangka jika kedatangannya di sambut suka cita oleh sang kakek. Awalnya Deby takut bertemu dengan kakek. Tetapi ternyata kakek Albian sangat baik.
"Kamu harus lama di sini, sekalian makan malam, aku juga ingin lebih mengenalmu, sepertinya kamu itu orangnya asyik sekali, hahaha," ujar Kakek Albian tertawa.
Alvaro hanya diam saja, sedangkan Deby hanya cengar cengir seperti orang gila, dia bahkan berpura-pura ikut asyik dan larut dalam obrolan sang kakek yang tak tentu arah. Bahkan Kakek banyak menceritakan masa kecil Alvaro padanya. Sepertinya Deby benar-benar berhasil merebut hati pria tua itu di pertemuan pertamanya.
"Alvaro, aku tahu kalau kamu pasti bisa move on dari wanita sialan itu, buktinya sekarang kamu memiliki kekasih kecil yang menyenangkan," ujar sang Kakek membuat Alvaro sedikit mengepalkan kedua tangannya karena membahas tentang Emily. Wanita yang sudah memporak-porandakan hati dan jiwanya.
Namun, tentunya Alvaro hanya bisa menahan diri agar tidak mengamuk karena setiap kali ada orang yang mengatakan tentang Emily, pasti emosinya langsung naik. Deby yang mengetahui jika Alvaro tidak baik-baik saja langsung mengalihkan perhatian kakek padanya.
"Oh ya kek, apa kakek tidak ingin mencoba sup jamur buatan ku? Enak loh, kapan-kapan aku akan memasak untuk kakek," ujar Deby.
"Benarkah? Kau bisa masak?"
Deby mengangguk, "aku bisa masak, kek, Alvaro saja suka sekali masakan buatanku, iya kan, mas?" Deby menyenggol lengan Alvaro sambil menatap pria itu dengan memberikan kode mata.
"Ah, iya," jawab Alvaro singkat. Dia sejak tadi merasa seperti obat nyamuk saja, di abaikan.
Akhirnya setelah berbincang dan saling bercerita, Deby makan malam di rumah besar itu atas permintaan sang kakek
Makan malam yang kali ini terlihat begitu hangat, Alvaro bisa melihat jika kakeknya sejak tadi sering tertawa lepas. Bahkan binar di matanya terlihat sangat jelas, Kakek Albian sedang bahagia. Apakah itu artinya jika rencananya membawa Deby pada sang kakek adalah keputusan yang tepat?
"Jadi, kamu sudah berapa lama kenal dengan Alvaro ini?" tanya kakek.
Tubuh Alvaro memegang ketika mendengar pertanyaan itu, dia melirik ke arah Deby yang juga tengah menatapnya. Terlihat wajah pasrah Alvaro saat ini. Tadi mereka belum saling mendiskusikan tentang Pertanyaan-pertanyaan yang nanti diajukan oleh sang kakek.
"Ehmm--" Deby menampilkan wajah yang seakan sedang mengingat-ingat. Padahal dia tengah berpikir untuk mencari alasan kapan tepatnya mereka saling bertemu. "Belum lama kek, sekitar 6 bulanan ini, tapi setelah pertemuan pertama, Alvaro langsung jatuh cinta padaku dan bucin setengah mati."
"Uhuk!" Alvaro tersedak ketika mendengar ucapan Deby yang benar-benar nyeleneh itu
"Ya Tuhan! Aku benar-benar menyangka jika kalian sudah lama kenal?"
Akhirnya malam itu setelah berbincang panjang lebar, Deby di antar pulang oleh Alvaro ke kediamannya. Sepanjang perjalanan mereka juga hanya diam dan tidak ada yang membuka suara.
"Mas, rumahku setelah gang itu belok kiri ya?"
"Sudah tahu," jawab Alvaro singkat.
"Apa kamu marah padaku?" tanya Deby akhirnya. Entah kenapa dia merasa jika Alvaro semakin banyak diam ketika di rumah kakeknya tadi.
"Tidak, siapa yang marah?"
"Kamu," Deby menunduk, tiba-tiba dia merasakan elusan di kepalanya dan pelakunya adalah Alvaro.
"Aku tidak marah, aku hanya merasa takjub karena kamu berhasil membuat kakek percaya penuh padamu," ujar Alvaro. "Sebelumnya, kakek sangat jarang tersenyum dan tertawa seperti tadi, tetapi saat bersamamu kakek juga terlihat begitu senang, terima kasih," lanjutnya menatap Deby sekilas.
"Syukurlah kalau kakek menyukaiku," jawab Deby.
Bersambung.