Chapter 11 : Kisah Baru

1520 Words
Ch 11 Hari berjalan begitu cepat, seakan jarum jam, siang dan malam bergulir tidak ada dua puluh empat jam. Sudah satu bulan penuh Citra bekerja dengan Deny, menjalani detik demi detik, hari demi hari bersama. Sore ini toko tutup lebih awal. Deny terlihat begitu lemas dan tidak bertenaga, melihat itu Citra begitu khawatir akan keadaan Deny saat ini. Ia meminta Deny untuk beristirahat di bilik kecil yang ada di toko itu. Dengan telaten Citra memberikan perhatian pada Deny, membuatkan teh, memasak untuknya di sana. "Assalamualaikum Bu, maaf Citra pulang telat nanti, Deny sedang tidak enak badan, saya ijin merawat dia sebentar saja Bu." pamit Citra pada Ira melalui ponsel canggih miliknya. "Waalaikumussalam nak, tentu kamu memang harus merawat bos kamu itu. Hati-hati ya nak nanti kalau pulang. Kamu telepon ibu saja jika pulangnya terlalu malam." pesan Ira pada Citra. Ia begitu menyayangi dan mencemaskan keadaan Citra. "Baik Bu, assalamualaikum." Selepas Ira menjawab salam, Citrapun mematikan sambungan telepon itu. Ia kembali berkelut dengan spatula dan juga beberapa bahan masakan. Butuh watu sekitar setengah jam untuk Citra menyelesaikan pekerjaannya di dapur. Setelah itu ia menyajikannya di atas nampan dan membawanya ke kamar Deny. "Deny? Kamu tidur? Bagaimana sekarang?" tanya Citra mencemaskan Deny. "Sudah lebih baik Citra. Terima kasih sudah mau repot untuk aku." jawab Deny. "Jangan sungkan Deny, jika aku bisa aku akan buat apapun untuk kamu supaya kamu tidak lagi sakit. Aku takut kamu kenapa-kenapa." tutur Citra. "Tenanglah tidak perlu risau begitu. Aku baik kok. Aku ingin mengajak kamu pergi, mau?" tukas Deny. "Kemana? Makanlah dulu setelah itu kita pergi." jelas Citra. Tanpa banyak bicara Deny langsung menyahut semangkuk sup yang dibuat Citra untuknya. Begitu sup itu habis Deny segera meneguk segelas air yang juga telah di bawakan Citra. "Terima kasih, kau tahu perutku penuh dengan air." kikih Deny. Dia selalu hobi menggoda Citra. Hal itu tidak berubah sejak sebulan yang lalu, bahkan sejak pertama kali bertemu dengan sosok Citra yang begitu polos itu. "Yang penting kamu sehat. Jangan buat aku cemas lagi Deny. Tidak ada yang kasih gaji aku jika kamu sakit." timpal Citra, ia pun terbawa suasana humoris itu. ------ Mereka turun dari motor milik Deny, dan berjalan dengan santai di area taman kompleks itu. Menikmati indahnya suasana kota Bougenville di sore hari menjelang malam itu. Panorama alam yang begitu indah dan menakjubkan, langit berwarna jingga yang menghiasi seluruh kota saat ini. Citra duduk di sebuah bangku kayu panjang yang tersedia di sana. Menarik dan menghembuskan napas perlahan. Ia benar-benar menikmati suasana sore ini. "Kau suka?" tanya Deny penasaran. Ia melihat tingkah Citra begitu berbeda dengan saat dirinya bekerja. Seakan-akan ini adalah hari libur yang ia nantikan. "Iya, terima kasih sudah mengajak aku kemari. Di sini indah sekali" terangnya. Tentu begitu indah dengan danau buatan dan juga air mancur di sisi lain taman itu. Bunga-bunga yang sengaja di taman untuk mempercantik taman itu berjejer rapi di setiap ruas jalan-jalan kecilnya. Batu-batu hias sengaja menghiasi setiap pijakannya. "Aku senang jika kau senang. Citra, aku tak pernah melihatmu memakai gelang yang aku berikan?" tukas Deny. "Hah? Itu? Aku simpan, dan aku bawa kemana-mana." jawab Citra. "Benarkah? Jadi kau taruh dirumah?" tanya Deny. "Tidak, aku sudah bilangkan aku bawa kemanapun aku pergi. Aku selalu meletakkan gelang itu di sini." Citra memegang bagian d**a kirinya. Ia meraih gelang yang ada di saku bajunya. Benar saja setiap hari ia selalu memakai baju dengan saku di bagian kiri atasnya. "Kenapa tidak kau kenakan?" tanya Deny lagi. "Kenapa kau cerewet sekali hari ini Deny? Tadi kau buat aku cemas sekarang kau begitu bawel." kesal Citra dalam mode bercanda. "Aku hanya ingin tahu Citra, apa kau tidak suka pemberian dariku? Apa itu jelek sehingga kau malu memakainya." tebak Deny. "Tebakanmu salah kali ini. Aku menyimpannya agar dia selalu terlihat baru untukku. Dan aku meletakkannya di dekat dadaku agar dia selalu menjaga hatiku. Kau tahu benda ini adalah benda paling berharga yang pernah aku miliki." tutur Citra. Ia begitu serius mengucapkan kata-kata itu. "Benarkah? Apa seberharga itu aku di matamu?" tanya Deny. "Entahlah, aku rasa begitu, tapi aku merasa juga tidak. Aku merasa ada sesuatu yang tidak pernah aku tahu dari dirimu Deny." ucap Citra. Sungguh dalam hatinya ingin mengetahui hal itu tapi ia tahu memaksa seseorang untuk bercerita itu bukanlah dirinya. "Terima kasih, terima kasih sudah mau menjagaku. Kalau aku boleh jujur aku sudah dari dulu menyukaimu Citra, tapi aku tak ingin merusak hubungan baik ini dengan ikatan yang tidak jelas." papar Deny. "Apa maksudmu tidak jelas? Aku tidak tahu Deny, apa yang terjadi denganku, saat aku dekat denganmu rasanya jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Tapi aku selalu menutupi hal itu. Dan saat kau menceritakan orang lain yang kau suka, seakan-akan hatiku di tusuk oleh ribuan jarum, tidak hanya itu setelah ditusuk ia diremas dan hancur. Rasanya begitu sakit. Kau tahu apa yang aku rasakan itu apa?" tanya Citra. Ia menatap bola mata hitam Deny dengan begitu intens, seakan ingin mencari jawaban dari sorot mata itu. "Kamu, kamulah orang yang aku suka Citra, kamu lah yang selalu aku ceritakan padamu. Kamulah orang bodoh dan lugu, tidak mau tahu urusan orang lain. Kamulah orang yang tak pernah bertanya siapa namaku saat bertemu denganku. Kamu, kamulah orang yang selalu mengisi dan mengusik setiap hariku." jelas Deny, iapun melalukan hal yang sama dengan apa yang di lakukan Citra. Menatap lembut manik mata gadis cantik yang berada didepannya. "Terima kasih sudah hadir dalam kehidupanku yang suram Citra, berkat kamu aku bisa melewati hari-hariku. Kau tahu aku selalu mencari keberadaanmu. Bersyukur Allah mempertemukan kita lagi." imbuhnya. Citra masih diam terpaku. Matanya mengeluarkan siluet yang membuat penglihatan kabur. Mungkin hanya sekali kedip air mata itu akan jatuh. Hatinya trenyuh mendengar semua penuturan Deny. Ia tidak habis pikir bahwa selama ini yang selalu Deny bangga-banggakan adalah dirinya sendiri. "Apa yang kau rasakan adalah hal yang sama dengan apa yang aku rasakan Citra, kita saling menyukai, kita saling mencintai. Aku beruntung menemukan gadis bodoh seperti dirimu yang tak tahu jika dirinya sedang jatuh cinta." canda Deny. Ia menangkup wajah ayu Citra. Menghapus air mata yang telah jatuh sejak tadi. Menarik wajah gadis itu dalam pelukannya. Menyalurkan rasa nyaman dan damai dalam hati Citra saat ini. Tenang itulah yang dirasakan oleh Citra. "Apa kau mau menjadi milikku?" tanya Deny. Citra menarik tubuhnya dari dekapan hangat tubuh Deny. "Apa kau serius? Aku gadis bodoh Deny." ucap Citra masih dengan tangis bahagianya. "Justru karena kau bodoh aku sangat menyukaimu." terang Deny. Akhirnya senyum manis Citra terukir indah dibibirnya. Ia menjawab dengan anggukan kepala, dan menyembunyikan wajahnya yang memerah dalam d**a bidang Deny. "Terima kasih Citra." ucap Deny. "Kenapa kau mengucapkan terima kasih terus? Aku lelah mendengar kata itu." tukas Citra. "Baiklah maaf." Deny memeluk tubuh kecil Citra dengan erat. Sangat erat seakan tidak mau berpisah dari Citra. Begitupun Citra, ia merasakan apa yang Deny rasakan saat ini. Saling melengkapi dalam kehidupan mereka yang banyak kekurangan. Sepersekian menit kemudian Deny barulah melepaskan pelukan itu. Matanya melihat wajah Citra yang ayu tanpa polesan apapun. Sungguh gadis yang sangat murni, yang pernah ada saat ini. Entah dorongan dari mana jari telunjuk Deny memegang dan mengelus bibir mungil nan ranum milik Citra itu. "Maafkan aku Citra maaf." Deny kembali mengucapkan kata maaf itu pada Citra. "Citra berjanjilah padaku, jika terjadi sesuatu padaku kau akan meneruskan usaha yang aku bangun dari nol itu." katanya kemudian. "Kenapa kau meminta maaf Deny? Dan sesuatu apa yang kau maksud?" tanya Citra heran. "Berjanjilah dan jadilah dirimu sendiri seperti sebelumnya. Tanpa tahu sebab apapun itu." tukas Deny. Wajahnya begitu sendu menatap Citra. Citra mengangguk paham. Ia menutup mulutnya rapat-rapat. "Apa aku boleh menciummu?" tanya Deny kemudian. Citra tak menjawab pertanyaan Deny. Tapi tangannya bergetar dengan hebat, keringat dingin mengucur keluar dari pori-pori telapak tangan juga pelipisnya. Deny mendekat pada wajah Citra. Kali ini tidak hanya dua kali, tapi berkali-kali jantung Citra terpompa lebih cepat. Deny menempelkan bibirnya pada bibir Citra, cukup lama dan sangat menikmati kelembutan yang tercipta. Mereka memejamkan mata seakan lupa bahwa hari mulai gelap dan tidak ada pengunjung satupun di area mereka. Perlahan kecupan itu berganti menjadi lumatan yang lembut. Deny menggigit kecil bibir bawah Citra agar ia membuka mulutnya. Berhasil dengan cara itu, Deny melanjutkan memasukkan lidahnya, saling bertukar saliva. Citra yang tak pernah melakukan hal itu, langsung menarik mundur tubuh serta wajahnya, menjauh dari Deny. "Maafkan aku citra aku melewati batas, aku sudah kurang ajar padamu, tapi percayalah aku menahan semua ini sejak kita dekat, sejak kamu mau datang menemui aku sejak kamu mau jalan sama aku, aku tahu aku tidak pernah mengungkapkan perasaanku ke kamu, bahkan aku membiarkan rasamu tumbuh sendiri tanpa ada sambutan dariku, karena aku tidak mau sekalipun mengecewakanmu Citra. Maafkan aku ya." sesalnya. "Tidak Deny kamu tidak pernah membuatku kecewa, sedikitpun tidak, buktinya sekarang kamu mengungkapkan perasaan mu padakukan? Kamu membalasnya Deny kamu menerima aku. Dan aku ... Apapun alasan kamu aku nggak peduli yang jelas kita sekarang bersama, kita satu, kita akan menjalani semua bareng-bareng Deny, baik itu suka maupun duka, aku ... aku tahu ini berlebihan tapi aku tidak peduli." jawab Citra. Entah keberanian dari mana Citra terlalu berlebihan kali ini. Selanjutnya apa yang akan terjadi pada mereka? Apa yang sebenarnya di sembunyikan oleh Deny?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD