“Alan!” Sapa Rora, putra sulungnya yang datang itu.
“Ada apa ini?”
“Kenalin Lan, ini Roman, anaknya om Septian clientnya papa, beberapa kali papa menangani urusannya.”
Roman mengulas senyuman, “Saya satu sekolah dengan Alan, Om David.”
David Natnan tertawa, “Oh ya? Wah papa baru tahu, ternyata kalian saling kenal.”
Sandra diam, sudah paham melihat wajah sang kakak paling juga mau melarang-larang dan membuat hal sesukanya, tidak ingin berbasa-basi Sandra memberikan isyarat pada Roman, agar bisa pergi sekarang.
Roman mengangguk paham, ia kembali sedikit berbasa-basi dengan David Nathan yang mana dia sangat paham Alan tidak sudak keberadaanya.
“Mau kemana?”Tanya Alan pada Roman.
“M-mau mau nonton.” Potong Sandra, padahal dia juga tidak tahu mau kemana, kenal aja baru, hanya karena gengsinya yang besar dan tidak mau kalah dari Alan dia pun menjawab asal dan Roman mengangguk saja apa yang Sandra ucapkan.
“Kenal dimana? Sudah berapa lama?” Si possessive memulai introgasinya.
“Ma—“ Sandra melirik ke arah Rora meminta pertolongan mama agar Alan tidak terlalu judes seperti itu.
“Saya tanya ke dia bukan kamu, baby!" Alan tegas.
“Ketemu dimana?” Ulangi Roman bingung. .
Sandra menggaruk dahinya, tidak mungkin mengatakan baru kenal dan langsung ingin pergi bersama, Alan bisa marah, “Sudah setahun lalu, sudah lama…sudah lupa kapan dimulainya, kenapa sih ribet banget.” Sandra menggerutu sebal.
Roman lagi-lagi mengiyakan, sungguh dia bingung namun mencoba paham akan sikap Sandra gadis yang baru ia kenal ini. Dan mencoba memahami sikap Alan yang sedang menjaga adiknya.
Dan setelah beberapa saat berada disituasi tegang Sandra bisa membuat dirinya terlepas dari Alan dengan mengatakan Roman sedang di tunggu seseorang di luar dan mereka harus pergi, David Nathan ayah mereka pun mempersilahkan Roman dan Sandra pergi dengan sedikit memberikan beberapa peringatan agar hati-hati dan menjaga diri.
Sandra merasa memenangkan ini, hingga mereka berpamitan untuk pergi, Roman dan Alan bersalaman, Alan tampak mengancam Roman.
“Jauhi Sandra! Ini terkahir!” ucapnya berbisik. Justru membuat Roman tertantang.
“Sandra sudah besar, dia pantas memilih apa yang dia mau, selamat atas pertunanganmu.” Roman melampirkan smirk mengejeknya, segera menggandeng tangan Sandra yang cukup membuat Alan rasanya ingin menarik paksa adiknya itu.
Alan mengepalkan tangannya geram, jika tidak ada sang ayah dan ibu juga seluruh keluarga Jessy, dia sudah menarik paksa Sandra dan membawanya pulang, rasanya Roman sangat tidak cocok dengan Sandra, tidak hanya karena masalahnya dengan Roman tapi Roman terlalu dewasa untuk Sandra.
Di dalam mobil milik Roman, Sandra diam dia tidak seperti tadi yang terlihat begitu semangat saat Roman datang apa lagi mengajaknya keluar, “Kita mau kemana? Maaf tadi aku berbohong, kak Alan tidak mungkin mengizinkanku pergi jika mengetahui kita baru sekali bertemu.”
“Aku kenal Alan.” Jawab Roman kemudian, “Beneran mau nonton?”
“Hemm…terserah.” Jawab Sandra acuh, sesungguhnya ia bukan orang yang gampang seperti ini, semua ini hanya karena ingin menyaingi Alan saja dan ingin membuatnya kesal.
***
Beberapa jam menonton dengan Roman rasanya membosankan sekali, padahal Roman orangnya terkesan asik, dia cukup pengertian, tidak banyak bicara sangat paham Sandra tidak suka basa-basi, dia juga bertanya hanya seperlunya saja, selebihnya mereka diam-diaman.
Namun Roman sempat menceritakan tentang masalahnya dengan Alan yang tampak tidak akur itu dikarenakan seorang wanita bernama Leana, Roman tidak menceritakan dengan detail namun bisa Sandra mengerti, Alan artinya membenci roman karena merasa dia adalah saingannya.
Tidak lama Roman pun mengantarkan Sandra kembali pulang, ia tidak mampir Sandra tidak mengizinkannya mengingat kedua orang tuanya tidak ada dirumah.
Sandra berjalan gontai masuk kedalam kamarnya, benar-benar membosankan semuanya.
Tuan putri kembali ke sangkarnya dan kehidupan membosankannya berjalan lagi seperti biasa. Dan pangeran sudah bahagia bersama calon istrinya entah dimana saat ini.
Sandra melirik pada ponsel miliknya, Alan tidak mencari dia, apakah dia lupa dan sedang bersenang-senang dengan pertunangannya, pecuma dia membuat Alan kesal dan memancing-mancing amarahnya, jika pada akhirnya Alan mengacuhkan dia dan lebih mengutamakan dan menjadikan Jessy lebih menarik dari segala hal.
“Buang-buang waktu!” Sandra menjatuhkan dirinya di tempat tidur, hidupnya semakin terasa membosankan, tangannya meraba tombol lampu di sebelah ranjang segera menggantinya dengan lampu tidur dan ia pun benar tidur.
***
Beberapa jam berlalu, poros waktu bergerak maju, ini sudah menunjukkan pukul 2 pagi, Sandra terjaga dari tidurnya ia merasakan tangannya terhimpit oleh sesuatu yang berat dengan aroma tajam alcohol yang begitu kuat, namun ia juga mencium aroma parfum yang sangat tidak asing.
“Kak Alan!” Sandra terkesiap.
Sssstt…
Alan memintanya diam, dengan matanya yang berat sekali, Sandra segera bergerak untuk bangkit, bagaimana bisa kak Alan mabuk seperti ini? Apakah acara disana berlanjut hingga sampai ada acara seperti ini, Sandra menarik tangannya yang di tindih kepala Alan.
“Pusing!” Alan mengeluh menyentuh kepalanya.
“Kakak salah masuk kamar.”
Alan tidak mengindahkan dia semakin terpejam dengan pulasnya, hingga Sandra memutuskan turun dari ranjang, seketika Alan menarik gaun Sandra.
“Dari mana tadi?”
“Nonton.” Jawab Sandra singkat, langsung melepaskan tarikan Alan, Sandra lihat sebuah cincin titanium yang melingkar pada jemari Alan menjelaskan bahwa dia sudah menjadi milik dari seseorang.
“Jauhi dia,” ucap Alan padahal matanya memejam.
“Bukan urusan kakak.”
Gara-gara cincin yang Alan pakai, dalam kamarnya yang tamaram itu netra Sandra berkaca-kaca, ia menelan ludah segera menjauh dari Alan membiarkan dia yang mabuk itu tidur.
Di pukul 2 dini hari itu, Sandra memutuskan untuk membersihkan diri berguyur dibawah shower mendinginkan kepalanya yang panas, sekarang Alan dan Jessy sudah semkain jelas, waktu pernikahan juga sudah ditentukan. Mencoba untuk ikhlas itu ternyata tidak mudah seperti pengusapannya, rasanya sulit sekali dan selalu ada saja jalannya mereka dipertemukan.
“Baby—“
Panggil Alan saat mendengar langakah Sandra masuk kembali ke kamarnya sudah memakai pakaian didalam sana.
Sandra melirik ke ranjang, kakaknya meracau memanggil namanya, ia pun menghampiri Alan.
“Baby…”
“Kenapa ingin aku panggilan Jessy? Kenapa kakak mabuk? Kenapa ada acara seperti ini?”
Alan seketika duduk dengan dengan keadaanya yang hang over namun ekspresinya tampak marah.
”KEMANA DIA MEMBAWAMU! KEMANA!” Sentak Alan menunjuk wajah Sandra tiba-tiba.
Sandra terkesiap, “A-apa?”
“KEMANA SANDRA!!!” Tarik Alan tangan Sandra kemudian.
“Pergi nonton—“
“Bohong! jauhi dia Sandra!” Alan menggenggan lengan Sandra begitu kuat.
“Kenapa? Aku sudah dewasa, apapun yang aku lakukan selagi masih dibatas wajar, aku rasa tidak ada masalah…” Tatap tegas Sandra wajah kakaknya yang kusut karena mabuk itu.
“Dewasa? Apanya yang dewasa, apa?”
“Lepaskan, kakak mabuk! Sakiittt!” Sandra merintih mencoba membuka gengganman Alan.
Namun Alan semakin kuat, “Katakan apa yang dia lakukan denganmu setahun ini, apa dia juga yang membuat kamu sefrustasi itu di club—“
“Tidak ada urusannya dengan kakak!” Tarik Sandra sekuat tenaga.
Bruakk...
Namun tenaga tidak seberapa Sandra malah membuat dia terjatuh dipaha Alan dan segera Alan menangkap dan memeluknya.
Jantung Sandra seakan ingin lepas dari penyanggahnya mendapati Alan memeluknya seperti ini, ini bukan pelukan kakak kepada adiknya, posisi ini begitu intim.
Sandra bingung harus senang atau takut, lelaki mabuk ini menempelkan wajahnya di ceruk Sandra dengan kedua tangannya melingakar sangat kuat diperut Sandra. Alan seperti merasakan nyaman hingga menggerakkan tangannya lagi semakin mengunci kuat-kuat kuat perut Sandra dan memejamkan matanya dibelakang ceruk leher Sandra.